Daniel kembali ke kantornya untuk melaporkan informasi yang telah dia dapatkan.
"Jadi, dia sudah dititipkan sejak berusia 6 bulan? Mereka benar-benar orang tua yang luar biasa. Mereka meninggalkan anak mereka sendiri sejak bayi. Entah apa dosa yang telah mereka lakukan," ujar sang kepala.
Sejak saat itu, kasus tersebut menjadi terbengkalai karena tertimpa kasus-kasus penting lainnya. Daniel terus bertemu dengan Ghania di akhir pekan untuk bermain selama beberapa bulan, dan keduanya menjadi sangat akrab satu sama lain.
"Kakak, kenapa kakak bodoh sekali? Masa polisi tidak bisa menangkap anak kecil," ejek Ghania sambil berlari.
"Ghania, kamu memang luar biasa. Kakak pun tidak bisa menangkap Ghania. Hahaha," ucap Daniel.
"Pak Daniel benar-benar akan menjadi seseorang yang sempurna untuk menjaga Ghania," ujar ibu panti dari kejauhan mengamati keduanya tertawa dengan riang.
Setelah puas bermain, Ghania dipanggil untuk makan siang, sedangkan Daniel diajak bicara oleh ibu panti di kantornya.
"Ada apa, Bu? Tiba-tiba Anda ingin bicara? Sepertinya ini cukup serius," tanya Daniel.
"Saya benar-benar memperhatikan Ghania ketika bersama dengan Anda. Dia tampak sangat bahagia, dan Anda juga tampak sangat menyayangi Ghania. Jadi, saya ingin bertanya, apakah Anda berniat untuk mengadopsi Ghania? Menurut saya, Anda adalah pilihan terbaik untuk Ghania," ucap ibu panti.
"Mengadopsi? Saya tidak pernah memikirkan itu sebelumnya. Tetapi kenapa Anda ingin saya mengadopsi Ghania?" tanya Daniel lagi.
"Saya hanya berpikir bahwa Ghania layak mendapatkan keluarga yang sebenarnya di luar sana. Dia sudah berada di sini sejak bayi. Saya ingin dia keluar dan melihat banyak hal di luar sana, dan saya merasa Anda adalah orang yang tepat untuk itu, Pak Daniel."
"Maafkan saya, Bu, tetapi mungkin saya akan berpikir lagi tentang itu," jawab Daniel.
"Tidak masalah, Anda dapat berpikir pelan-pelan."
Sore harinya, Daniel berpamitan dengan Ghania dan segera melaju dengan mobilnya pulang ke rumah. Setelah menyegarkan diri, Daniel duduk di ruang tamu rumahnya sambil menyantap mi instan dan menonton TV. Dia terus memikirkan perkataan ibu panti padanya.
Keesokan harinya, ini adalah hari yang berat bagi Daniel. Dia dimarahi habis-habisan oleh atasannya karena sebuah kasus yang tak kunjung selesai. Dia kembali ke rumah dengan lelah, menyadari bahwa rumahnya begitu sunyi dan kosong. Benar-benar menyedihkan. Mengulang hal yang sama berulang-ulang setiap hari. Ketika dia mengingat Ghania, entah rasanya hatinya memanas dan membuat kelelahannya sirna. Pada saat itu, dia memutuskan bahwa dia akan membawa Ghania ke rumahnya.
Pagi hari di akhir pekan ini, dia telah meyakinkan diri bahwa dia akan merawat Ghania. Dia berangkat ke panti asuhan dengan hati senang. Begitu sampai, dia langsung menemui ibu panti.
"Begini, tentang apa yang Anda katakan sebelumnya. Saya sudah berpikir cukup lama dan saya merasa bahwa saya bisa merawat Ghania bersama saya. Jadi, Bu, izinkan saya merawat Ghania," kata Daniel.
"Benarkah? Saya turut senang untuk Ghania. Saya percaya Anda akan menjaga Ghania dengan baik nantinya," ujar ibu panti.
"Terima kasih, Bu. Saya akan membawa Ghania bersama saya hari ini jika diizinkan," pinta Daniel.
"Tentu, Pak Daniel. Kami akan bicarakan dengan Ghania terlebih dahulu jika begitu. Silakan Pak Daniel berkeliling atau beristirahat dahulu," ucap ibu panti sambil beranjak dari tempat duduknya.
Di sisi lain, Ghania sedang duduk menggambar di bawah sebuah pohon ketika ibu panti mendekatinya.
"Sayang, kamu sedang apa ?" tanya ibu panti.
"Ghania sedang menggambar, Bu. Ini Ghania, ini Kakak, ini Papa, dan Mama," jelasnya.
"Wah, Ghania pintar gambarnya ya. Ghania, mau tidak tinggal bersama Kakak?" tanya ibu panti.
"Kakak? Mau! Ghania mau, Bu!" teriaknya antusias.
"Tetapi kalau Ghania tinggal sama Kakak, siapa yang jagain Ibu? Nanti kalau Papa Mama jemput, bagaimana?" tanyanya dengan wajah berubah sedih.
"Ghania, tenang saja. Ibu banyak yang jagain kok. Nanti kalau Papa Mama jemput, Ibu telepon saja Ghania. Kan Ghania bisa telepon Ibu dari rumah Kakak," jawab ibu panti memberikan pengertian.
"Benar, Kakak kan punya banyak uang, pasti di rumahnya banyak telepon. Tapi Ibu janji ya, sering telepon Ghania," ujarnya mengajak si Ibu untuk janji kelingking.
"Tentu, ya sudah, Ghania, siap-siap yuk. Pulang ke rumah Kakak," jawab ibu panti mengaitkan kelingkingnya.
Setelah bersiap-siap, ibu panti mengajak Ghania menemui Daniel di ruang pertemuan.
"Kakak!" teriak Ghania dengan semangat.
"Halo, Tuan Putri. Kamu kangen kakak?" tanya Daniel sambil menggendong dan memeluk Ghania.
"Eumm... Ghania kangen kakak," jawab Ghania.
"Ghania siap buat tinggal di rumah baru?" tanya Daniel.
"Eumm," jawabnya sambil mengangguk.
Namun kemudian dia menatap sang ibu panti dan meronta turun lalu memeluknya.
"Nanti Ghania bakal kangen sama ibu. Ibu jangan lupain Ghania ya?" ucapnya sambil menahan tangis.
"Tentu, Ghania kecil adalah kesayangan ibu. Ibu ga akan lupain Ghania. Nanti Ghania sering-sering main ke sini ya? Bertemu temen-temen sama suster-suster," balas ibu panti sambil memeluk Ghania.
"Iya, nanti Ghania sering-sering ke sini, Bu," jawabnya sambil menangis.
"Ya sudah, Bu, kami pamit dahulu. Nanti kami akan sering berkunjung jika ada waktu. Terima kasih atas jasa Anda selama ini, saya akan menjaga Ghania dengan baik," pamit Daniel sambil meraih tas pakaian Ghania.
"Tentu, Pak Daniel, kami percaya pada Anda."
Keduanya berjalan meninggalkan panti, Ghania terus menangis sambil melihat ke belakang. Setelah duduk di mobil, Daniel melihat Ghania yang masih menangis dan menghapus air matanya.
"Ghania, jangan nangis lagi ya. Nanti kita sering-sering ke sini. Oke?" ujarnya sambil menenangkan Ghania.
"Iya, Kak," jawabnya sambil langsung menghapus air matanya.
"Ghania tidur aja, rumah Kakak lumayan jauh. Nanti Kakak bangunin kalau sudah sampai, ya," ucap Daniel.
Ghania pun mencari posisi yang nyaman untuk tidur.
Keduanya sampai di rumah, melihat Ghania yang tertidur pulas, Daniel tidak tega untuk membangunkannya. Dia pun memutuskan untuk menggendong Ghania ke kamarnya.
Setelah menidurkan Ghania di kamarnya, Daniel kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berbaring untuk beristirahat karena sudah pukul 9 malam.
Sementara itu, Ghania baru saja terbangun dari tidurnya.
Ketika membuka mata, dia tampak kagum dengan ruangan yang dipenuhi dengan nuansa putih dan pink yang lembut. Kamarnya sangat luas, bahkan hampir tiga kali lipat dari kamarnya di panti asuhan, dilengkapi dengan kamar mandi dalam ruangan dan balkon yang cantik menghadap kolam renang.
Memang Daniel adalah orang yang cukup kaya berkat warisan yang ditinggalkan orang tuanya dan pekerjaannya yang stabil.
Ghania keluar dari kamarnya setelah mandi dan berganti pakaian. Dia mencari di mana kakaknya berada. Dia turun ke lantai satu berpikir bahwa sang kakak sedang duduk di sana, namun ternyata tidak ada. Akhirnya, dia kembali ke lantai dua untuk melihat beberapa ruangan di sana. Dia membuka pintu kamar yang tepat berada di sebelah kamarnya dan menemukan sang kakak yang tertidur pulas. Dia naik ke atas ranjang itu dan memposisikan dirinya tidur di pelukan sang kakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments