PEREMPUAN ITU BERNAMA NINA

Hujan deras mengguyur lebat di kota metropolitan. Sekerumunan awan hitam mengumpul dalam satu titik. Ditemani dengan sinar pekat dan bunyi guntur berderu hebat.

Cuaca malam ini tidak sesuai dengan apa yang diinginkan perempuan yang bernama Nina. Ya, Nina Anggara Putri, perempuan cantik dengan tinggi semampai. Perempuan yang sangat ambisius dalam segala hal yang diinginkannya.

Tidak ada kata tidak untuk seorang Nina. Apapun itu, dia harus bisa dapatkan jika dia menyukainya. Nina salah satu perempuan paling cantik dikantornya. Ya, bisa dibilang mungkin satu-satunya yang paling cantik. Bukan karena tidak ada yang sebaya denganya, melainkan banyak sekali yang seumuran denganya.

Itu karena Nina terlahir dari keluarga konglomerat tingkat pertama. Dari situlah dirinya sangat terawat karena sangat mudah mendapatkan perawatan dari tempat-tempat ternama didalam atau luar negri. Bercerita tentang siapa dan apa latar keluarganya, sangat panjang sekali. Anak yang dilahirkan mendekat dari yang namanya sempurna, mungkin bisa dianugerahkan ke Nina.

Diusia 25 tahun, adalah usia kematangan untuk setiap makhluk yang bernama wanita. Usia matang dan subur bagi seorang Nina.

Kesempurnaan memang hanya milik Tuhan. Tapi, Nina mungkin salah satu mahluk yang Tuhan percaya untuk bisa merasakan indahnya dunia. Bagaimana tidak, selain dirinya sangat kaya melimpah ruah. Dia juga mempunyai pasangan yang sangat kaya tidak terjamah nilainya rupiahnya.

Sayang. Aku udah keluar kantor. Kamu jangan telat jemput. Ok

Pesan whasap Nina ke Reffan.

Jalinan asmara yang sudah sangat lama dijalankan dengan kekasihnya. Reffan Adi Saputra adalah nama kebanggan yang selalu ada dalam hati Nina. Tidak banyak yang mengenalnya. Itu karena Reffan memang jarang bergaul berkenalan dengan teman-teman Nina.

Hanya ada dua temannya yang bisa dibilang akrab dengan Reffan, yaitu, Jihan dan Andra. Reffan memang sedikit tertutup pribadinya. Bahkan masih banyak hal-hal yang sampai sekarang Nina belum ketahui tentang diri kekasihnya.

"Nin. Aku duluan ya. Dagh," kata salah satu temen kantor Nina yang baru saja melenggang pulang karena sudah mendapatkan taxi yang dipesannya.

"Bye. Hati-hati...," balas Nina.

Nina menunggu Reffan kekasihnya di lobby kantor tempat dia bekerja. Ditemani beberapa karyawan lain dan security kantor.

Sebagai seorang manager keuangan, Nina dikenal baik oleh rekan-rekanya. Juga sebagai teman curhat yang sangat bisa diandalkan. Apalagi curhatan sahabat untuk masalah uang, pasti akan selalu mencari Nina. Berbeda dengan Jihan yang merupakan sahabat dekat dan selalu ada bersamanya dalam suka dan duka.

Nina memang baru bekerja di perusahaan ini. Tapi sudah cukup untuknya membuat namanya naik sampai ketingkat direksi. Ya, selain karena kecantikanya, Nina juga sangat pintar. Maka dari itu, dia ditempatkan diposisi yang kebanyakan orang sulit mendapatkanya. Selain itu, dia juga didukung dari ijasah S2 diuniversitas ternama di eropa. Wajar kalau perusahaan nasional memberi mudah untuknya bekerja.

Menjadi kebanggan suatu perusahaan jika ada karyawannya pernah menuntut ilmu diperguruan tinggi luar negri. Sebenarnya itu adalah pandangan yang salah. Tidak semua perguruan tinggi luar negri bagus. Terbukti dari banyaknya warga-warga lokal negara ini yang bisa memenangkan kompetisi pelajaran tingkat dunia. Padahal, mereka bukan bersekolah diluar melainkan mereka hanya mengenyam sekolah didalam negeri tercinta.

Sebelumnya, Nina pernah bekerja di perushaan milik ayahnya. Tapi, karena perushaan itu sudah mulai menurun, ayahnya menjual salah satu perusahaan terbaiknya. Tapi, itu tidak membuat ayah Nina bangkrut.

Ayah Nina seorang pengusaha sukses yang mempunyai lebih dari 10 perusahaan besar. 5 perusahaan ayahnya berhasil menembus 10 besar ranking perusahaan terbaik diasia. Wow, prestasi yang sangat luar biasa.

Prestasi yang juga membanggakan Nina dan ayahnya. Prestasi yang tidak semua pengusaha-pengusaha lain bisa dapatkan. Memang Tuhan, jika sudah punya ketetapan, tidak akan melihat siapa orangnya. Karena Tuhan punya alasan tersendiri untuk menaikan derajat seorang hamba.

Keputusan Nina untuk mandiri memang keinginan dia sendiri. Maka dari itu, ketika ayahnya menawarkan bekerha diperusahaan lain miliknya, Nina menolak. 'Aku enggak mau dibilang anak yang bisa hidup cuma karena harta orang tua.' Kata Nina kepada ayahnya beberapa waktu silam.

"Hai mbak Nina. Belum pulang?" tanya Securiti yang sedang berjalan-jalan mengecek gedung.

"Oh. Belum pak. Saya belum dijemput," balas Nina.

"Oh begitu. Ya sudah saya kembali bekerja yah mbak." Kemudian Pak security itu pergi.

Nina mulai gelisah dengan belum munculnya batang hidung kekasihnya. Bertanya-tanya penuh harap. Tidak seperti biasanya kekasihnya datang terlambat menjemput sang pujaan hati. Berkali-kali Nina mencoba menelpon, tetap masih tidak ada jawaban dari Reffan.

"Apa sih maunya ini anak. Di telpon enggak diangkat. Diwhatsapp enggak dibales," gerutunya kesal.

Cantik, bukan berarti harus lembut. Nina memang mempunyai watak yang keras. Sifat yang dari dulu sudah ada dijiwa raganya, mendarah daging. Ya, kalau ditanya kekuranganya, mungkin itu adalah salah satunya. Sifat yang keras, ambisius juga sangat emosional.

Sudah lebih dari satu jam Nina menunggu di lobby kantor membuat hatinya mulai gelisah tak karuan.

"Bagus! sekarang malah mati telponya." Kesalnya memuncak.

Sudah lelah terasa, Nina memutuskan untuk pulang sendiri mengingat Reffan tidak bisa di hubungi. Dia mencari Taxi di luar lobby kantor. Dan beberapa saat kemudian, Taxi biru itu datang.

"Kejalan alam pesanggarahan cinere yah Pak," ujarnya kepada supir Taxi.

Si burung biru berjalan menembus kemacetan dalam gelapnya malam serta derasnya hujan. Memperlihatkan betapa lihainya sayap-sayap sibiru menyalip keras kendaraan yang lain.

Berselimut dalam gelapnya malam serta udara dingin dimobil, hati Nina masih gundah dengan kekasihnya yang tidak datang menjemput.

Kilometer per kilometer roda taxi berputar menuju alamat yang dituju. Deras hujan masih tak kunjung henti. Nina duduk dibangku belakang. Dia bersandar ke jendela kiri mobil. Matanya memandangi jalan sesak nan padat.

Bercampur lamunan dan gelisah, seketika itu, telpon genggam ditanganya bergetar. Melihat dengan cepat siapa gerangan yang menghubunginya. Berharap sang kekasih yang menghubungi, ternyata, harapan tinggal harapan. Di hidupkan layar dari ponselnya itu dan terdapat notifikasi pesan masuk dari salah satu kerabat Reffan yang juga dikenalnya.

"Andra!" gumam Nina.

Dengan cepat dia membaca isi dari pesan masuk yang bersumber dari Andra sahabatnya itu.

Nin. Ada kabar buruk. Maaf kalo aku sampaikan lewat pesan, karena aku lagi dimotor. Reffan kecelakaan. Mobilnya tabrakan dan sekarang dia dibawa ke RS. Imam Handoyo. Kamu segera kesana sekarang ya. Kita ketemu disana.

Bagai kilat yang menyambar raga, sekujur darah mengalir cepat. Sukma dalam jiwa bergejolak hebat, melawan sesak didada secara tiba. Hati tak kuasa menahan luka hingga perih yang terluapkan dari sisa emosi kini meneteskan air mata. Nina lemah tak berdaya.

Tangan bergetar hebat, kaki tak bisa beranjak. Nina benar-benar dalam guncangan yang kuat.

Pak supir yang melihat Nina seperti kesetrum dan menangis, dia mencoba untuk menegurnya.

"Mbak. Mbak baik-baik aja, kan," kata pak supir taxi.

Dengan mulut berat mengucap."Pak...Putar balik sekarang ke Rumah Sakit Imam Handoyo."

"Ba-baik, Mbak."

Pak supirpun memutarkan mobilnya berbelok arah menuju Rumah Sakit Imam Handoyo.

"Re-Reffan. Plis Reffan...Kamu baik-baik aja. Pliss...."

Nina menangis sesegukan. Tak kuasa menahan pilu yang mendalam seorang diri. Dia menghubungi Jihan sahabatnya.

"Halo.. han. Jihan...Han, Reffan... han...Reffan kecelakaan.. Sekarang di Rumah Sakit Imam Handoyo," ucapnya lirih penuh isak tangis.

"Ok. Aku kesana sekarang yah beb," balas Jihan diseberang telpon.

Beberapa saat kemudian, Nina sampai di RS Imam Handoyo. Dia bergegas masuk ke bagian IGD dimana itu ruangan Reffan sedang ditangani dokter.

Karena tim doketer ahli sedang bekerja, Nina tidak diizinkan untuk masuk kedalam. Dia hanya bisa menunggu diluar ruangan sambil melihat dari balik kaca transparan ruangan operasi tersebut.

Belum ada siapa-siapa di lorong ruang tunggu pengunjung pasien. Hanya jari menempel dibibirnya yang saat ini menahan cemas untuk sementara. Ya, Nina sangat panik. Panik kalau harus menghadapi kenyataan pahit yang akan diterimanya.

Jihan yang baru saja dikabarinya juga belum kunjung datang. Tak banyak yang dia bisa lakukan hanya duduk, berdiri, duduk, sangat gelisah.

Hari ini akan menjadi malam yang panjang untuk seorang Nina. Menghadapi Reffan yang sedang meregang nyawa.

Tak lama kemudian, Jihan sampai dan langsung memeluk Nina.

"Kok bisa. Gimana ceritanya?" tanyanya khawatir.

Sambil menangis dipelukan Jihan, Nina menjawab, "A-ku juga gak tau Han. Tadi siang Reffan masih baik-baik aja. Dia masih chat aku ngajak pulang bareng dan-. Dan-."

Nina tidak kuat melanjutkan ceritanya. Rasa sesak yang kuat didada menahannya untuk bersuara. Nina hanya bisa mengatakan dengan air mata.

Sebagai teman dan sahabat yang baik, Jihan membantu menenangkan Nina. Dia membiarkan bajunya basah akibat dari derasnya air mata Nina yang mengalir. Membiarkan sahabat meluapkan kegundahaanya. Meluapkan kesedihanya. Bahkan jika perlu, meluapkan kemarahannya.

Pintu ruang operasi pun terbuka. Bersamaan dengan itu datang seorang dokter yang menangani operasi Reffan.

"Siapa keluarga dari pak Reffan?" tanya dokter separuh baya tersebut.

Nina segera cepat menghampiri Dokter itu. "Orang tuanya berada diluar negri Dok. Saya Nina. Saya pacarnya Dok. Gimana keadaan pacar saya Dok..."

Dalam berita berat, tidak banyak yang bisa orang katakan. Termasuk Dokter, dia hanya menghela nafas panjang memberi makna yang sangat dalam.

"Gimana dok!" desak Nina.

"Bu Nina. Kami sudah berupaya sepenuhnya. Tapi, takdir menentukan lain. Maaf, pak Reffan tidak bisa kami selamatkan," ujar dokter itu.

"REFFAN!!!"

Jeritan kencang dari seorang Nina nyaring bergema. Terdengar hampir ke seluruh ruangan Rumah Sakit ini. Nina begitu terguncang hebat. Hati dan jiwanya runtuh seketika. Membuat Jihan kesulitan menenangkanya. Begitupun Andra yang baru saja tiba. Dengan susah payah mereka berupaya untuk menenangkan sahabat yang ditinggal mati kekasihnya.

Tidak kuat menahan beban didada, dan kemudian, tubuh Nina menggelepak. Nina sudah tidak sadarkan diri.

Benar-benar tepat pada waktunya. Karena kedua sahabatnya sudah berada disampingnya. Sudah siap sepenuh jiwa raga membantu Nina.

Jihan dan Andra menggotong Nina untuk dibawa keruangan pasien, dengan maksud untuk mengistirahatkan sejenak, sembari menyadarkan Nina yang baru saja tidak sadarkan diri.

Cukup lama Nina terbaring layaknya koma. Beruntung dia punya sahabat yang masih setia menemani disampingnya.

Sahabat yang benar-benar ada disaat Nina membutuhkannya. Bukan seperti teman-teman lain yang satu atap dikantor, yang hanya ada jika membicarakan masalah rupiah.

Setelah sadar, dia merasakan kepalanya terasa sedikit pusing. Karena darah yang mengalir belum sempurna mengisi kepalanya untuk mengalirkan oksigen keotaknya.

Teringat Reffan yang sudah tak bernyawa, Nina berusaha untuk bangkit dari kasur pasien. Tapi, Andra dan Jihan menghalanginya.

"Nin. Kondisi kamu juga belum stabil. Sabar dulu yah," ujar Jihan.

"Iyah Nin. Kita semua juga kehilangan Reffan. Sekarang, yang paling penting kamu harus pulih dulu," Andra menimpali.

Ninapun mengalah karena mendengar nasihat baik dari kedua sahabatnya. Ya, mau nanti atau sekarang sama saja, tidak akan merubah keadaan. Tidak akan merubah Reffan akan menjadi hidup kembali.

Akhirnya, dia kembali berbaring di kasur mengikuti saran terbaik dari teman-teman yang berada disampingnya.

Reffan sudah tidak ada lagi. Sudah tertutup cerita bersama Reffan mulai hari ini, bersamaan dengan tertutupnya jasad Reffan dengan kain putih.

Nina hanya bisa mengenangnya dalam sisa-sisa memori diingatanya.

Tidak ada senyum yang membuat hari-harinya menyenangkan. Tidak ada tawa dan canda diantara keduanya. Tidak ada lagi sedan hitam yang pintunya terbuka tepat jam 7 malam didepan lobby kantornya. Tidak ada balasan pesan darinya. Tidak ada lagi semuanya.

Kini hanya tinggal namanya yang masih berada dicelah-celah hati Nina. Hanya sepenggal sisa-sisa kalimat yang tertulis dipesan yang sudah terbaca. Hanya sebuah foto romantis yang terpajang dikamar Nina.

ya, itu semua hanya sisa-sisa kenangan bersamanya.

Bersambung-------------

Terpopuler

Comments

Niken Anandita Yudistira

Niken Anandita Yudistira

wah nina tetanggaan dong ama gw ...

2020-09-19

1

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

yang sabar ya nina😭

2020-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!