#2 Gadis Yang Selalu Datang Di Saat Toko Akan Tutup

...Bab 2...

...GADIS YANG SELALU DATANG DI SAAT TOKO AKAN TUTUP...

Suara desiran ombak di pantai. Matahari yang hendak tenggelam membiaskan rona jingga kemerahan. Di tepian pantai dia berdiri. Wajahnya menatap lurus ke depan. Saat aku mendekat dia berbalik dan tersenyum. Mimpi itu kemudian buyar. Aku terbangun. Ku kucek-kucek mata, jam di samping tempat tidur baru menunjukkan pukul 5.30 pagi. Tidak biasanya aku bangun sepagi ini. Tapi aku sudah tak bisa tidur. Mimpi barusan membuatku larut terbawa perasaan.

"Akhirnya selalu seperti ini," keluhku sambil beranjak turun dari atas kasur yang empuk.

Hari ini aku siap lebih pagi dari biasanya. Aku sudah rapi dan sedang duduk manis menikmati secangkir teh hangat.

"Edeline, tumben sekali? Tidak biasanya sudah rapi pagi-pagi begini. Apa ada kegiatan lain?" tanya mama. Ia ikut duduk di sampingku.

"Tidak ada. Aku hanya terbangun lebih pagi saja," jawabku seadanya.

"Oh... Mama pikir kamu punya rencana pergi ke suatu tempat. Tidak apa sekali-kali kamu perlu berlibur. Lagi pula toko bunga saat ini sangat sepi, Keith pasti bisa mengurusnya sendiri." Mama mengusulkan.

"Ma, setahun terakhir ini toko bunga semakin sepi. Omset yang didapat setiap bulannya pun tidak cukup untuk menutupi belanja bulanan kita. Kenapa Mama tidak menutup toko bunga itu saja? Aku bisa mencari pekerjaan lain dengan gaji yang lebih besar," tanyaku pada mama. Hal ini memang agak mengganggu pikiranku akhir-akhir ini.

"Edeline, Mama bisa menutup toko itu kapan saja. Dan kamu punya banyak peluang diterima bekerja di kantor-kantor ternama. Tapi, pernahkah kamu berpikir ... bagaimana dengan nasib Keith? Dia mungkin bisa bekerja di tempat lain, tapi mungkin tidak sebaik saat bekerja di toko bunga dengan penghasilan seperti sekarang ini." Mama menjelaskan dengan pelan. Kemudian melanjutkan. "Ingat, ketika dulu papamu membuka toko bunga ini. Begitu banyak pelanggan yang datang memesan dan membeli bunga setiap harinya. Entah sudah berapa banyak keuntungan yang papamu peroleh setiap bulannya bahkan bertahun-tahun kemudian. Jadi untuk apa mengeluhkan toko yang sepi hari ini dan untung-rugi setiap bulannya? Bukankah kita sudah memperoleh lebih dari pada cukup sebelumnya?! Kita hanya perlu belajar mengelolanya dengan lebih bijak. Supaya kita tetap bisa menikmati hasilnya sampai hari ini tanpa perlu memperhitungkan untung-rugi. Kamu mengerti kan maksud Mama?"

"Ya, aku mengerti," jawabku pelan.

"Kamu tidak perlu mencemaskan apa-apa. Kita tidak pernah kekurangan malah hidup lebih dari cukup. Dan lagi masih bisa membantu yang kekurangan. Hanya saja ...." Mama tidak meneruskan kalimatnya.

"Hanya saja apa, Mama?" tanyaku.

"Edeline, kamu sudah dewasa. Mama ingin melihatmu bahagia," jawab mama sambil mengelus rambutku.

"Aku sudah bahagia bersama Mama," jawabku sambil tersenyum.

Mama tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. "Mama belum bisa bahagia kalau melihatmu masih sendiri." Mama berkata sambil menahan senyum.

"Mama ... Apa sih maksud Mama? Aku kan punya Mama di sampingku," tanyaku pura-pura bodoh.

"Edeline sayang, saat Celine seusiamu, ia sudah menjadi seorang mama. Apa kamu tidak berpikir untuk memiliki keluarga kecil seperti dia?" tanya mama.

"Mama, aku tidak ingin pergi dari rumah ini dan meninggalkan Mama sendiri di sini," jawabku dengan wajah memelas.

"Kamu bisa pulang kapan saja, Sayang! Mama tidak akan merasa kesepian. Mama hanya ingin melihatmu bahagia," kata mama lembut.

"Aku sudah sangat bahagia, Ma. Tolong, jangan menyuruhku untuk segera menikah lagi!" pintaku.

Mama malah mengernyitkan kening. "Loh, kenapa? Masa kamu tidak memiliki seseorang yang kamu sukai atau calon mungkin? Bukankah anak Mama ini sangat cantik?!" goda mama.

"Bukan itu, Ma. Aku belum bisa," ungkapku.

"Belum bisa bagaimana? Usiamu sudah 28 tahun, Sayang! Apa yang kamu tunggu? Siapa?" tanya mama heran.

Aku mengangkat bahu lalu bangkit berdiri. Aku sangat tidak nyaman jika mama mulai membicarakan masalah ini meskipun aku tahu mama mungkin khawatir dengan usiaku.

"Aku pergi ke toko dulu, Mama. Doakan semoga pembeli lebih ramai hari ini," pamitku pada mama yang hanya menatapku sambil menghela nafas.

...°...

Toko bunga buka lebih pagi karena aku datang lebih awal. Biasanya Keith selalu datang tepat waktu. Namun karena masih terlalu pagi jadi hanya aku sendiri di toko. Sambil menunggu pembeli datang aku menggantikan tugas Keith menyemprot bunga-bunga. Gemerincing lonceng dari pintu yang dibuka terdengar. Keith datang.

"Edeline, kemarin kau tidak memberitahuku toko buka lebih awal?" tanya Keith bingung. Sebagai pegawai, ia pasti merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa. Kebetulan saja hari ini aku bangun lebih pagi. Daripada hanya diam saja di rumah lebih baik ke sini," jawabku.

"Oh, kupikir kamu akan lebih bosan di sini," ejek Keith. Ia mengambil alih penyemprot dari tanganku. Dan mulai melakukan rutinitasnya.

Aku menarik nafas berat. Sambil berjalan ke meja. "Ya, hampir sama," ucapku.

"Hush .... Masih terlalu pagi untuk kehilangan semangat. Mungkin kamu butuh liburan. Cobalah ambil masa beberapa hari untuk berlibur, akan baik untuk mengembalikan semangatmu," kata Keith penuh semangat.

"Kamu tidak pernah mengambil cuti, tapi tidak pernah mengeluh ataupun kelihatan bosan. Bagaimana bisa?" tanyaku padanya.

"Hmm .... Aku mencintai pekerjaanku. Aku sangat suka dengan bunga-bunga ini. Melihat bunga yang bermekaran dengan cantik dan indah itu seperti penyemangat bagiku," jawab Keith sambil menatap kagum pada bunga-bunga yang sedang disemprotnya.

Melihatnya amat begitu antusias aku jadi teringat obrolan tadi pagi dengan mama. Memang Keith-lah alasan mama tidak mau menutup toko bunga ini. Aku tidak pernah tahu riwayat hidupnya. Aku juga tidak begitu tahu kapan Keith mulai bekerja di sini. Hanya seingatku memang sudah sangat lama. Pertama kali aku melihatnya di sini saja sekitar tujuh tahun yang lalu. Aku jarang ke toko saat papa masih ada.  Sejak dulu keceriaan dan semangatnya tidak pernah berubah.

Hari ini cukup beruntung, ada beberapa buket bunga yang terjual. Aku baru akan menutup toko saat seorang gadis berlari mendekat. Gadis yang selalu datang setiap sore saat toko akan tutup.

"TUNGGU SEBENTAR!" teriaknya. Ia berhenti di depanku sambil ngos-ngosan.

"Maaf, apa sudah mau tutup? Bolehkah, aku ingin membeli beberapa bunga?" tanya gadis itu dengan wajah memohon.

"Tentu saja, silahkan masuk dan pilih bunga yang kamu suka," jawabku sambil tersenyum.

"Terima kasih," balas gadis itu. Dengan perasaan senang ia masuk ke toko dan memilih bunga-bunga.

"Edeline, kalau kamu lelah pulanglah lebih dulu. Biar aku yang menutup toko. Nanti pulang aku akan mampir ke rumahmu untuk mengembalikan kunci." Keith mengusulkan. 

Aku berpikir sejenak dan menyetujuinya. "Baiklah. Aku juga ingin ke suatu tempat. Maaf kali ini merepotkanmu," kataku sambil menyerahkan kunci.

"Tidak masalah. Tadi pagi kamu datang awal dan sekarang biar aku yang pulang telat. Jadi, kita impas," canda Keith.

Aku tertawa lalu berpamitan. "Baiklah, aku duluan, ya! Sampai bertemu besok!"

"Ya, hati-hati!" pesan Keith.

...🌻...

Keith kembali masuk ke dalam toko untuk melayani pembeli terakhirnya. Gadis manis itu masih sedang memilih bunga sementara di tangannya sudah memegang beberapa tangkai bunga Daisy. Keith mengambil alih bunga itu dari tangannya.

"Maaf, aku membuatmu jadi terlambat pulang," kata gadis itu tak enak.

"Tidak apa-apa. Kamu pelanggan setia kami. Pelan-pelan saja melihat dan memilih bunga sesukamu. Jangan sungkan!" ujar Keith dengan senyum ramah.

Lalu gadis itu mengambil beberapa tangkai Aster dan Krisan. Kemudian menyerahkannya kepada Keith.

"Mau dirangkai?" tanya Keith.

"Tidak perlu. Seperti biasa, bungkus sesuai jenis saja," jawab gadis itu sambil memperhatikan Keith.

"Maaf, kalau aku boleh tahu, gadis yang tadi pulang duluan itu siapa?" tanya si gadis.

"Dia anak dari pemilik toko bunga ini. Sekarang dia yang bertanggung jawab di sini karena pemilik toko sudah meninggal," jawab Keith jujur.

"Oh," gumam si gadis.

"Ada apa?" tanya Keith.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja. Sebagai pelanggan setia bukankah ada baiknya kalau aku mengenali siapa saja pegawai yang bekerja di sini?" jawab si gadis dengan malu-malu.

"Oh, begitu. Kalau seperti itu mungkin aku harus mengenalkan diri," canda Keith.

Gadis itu malah tersenyum malu-malu. Namun ia mengulurkan tangannya lebih dulu.

"Aku Ariana."

"Keith." Keith balas menjabat tangannya. "Satu-satunya pegawai di sini," lanjutnya.

"Jadi, hanya kalian berdua di toko bunga sebesar ini? Apa tidak kerepotan?" tanya Ariana ingin tahu.

"Tidak. Akhir-akhir ini toko bunga sangat sepi pembeli. Aku justru khawatir pemiliknya akan menutup toko ini," jawab Keith sedikit khawatir.

"Tapi, aku merasa toko ini tidak akan ditutup. Lihat semua bunga segar di sini, mekar dan terawat dengan sangat indah. Kalau ada satu orang saja dalam sehari yang datang membeli bunga, dengan berbagai jenis dan pasokan bunga di sini, serta tangan terampilmu yang siap merangkainya untuk para pembeli, maka bosmu tidak akan menutup toko ini. Aku yakin!" ujar Ariana dengan wajah penuh keyakinan.

Keith tak bisa berkata-kata melihat keyakinan dalam wajah Ariana. Jika dipikir memang benar ucapannya. Ariana adalah pelanggan setia toko bunga ini, ia selalu datang setiap toko akan tutup meski tidak setiap hari. Justru kadang dialah satu-satunya pembeli di satu hari tanpa pengunjung itu.

Keith selesai membungkus bunga pesanan Ariana. Ia berikan padanya bersama nota jumlah harga yang harus dibayar. Ariana mulai merogoh isi tasnya.

"Kalau aku boleh tahu, kenapa kamu selalu datang di saat toko akan tutup?" tanya Keith. Ia penasaran juga.

"Pagi hari aku sangat sibuk. Ke universitas, bekerja, kursus, sedangkan jam pulangku hampir bertepatan dengan jam tutup toko bunga ini. Jadi, kadang aku harus berlari dengan sangat cepat untuk mengejar waktu sampai ke sini," jelas Ariana dengan penuh semangat.

"Jadi, kamu masih kuliah?" tanya Keith. Ia kagum juga pada gadis itu.

"Sebenarnya bukan kuliah. Aku hanya mengikuti kelas kursus tertentu saja. Selebihnya aku bekerja di kantinnya saja. Jadi aku harus pergi pagi-pagi sekali," terang Ariana.

"Oo ...." Keith manggut-manggut.

"Lain kali kalau sibuk kamu bisa memesannya lewat telepon. Aku bisa mengantarnya untukmu setelah tutup toko. Memangnya untuk apa bunga-bunga ini? Kalau aku boleh tahu," tanya Keith lagi.

"Bunga ini untuk persembahan nanti malam di kuil. Mungkin kamu bisa ikut, kalau kamu tidak ada kegiatan," jawab Ariana sembari menawari. Dalam hati ia sangat berharap Keith untuk ikut.

Keith berpikir sebentar lalu bertanya. "Apa boleh?"

"Tentu saja boleh," jawab Ariana bersemangat. Keith lalu mengangguk.

^^^bersambung....^^^

Terpopuler

Comments

ℛᵉˣArleta shin𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ

ℛᵉˣArleta shin𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ

kenangan memang tak bisa menghilang begitu saja .. tapi tetap kita harus membuka lembaran baru dan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran sama seperti kita merawat bunga memotong kisah yang tak terpakai agar tumbuh kisah yang baru dan lebih indah

2024-08-22

1

𝐀⃝🥀𝐌𝐀𝐗❤V

𝐀⃝🥀𝐌𝐀𝐗❤V

duh namanya jga wanita
ga segampang itu menjalani kisah baru dan melupakan yg lama
cari kerjaan baru mngkn akan berubah kehidupan baru dan pastinya akan bertemu dgn org yg baru
semangat

2024-08-22

1

❁🅢🅐🅛❁$aly

❁🅢🅐🅛❁$aly

pola pemikiran yg bijak mama Edeline. Sekalian ttp meneruskan usaha yg telah dirintis suaminya

2024-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!