Daniel yang merasakan gerakan-gerakan di sekitarnya membuka mata dan mendapati adiknya, Ghania, berbaring di pelukannya.
" Apa yang kamu lakukan, Tuan Putri?" tanya Daniel.
" Kakak hangat dan wangi," jawab Ghania.
" Benarkah? Kenapa Tuan Putri berada di sini?" tanya Daniel.
" Ghania mencari kakak ke mana-mana tetapi kakak sedang tidur di sini," timpalnya.
" Kamu mencari ku? Hmm? Jadi, bagaimana rumah barumu? Apakah cukup bagus untukmu, Tuan Putri?" tanya Daniel.
" Eummm... Rumah kakak sangat besar, bahkan kamarku sangat besar," jawab Ghania antusias.
" Hahaha, sekarang ini akan menjadi rumahmu juga, Sayang."
" Jadi, apa kita akan menjadi keluarga yang bahagia?" tanya Daniel sambil mengeratkan pelukannya.
" Eumm... Ghania dan kakak akan sangat bahagia," jawab Ghania tersenyum lebar.
" Tidurlah, besok kakak akan mengajakmu berkeliling."
" Benarkah?" tanya Ghania bersemangat.
" Tentu, tetapi sekarang kamu harus tidur dengan baik," ucap Daniel sambil menaikkan selimut untuk menyelimuti Ghania.
" Kakak, selamat malam."
" Selamat malam, Sayang," jawab Daniel.
Pagi hari berikutnya, Daniel bangun lebih dahulu dengan rasa kesemutan di lengannya. Dia perlahan-lahan menarik tangannya dan berdiri tanpa mengganggu tidur Ghania.
Dia turun ke bawah untuk memasak, karena hari ini adalah hari Minggu, dia berpikir untuk memasak sesuatu untuk Ghania namun menyadari bahwa kulkasnya tidak berisi sama sekali. Dia kembali ke atas untuk mengambil dompet dan pergi berbelanja, namun saat dia hendak masuk, ternyata Ghania baru saja terbangun.
" Kakak?" panggil Ghania sambil tersenyum dengan muka bantalnya.
" Selamat pagi, Tuan Putri. Tidurmu nyenyak?" tanya Daniel.
" Eummm," angguk nya.
" Kakak mau ke mana?" tanyanya.
" Kakak akan membeli beberapa barang untuk memasak sarapan," jawabnya.
" Ghania mau ikut."
"Boleh, pergilah cuci muka dan gosok gigimu, lalu kita pergi."
"Baik!"
Keduanya pergi ke supermarket yang tidak jauh dari rumah. Rumah mereka berada di kompleks tengah kota yang sangat dekat dengan fasilitas umum mana pun, sehingga mereka bisa cukup berjalan saja.
Mereka berjalan bergandengan menuju supermarket. Beberapa orang tetangga menyapa dan bertanya siapa anak kecil itu, dan dengan bangganya Daniel menjawab bahwa itu adalah adiknya. Tidak seperti di desa, orang-orang di sekitar tidak terlalu peduli tentang asal usul adik Daniel yang adalah seorang anak tunggal.
Sesampainya di supermarket, mereka mulai berkeliling untuk membeli barang-barang yang mereka perlukan.
"Apakah Ghania punya sesuatu yang ingin dimakan?" tanya Daniel.
"Tidak, Ghania suka apa pun yang kakak masak," jawabnya sambil tersenyum.
Setelah berbelanja di lantai 2, mereka turun melewati beberapa toko pakaian. Daniel pun berpikir bahwa mungkin Ghania butuh lebih banyak pakaian karena dia adalah anak perempuan. Jadi, dia mengajak Ghania membeli beberapa pakaian.
Setelah selesai berbelanja, keduanya kembali ke rumah. Daniel segera pergi ke dapur dan memasak untuk Ghania.
"Kakak, bisa masak?" tanya Ghania.
"Tentu, kakak selalu masak untuk diri sendiri sebelumnya, tetapi sekarang kakak akan masak untuk Ghania juga. Jadi, kalau Ghania mau makan sesuatu lain kali, bilang saja, biar kakak masakkan. Oke?"
"Oke!"
Keduanya menyantap nasi goreng spesial buatan Daniel dengan lahap di meja makan.
"Setelah makan, Ghania langsung mandi. Nanti Ghania ikut kakak keluar ya," ajak Daniel.
"Kita mau ke mana, kak?" tanya Ghania kecil.
"Eumm, buat akta baru Ghania. Setelah itu, kita lihat sekolah buat Ghania."
"Sekolah? Ghania boleh sekolah, kak?" tanyanya dengan semangat.
"Tentu saja, Ghania bisa pilih sekolah mana pun yang Ghania mau."
"Horeee, Ghania boleh sekolah! Hihii," tawanya lucu.
Setelah makan, Ghania naik ke kamarnya untuk mandi dan bersiap. Setelah mandi, Ghania membuka pintu lemari dan melihat deretan baju yang sangat cantik, belum lagi yang baru saja dibelikan kakaknya. Dia memilih acak pakaian-pakaian itu karena dia yakin semuanya pasti cantik saat dikenakan. Dia turun ke bawah untuk menghampiri kakaknya setelah bersiap.
Daniel benar-benar terpanah dengan adik kecilnya yang sangat imut itu. Benar-benar seperti Tuan Putri kecil.
Keduanya pun melaju dengan mobilnya menuju kantor urusan sipil untuk membuat akta. Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya akta untuk Ghania pun keluar.
"Ghania, setelah dapat ini. Sekarang Ghania bukan lagi Ghanisya Ashya, tetapi Ghanisya Ashya Arnatha."
"Arnatha itu siapa, kak?"
"Arnatha itu nama belakang kakak. Sekarang Ghania sudah jadi keluarga kakak, jadi Ghania tidak boleh meninggalkan kakak, oke?"
"Oke! Wahhh, nama Ghania jadi sangat indah, hihii."
"Sekarang ayo lihat sekolah Ghania!" ujar Daniel langsung menggendong Ghania dengan semangat.
Mereka berkendara sekitar 15 menit menuju sekolah itu. Begitu sampai saja, Ghania sudah terkagum-kagum melihat gerbang sekolah yang sangat besar itu. Di atasnya terdapat gapura besar bertulis "International Art School".
Daniel sengaja memilih sekolah ini, karena dia menyadari bahwa Ghania sangat tertarik dengan gambar dan seni.
"Kak, sekolah ini terlalu besar. Bagaimana jika Ghania tidak bisa belajar dengan baik? Pasti di sini banyak pelajarannya," ujarnya tiba-tiba merasa takut.
"Ghania, tenang saja. Di sini Ghania bakal lebih sering menggambar, kok. Pelajaran biasa cuma pendukung saja. Ghania suka gambar, kan?" jelas Daniel.
"Iya, Ghania suka gambar."
Keduanya bertemu kepala sekolah yang telah secara khusus mau bertemu dengan mereka meskipun di hari Minggu.
"Selamat pagi, Pak Hadi. Saya Daniel yang menghubungi Anda tadi pagi."
"Ah, iya, iya, saya kenal, Nak Daniel. Tidak perlu terlalu sungkan. Hahaha, anggap saja seperti di rumah. Jadi ini adik lucu yang mau mulai bersekolah?" tanya Pak Hadi berbasa-basi.
"Iya, ini adik saya, Ghania. Ghania, ayo sapa Pak Hadi."
"Hallo, Pak. Saya Ghania, usia saya 8 tahun," sapa Ghania.
"Ah, iya, iya, lucu sekali," puji Pak Hadi.
"Jadi, maksud saya, saya ingin adik saya belajar di sini, Pak."
"Ah, tentu saja, tentu saja," jawab Pak Hadi tanpa ber basa-basi.
"Tetapi karena adik saya sebelumnya tidak pernah sekolah di sekolah umum, jadi saya berharap sekolah dapat memberikan sedikit lebih banyak perhatian padanya. Apa mungkin untuk seperti itu, Pak?" tanya Daniel.
"Tentu, itu bukan hal yang sulit, tetapi untuk mendapatkan kelas lebih intensif, mungkin adik Anda akan mengorbankan banyak waktu dan juga akan menghabiskan banyak biaya. Apa Anda yakin?" tanya Pak Hadi.
"Saya tidak masalah dengan biayanya, Pak, dan saya yakin adik saya akan menyukainya nanti meskipun agak lebih sulit di awal," jawab Daniel.
"Baiklah, jika Anda yakin, ini adalah formulir kelas intensif. Silakan Anda isi di rumah dan bawa kembali bersama semua persyaratannya besok untuk mulai sekolah," kata Pak Hadi sambil menyerahkan beberapa lembar kertas.
"Ah, iya, baik. Terima kasih atas bantuannya, Pak. Mohon bimbing adik saya, Pak," ucap Daniel sambil berdiri dan bersalaman dengan Pak Hadi.
"Tentu, tentu. Jangan sungkan," balas Pak Hadi. Kemudian, Daniel dan Ghania pun pergi.
"Kak, sekolah ini mahal ya? Jika terlalu mahal, sebaiknya kita cari yang lain saja," ujar Ghania tiba-tiba sambil berjalan ke gerbang keluar.
"Apa?" tanya Daniel heran bagaimana anak kecil ini bisa berpikir seperti itu.
"Kalau sekolahnya mahal, kita cari yang lain saja," jelas Ghania.
"Ghania, sekolah ini memang mahal, tentu saja, karena ini salah satu sekolah yang paling bagus di negara ini. Tetapi itu bukan masalah karena kakak bisa membayarnya. Lagipula, itu bukan urusan anak kecil untuk memikirkan uang. Tugasmu sekarang hanya belajar, mengerti?" ucap Daniel memberi penjelasan.
"Eummm, baik, kak," jawab Ghania.
Keduanya kembali ke rumah. Saat sampai di depan gerbang, Ghania terkesima dengan rumahnya. Sebelumnya, dia tidak benar-benar memperhatikan, tetapi ketika mereka sampai, Ghania baru menyadari bahwa rumah sang kakak sangatlah indah dengan nuansa putih dan emas yang besar dan mewah.
"Kak, rumah ini sangat mewah," ucapnya terkesima.
"Benarkah? Apa kamu baru saja menyadarinya? Hahaha," tawa Daniel dengan ketinggian suara adiknya.
"Tadi Ghania belum sadar, ternyata dari luar pun sudah terlihat indah."
"Ayo, masuk, Tuan Putri. Ini sudah hampir sore," ajak Daniel.
Ghania langsung kembali ke kamarnya untuk mandi dan ganti pakaian, begitu pula dengan Daniel. Keduanya kemudian menikmati makan malam dan kembali untuk tidur. Setelah mengantar Ghania kembali ke kamarnya, Daniel pun pergi ke kamarnya untuk beristirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments