Putaran Takdir
"Maafkan kami, Nak. Kami tidak bisa menanggung mu. Hiduplah dengan baik tanpa kami," ujar seorang pria tua meninggalkan seorang bayi perempuan di depan pintu sebuah panti asuhan.
Delapan tahun kemudian...
"Ghania, ayo pulang. Sudah hampir waktunya makan malam. Ibu panti akan marah jika kamu tidak makan, Nak," panggil seorang suster.
"Tidak mau, Suster. Ghania mau di kamar saja," ujar anak kecil itu dengan lesu.
Melihat kekerasan kepala si kecil, suster tidak punya pilihan selain melaporkannya kepada kepala panti.
"Maaf, Bu. Ghania terus-terusan tidak mau makan. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi, Bu," lapor suster.
"Kenapa ya, belakangan ini dia sering menolak makan? Apa terjadi sesuatu padanya, Suster?" tanya ibu panti.
"Saya tidak tahu, Bu. Mungkin dia bertengkar lagi dengan teman-temannya?" tanya suster, bingung dengan tingkah laku Ghania.
"Baiklah, biar saya yang membujuknya makan."
Di tempat lain, Ghania tampak duduk di atas tempat tidurnya sambil menahan tangis.
"Ghania, apa yang salah, Nak? Kenapa kamu terus menolak makan?" tanya ibu panti, mendekati Ghania.
"Tidak apa-apa, Bu. Ghania tidak lapar," jawab Ghania.
"Tidak boleh begitu, Sayang. Kamu harus makan. Bukannya Ghania mau bertemu Mama dan Papa. Kalau Ghania tidak makan, Mama dan Papa pasti marah."
"Tetapi kenapa Mama dan Papa tidak datang jemput Ghania, Bu? Ghania sudah rajin belajar dan baik, kok, Bu. Kenapa Mama dan Papa tidak jemput Ghania?" tanya Ghania sambil terisak.
"Mungkin Mama dan Papa sedang sibuk, Ghania. Kamu harus sabar, ya. Ghania makan dulu, yuk," ajak ibu panti.
"Iya, Bu."
Di sisi lain, seorang pria tua dan istrinya terduduk dengan tangan dan kaki terikat.
"Maafkan saya, Tuan. Saya salah. Saya akan mengembalikan semua uang itu, Tuan. Tolong ampuni kami, Tuan," ucap pria tua itu memohon.
"Bagaimana kau akan menggantikan kerugian perusahaan sebesar itu, ha? Bahkan jika aku mengeluarkan semua organ di tubuhmu dan istrimu ini, itu tidak akan cukup membayarnya," ucap dingin pria muda itu.
"Maaf, tuan. Saya akan benar-benar melunasinya. Saya akan mencari jalan keluar. Tolong beri saya sedikit waktu, tuan."
Dor Dor
Suara tembakan yang mengarah ke kedua orang itu membuat mereka mati seketika.
Satu minggu kemudian...
"Mayat sepasang suami istri ditemukan di sekitar pantai tadi pagi sekitar pukul 6.20 pagi dengan luka tembak di tubuh keduanya. Saat ini polisi sedang menyelidiki pembunuh mereka." Suara penyiar berita di televisi.
"Kabar yang buruk di pagi hari, ya, Bu?" ujar salah satu suster di panti.
"Iya, benar-benar kejam orang yang mampu membunuh orang lain dengan cara seperti itu," ujar ibu panti prihatin.
"Suster, matikan televisinya. Takut anak-anak menontonnya, itu akan berpengaruh buruk bagi mereka nanti," suruh ibu panti.
"Baik, Bu."
"Suster, Ghania terluka!" teriak salah seorang anak.
"Apa? Di mana?" tanya suster.
"Di taman belakang, Suster."
Dengan cepat, keduanya berlari ke taman belakang panti. Mereka terkejut melihat Ghania dengan darah yang mengalir di belahan poninya yang berantakan. Ternyata dia bertengkar dengan seorang anak laki-laki bernama Rion.
"Ghania! Astaga, Suster, bawa Ghania ke ruang kesehatan," kata salah satu suster.
Dengan cepat, Ghania dibawa ke ruang kesehatan dan luka di tubuhnya diobati.
"Ghania, kenapa, sayang? Biasanya Ghania tidak pernah bertengkar. Ada masalah apa, Nak?" tanya ibu panti.
"Rion terus mengatakan bahwa Ghania dibuang oleh mama dan papa, padahal Ghania hanya dititipkan. Nanti papa dan mama pasti menjemput Ghania, kan, Bu?" jelas Ghania.
"E... Iya, Papa dan Mama pasti menjemput, tetapi Ghania tidak boleh berantem lagi. Kalau Ghania terluka lagi, Mama dan Papa akan marah, ya? Jangan berantem lagi, ya?" bujuk ibu panti.
"Iya, Bu. Maafin Ghania, ya."
"Iya, sayang."
Beberapa bulan kemudian...
"Apakah sudah ada perkembangan tentang kasus ini?" tanya seorang senior pada juniornya.
"Belum, Pak. Kami belum bisa melacak pelakunya."
"Apa saja yang kalian lakukan beberapa bulan ini, huh? Bahkan mayatnya sudah terkubur sekarang, tapi kalian belum menemukan apa-apa? Kalian semua bodoh atau apa, huh?!" teriak marah polisi itu.
"Tetapi, Pak, sepertinya kami menemukan sesuatu tentang keluarga mereka," ujar sang bawahan.
"Sepertinya mereka berdua memiliki seorang anak yang ditinggalkan di sebuah panti," lanjutnya.
"Hubungi anak itu, mungkin kita akan menemukan sesuatu tentang keluarga mereka."
