#5 Akan Selalu Mekar Di Hati

...Bab. 5...

...AKAN SELALU MEKAR DI HATI...

...❀❀❀...

Malam itu Keith sedang berbaring di kamarnya dengan pikiran yang mengganggu di kepala.

'Kenapa Edeline tiba-tiba marah ketika aku membawanya ke sana? Ada apa dengan tempat itu? Dia seperti tidak suka sekali. Sikapnya berubah. Apa dia akan memaafkan ku?'

...🌷🌷🌷...

Pagi-pagi aku mendapat telepon dari karyawan advertising. Ada bahan yang harus mereka ganti karena kehabisan stok. Mereka ingin aku melihatnya lebih dulu sembari mencocokkan harga. Aku setuju. Ku lihat jam dinding sebentar. Rasanya tidak akan sempat untuk buka toko dulu. Aku juga tidak tahu apa urusanku cepat selesai atau tidak. Aku melihat mama yang sedang santai menonton pagi ini. Jadi, aku minta tolong mama untuk pergi buka toko lebih dulu supaya Keith tidak menunggu lama. Untungnya mama bersedia. Mama juga sudah tahu semua rencanaku. Aku pun tak ingin mengundur waktu dan segera pergi.

...🌷🌷🌷...

Nyonya Willen tiba di toko bunga. Keith memang sudah menunggu di sana. Ia selalu tepat waktu.

"Selamat pagi, Nyonya Willen. Em ... Apakah Edeline sedang sakit? Tidak biasanya anda datang ke toko," tanya Keith heran sekaligus mencemaskan Edeline.

"Kebetulan Edeline harus pergi menyelesaikan urusannya sebentar. Dia takut kamu menunggu lama. Jadi memintaku datang lebih dulu untuk buka toko," jelas nyonya Willen sambil membuka kunci pintu. Keith mengangguk mengerti.

Sebelum masuk ke dalam toko bunga, Nyonya Willen mengenakan masker penutup hidung untuk mencegah alergi serbuk sari. Wanita paruh baya itu hanya masuk untuk melihat-lihat sebentar. "Nampaknya Edeline belum menyetok bunga. Banyak yang sudah berkurang," kata nyonya Willen.

"Belakangan ini pembeli meningkat. Edeline juga harus ikut turun tangan. Dia pasti belum sempat memesan," terang Keith.

Nyonya Willen melihat isi buku Edeline di atas meja. Ia tersenyum. Lalu berkata, "Edeline bisa mengurus semuanya."

"Keith, maaf aku tidak bisa lama. Ku tinggalkan kamu sendiri sampai Edeline datang, ya!" Nyonya Willen berpamitan pada Keith. Tak lupa menitipkan kunci juga.

"Baik, Nyonya. Maaf, merepotkan," sahut Keith. Nyonya Willen menggelengkan kepala kemudian pergi.

Keith sudah melayani dua pembeli pagi ini. Edeline masih juga belum datang. Ia merasa sepi sekali tanpa Edeline. Ia mondar-mandir sambil berpikir apakah Edeline masih marah padanya. Sekilas ia melihat mawar putih dan dapat sebuah ide.

Ia mengambil beberapa tangkai mawar putih dan merah lalu merangkainya jadi satu. Terus diletakkan di atas meja Edeline dengan sebuah pesan tertulis "Edeline, aku minta maaf!". Kemudian ia kembali duduk di tempatnya menunggu dengan harap-harap cemas.

...🌷🌷🌷...

Aku tiba di toko hampir pukul 11 siang. Masuk ke dalam toko rasanya langsung segar sehabis berada di bawah terik. Toko juga sepi, Keith sepertinya di restroom. Aku langsung menuju ke meja dan mendapati rangkaian bunga mawar putih dan merah di atas meja dengan secarik kertas. Aku memotret rangkaian mawar itu dengan ponsel. Lalu mengambil kertas itu dan membacanya. Suara Keith tiba-tiba mengagetkanku.

"Kamu sudah datang, Edeline?" sapanya.

Aku berbalik sambil menunjukkan kertas itu dengan penuh tanda tanya. "Kenapa meminta maaf? Kamu tidak melakukan kesalahan apa-apa," tanyaku.

"Aku pikir kamu mungkin marah ...."

"Seharusnya aku yang minta maaf. Aku tak bisa mengendalikan diri. Maaf, sudah marah padamu, Keith," selaku langsung memotong ucapan Keith.

"Tidak apa-apa," jawab Keith.

Aku melemparkan tubuhku ke atas kursi. "Lelah sekali."

Baru bersandar dengan nyaman. Tiba-tiba ponsel berbunyi. Celine yang menelepon. Celine masih bertanya tentang rencananya itu. Aku sendiri belum sempat mengecek event yang ia katakan itu di internet. Aku kembali menyandarkan punggung. Keith datang menghampiri.

"Apa kamu ingin aku ambilkan sesuatu? Kamu nampak lelah. Belakangan ini kamu terlihat sangat sibuk," tanya Keith menawari.

"Tidak ada. Kita berdua yang sibuk dan seterusnya akan sangat sibuk," jawabku.

"Aku selalu siap dengan kesibukan apapun," timpal Keith.

"Oh, aku lupa. Aku belum menyetok kembali bunga yang habis." Aku terbangun lagi dari sandaran.

"Biar aku yang menelepon saja. Kamu sudah mencatat apa saja yang akan dipesan, kan?" Keith menawari bantuan. Ia langsung duduk di depanku dan meraih telepon.

"Ya, di sini," kataku sambil menunjuk.

Aku bisa kembali bersandar dengan nyaman sementara Keith menelepon untuk memesan bunga baru. Tanpa sadar aku justru ketiduran. Sampai Keith membangunkan ku karena kartu nama yang ku pesan telah datang. Aku harus memeriksa sebentar apa yang diantarkan kurir itu benar. Memastikan tak ada kesalahan kurir itu pun pergi.

"Aku tak sadar kalau ketiduran," ujarku.

"Kamu sangat manis ketika sedang tidur. Jika tak ada perlu aku juga tak akan membangunkanmu," goda Keith sambil tersenyum.

Aku menatap sinis padanya. "Jangan menggodaku!" kataku ketus. Keith justru tertawa.

"Sekarang kita punya kartu nama baru, dan beberapa kartu ucapan yang bisa dipakai sesuai kebutuhan," jelasku sambil menunjukkan kartu-kartu tersebut.

Keith mengambil satu kartu nama dan membacanya. Kartu nama baru itu hanya mencantumkan nama toko, alamat serta nomor telepon dengan desain bunga yang berwarna. Begitu juga dengan kartu ucapan yang desainnya disesuaikan dengan tema.

"Kita bisa memberikan kartu nama pada setiap pembeli," jelasku. Keith mengangguk.

Beberapa hari berlalu. Akun sosmed yang kubuat khusus untuk toko bunga "Edelweis" diikuti banyak follower. Pengunjung yang datang membeli bunga pun sedikit meningkat. Meski kadang masih sepi tapi tidak sampai tak ada pengunjung sama sekali.

Hari ini pegawai advertising datang membawa papan nama yang sudah jadi. Papan nama lama pun langsung diturunkan, diganti dengan yang baru. Papan nama baru lebih berwarna, dengan warna-warni yang cerah, terkesan ceria dan menyegarkan mata yang melihat. Aku tersenyum menatap toko bunga papa yang sekarang. Keith ikut berdiri di sampingku menatap keseluruhan toko dengan papan nama yang baru.

"Sempurna. Kamu membuatnya seperti hidup kembali," puji Keith.

"Inilah 'keajaiban'. Aku akan membuat papa dan mama bangga. Toko bunga papa akan terus 'mekar' di tanganku," kataku penuh percaya diri. Keith menatapku dengan penuh arti.

'Dan kamu akan selalu mekar di hatiku!' batin Keith dalam hati.

...🌷🌷🌷...

Telepon toko berdering. Aku berlari untuk mengangkatnya. Tepat kala tanganku menyentuh gagang telepon, tangan Keith juga mendarat di atas tanganku. Kami saling bertatapan sebentar kemudian saling membuang muka. Keith segera menarik tangannya dan berjalan pergi. Aku mengangkat telepon. Dari Celine yang kini mendesak agar aku segera membuat keputusan.

Berhubung tidak ada pekerjaan jadi aku bisa langsung browsing di internet. Aku mencari event yang dikatakan Celine. Muncul begitu banyak situs yang memuat tentang event tersebut. Aku melihat gambar di layar laptop yang sepertinya pernah ku lihat. Ya, aku ingat! Gambar itu sama persis dengan brosur yang dulu diberikan seorang pemuda di jalan. Aku mencari di atas meja di antara tumpukan buku dan akhirnya ketemu. Gambar di layar laptop dan di brosur itu sama. Aku memilih membuka situs resminya saja untuk kejelasan dan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Sekarang tinggal aku yang memutuskan. Jika dipikir-pikir ini adalah liburan gratis. Celine khusus mengajakku liburan berdua saja dan dia yang akan menanggung biaya transportasi. Sementara biaya penginapan sangatlah murah karena diskon special event. Aku mengambil brosur itu lagi, masih sedang berpikir. Jika aku pergi, bagaimana dengan toko bungaku? Apa Keith bisa mengurusnya sendiri?

"Ehem ... Sudah punya rencana berlibur rupanya?" Keith berkata.

"Entahlah. Aku masih bingung," jawabku. Ku letakkan brosur ke meja. Keith mengambilnya dan membaca.

"Pergi saja! Kapan lagi bisa menginap di resort mewah dengan harga murah?! Ada pesta kembang api juga," ujar Keith.

"Kamu ingin pergi?" candaku.

"Aku?! Yang benar saja, Edeline. Aku tidak suka tempat seperti itu." Keith cepat-cepat menolak.

"Ah, kamu tidak asyik," kataku sambil tertawa.

"Ya, mau bagaimana lagi?" ucap Keith.

Hari telah sore. Aku sedang mengemasi barang bersiap untuk tutup. Ariana muncul.

"Ah sepertinya aku memang tidak bisa datang tepat waktu," keluhnya sambil meminta maaf kepadaku.

"Tidak apa-apa. Keith pasti senang melayanimu. Aku pulang dulu, ya!" pamitku meninggalkan toko.

"Nanti aku antarkan kunci," seru Keith. Aku mengacungkan jari OKE.

"Untuk persembahan kuil?" tanya Keith begitu Ariana menyerahkan bunga yang sudah dipilihnya.

"Iya. Memohon doa," jawab Ariana. Keith mengangkat wajahnya menatap Ariana.

"Apa aku juga boleh ke sana untuk memohon doa?" tanyanya.

"Tentu saja boleh. Siapapun boleh ke sana untuk memohon doa," jawab Ariana senang karena Keith akan ikut dengannya lagi.

^^^bersambung..^^^

Terpopuler

Comments

Zey ✨️

Zey ✨️

Baguslah klo pembelinya meningkat

2024-04-19

0

💙 Ɯιʅԃα 🦅™ 📴

💙 Ɯιʅԃα 🦅™ 📴

selalu mekar di hati tapi gak berani buat ungkapin perasaan. Gimna sih Keith.

2024-04-18

0

աílօ⁰⁵

աílօ⁰⁵

Kasihan juga kalo Edeline jadi pergi liburan nanti Keith yang jaga toko bunganya sendiri.

2024-04-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!