"Baik, Pak."
Polisi itu bernama Daniel Arnatha, seorang anggota kemiliteran divisi kejahatan dan kriminalitas. Saat ini dia berusia 21 tahun. Dia langsung pergi ke panti asuhan setelah melapor pada atasan. Begitu sampai, dia disambut hangat oleh ibu panti.
Fyi : Kepolisian dan kemiliteran disini memiliki tugas dan kewenangan yang sama tanpa batas jadi dalam kata lain polisi \= militer begitu pun sebaliknya.
"Maaf, apakah Anda yang menelpon tadi?" tanya ibu panti.
"Iya, Bu. Saya Daniel yang menelpon tadi. Kalau boleh, apakah saya boleh bertemu dengan Ghanisya?" tanya Daniel.
"Tentu saja, mari ikut saya."
Keduanya duduk di ruang pertemuan.
"Sebenarnya, saya datang karena ingin mengetahui sesuatu tentang orang tua Ghanisya, Bu. Apakah ibu tahu tentang berita pembunuhan beberapa bulan lalu? Tentang sepasang suami istri yang ditemukan terbunuh dan hanyut di sungai?" jelas Daniel.
"Iya, saya tahu. Apakah mereka adalah orang tua Ghania, Pak?"
"Ya, Bu, mereka adalah orang tua kandung Ghania. Sejauh yang kami ketahui, keduanya kemungkinan dibunuh karena utang piutang dengan sebuah perusahaan. Namun, perusahaan tersebut sama sekali tidak ingin bicara tentang insiden ini, dan kami tidak memiliki kuasa apa pun karena mereka adalah perusahaan besar," jelas Daniel.
"Jadi kami mencari tahu, mungkin Ghania, yang adalah anaknya, tahu sesuatu atau apa pun," lanjut Daniel.
"Maaf karena mengecewakan Anda, Pak, namun Ghania sudah ditinggalkan sejak berusia 6 bulan, jadi dia sama sekali tidak memiliki kenangan dengan orangtuanya," jelaskan ibu panti.
"Benarkah? Saya pikir dia baru dititipkan di sini, jadi mungkin dia tahu sesuatu. Tetapi tidak apa-apa, setidaknya kedatangan saya telah memberikan pencerahan padanya tentang kedua orangtuanya," ujar Daniel.
Di tengah percakapan itu, Ghania masuk bersama suster yang tadi memanggilnya. Begitu Ghania masuk, Daniel langsung terpanah melihat gadis kecil berkulit putih dengan hidung mancung, bibir mungil, dan mata yang bulat sekaligus tajam itu. Langsung terasa sakit hatinya mengingat anak sekecil ini sudah ditinggalkan orangtuanya seperti ini. Ini pertama kalinya dia menangani kasus yang melibatkan anak kecil seperti ini. Memang benar dia sudah bertugas selama beberapa tahun ini, tetapi ini benar-benar pertama kalinya, dan dia sangat tidak tega.
Dia tahu rasanya ditinggalkan orang tua saat masih berusia 15 tahun, tetapi anak ini bahkan belum berusia 10 tahun.
"Ghania, beri salam. Dia adalah polisi baik yang ingin bertemu Ghania," ujar ibu panti.
"Ghania, Tidak buat salah apa-apa kok, Bu. Kenapa Ghania bertemu Pak Polisi?" ujar Ghania langsung bersembunyi di balik susternya.
"Ghania ga buat salah kok, Kakak polisi datang buat jadi teman Ghania kok," ucap Daniel, berlutut menghadap Ghania yang bersembunyi ketakutan.
"Teman? Tetapi Ghania masih kecil, tidak bisa berteman sama orang dewasa," jawabnya.
"Umm... kalau begitu, Ghania mau jadi adik Pak Polisi?" tanya Daniel.
"Adik? Jadi Ghania punya kakak? Benarkah?" jawabnya riang.
"Iya, kakak nanti sering jenguk Ghania ya, boleh?"
"Boleh! Ghania suka punya kakak. Siapa nama kakak?" teriaknya antusias.
"Nama kakak Daniel," ujarnya, mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Aku Ghanisya Ashya, panggil saja Ghania..."
"Tapi, Kak, kenapa Mama Papa ga jemput Ghania?" tanyanya sedih.
"Umm... karena Ghania belum gede. Nanti kalau Ghania udah gede, Ghania pasti tahu,"
"Ya udah, ga papa. Ghania udah senang kok bertemu kakak. Kakak tinggal bersama Ghania kan?" tanyanya polos.
"Maaf ya, tetapi kakak sedang bekerja, jadi kakak tidak bisa menemani Ghania di sini. Kakak bakal sering mampir ke sini. Ghania jangan sedih ya," jelas Daniel.
"Yah... Kenapa kakak tidak bisa sama Ghania? Tapi tidak apa-apa, kakak janji ya akan sering-sering mampir bertemu Ghania," katanya sambil mengedepankan jari kelingkingnya untuk berjanji.
"Tentu, kakak janji," Daniel mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari anak kecil yang imut itu.
"Kalau begitu, kakak pergi dahulu ya. Minggu depan kakak akan datang lagi, oke?"
"Oke, kak," jawabnya dengan ceria.
"Bu, saya pamit dahulu ya. Minggu depan saya akan mampir lagi."
"Tentu, Pak. Terima kasih sudah berkunjung."
"Sama-sama, Ghania. Kakak pergi dahulu ya. Bye~"
"Iya, kak. Bye~"
Disclaimer lagi : Tentara dan polisi memiliki kekuasaan, kewenangan, dan tanggung jawab yang sama, namun tidak tanpa batas kekuasaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments