Setelah beberapa hari kematian Reffan...
Karangan bunga hampir setiap hari berdatangan. Memenuhi halaman rumah nina. Beratus-ratus ucapan turut berduka cita, bertaburan di Chat Sosial ponselnya. Duka pilu yang sangat dalam juga meliputi semua sahabat , keluarga Nina dan Reffan. Rencana pernikahan mereka yang sebenarnya akan dilaksanakan tahun depan kini hanya angan-angan.
Nina masih mengurung diri dalam kamar. Meratapi kematian Reffan yang sangat dia cintai.
Dirinya belum bisa menerima kenyataan, bahwa Reffan sudah tiada.
Setiap hari Nina hanya memandangi foto Reffan yang sedang memeluknya mesra dengan di hiasi bingkai kayu sederhana.
Reffan sangat berarti untuknya. Tak pernah lepas dipeluknya, boneka Beruang Pink pemberian Reffan di perayaan anniversary ke-3 hubungan mereka.
Penampilan Nina sudah tidak karuan. Tubuhnya sedikit kurus dan matanya sembab akibat nangis yang berkepanjangan.
Sementara itu, samar- samar terdengar di ruang tamu.
"Yah begitulah nak Jihan, Andra. Nina gak pernah keluar kamar. Jarang makan dan sudah dua minggu mengurung diri dikamarnya. Saya takut dia nanti jadi sakit. Mungkin kalian berdua bisa membuat dia lebih tenang."
Nina mendengar percakapan Ayahnya dan dua sahabatnya. Tapi, dia belum siap untuk menemui mereka.
Perasaan Nina masih sangat menderita dengan peristiwa yang menimpa dirinya. Ditinggal mati oleh kekasih tercinta. Puluhan pesan masuk di ponselnya tidak di gubris sama sekali. Nina seperti orang yang sudah kehilangan semangat hidup. Bayang-bayang kisah romantis Nina dan Reffan masih kental di memorinya.
Dret..dret...
Unknown calling.
Ponsel Nina menerima panggilan masuk.
Tetap nina masih tidak menghiraukan. Matanya hanya memandangi foto Refan dan Reffan. Hanya Reffan.
Setelah berkali-kali telponya berdering, Nina baru mau mengangkatnya.
Dengan kurang bergairah dia berusaha menjawab, "Halo!" sapa Nina dengan nada lemah.
"Selamat siang. Saya Kompol Dedy Rahman dari kepolisian bagian kriminal. Bisa berbicara dengan ibu Nina Anggara Putri?" sahut orang diseberang telepon.
"Iya saya sendiri. Saya Nina Anggara Putri. Ada apa Pak?"
"Bisa minta waktunya sebentar bu karena ada hal penting yang harus saya sampaikan."
"Silahkan Pak," balas Nina.
"Begini bu, berdasarkan penyelidikan kami dan beberapa barang bukti yang menguatkan, kalau kematian Bapak Reffan Aji Saputra ada kejanggalan. Artinya, korban kecelakaan akibat ulah sesorang. Bukan murni kecelakaan biasa. Mobil Sedan hitam yang digunakan Bapak Reffan, disabotase. Bukti kuat yang kami temukan adalah putusnya kabel rem mobil bapak Reffan yang terlihat disengaja" ujar Kompol Dedy.
Penjelasan panjang pak polisi itu membuat seluruh saraf di tubuhnya tegang tak beraturan hingga jantungnya berdebar kencang. Yang kemudian membuat semua ototnya menguat. " APA!"
Nina yang masih uring-uringan dan lesu seketika cepat mengangkat tubuhnya duduk bersandar.
"Mak-mak-maksudnya.
Reffan dibunuh pak!
astaga. Reffaan. Eng-gak. Eng-gak mungkin...," sangkal Nina gak percaya.
"Untuk itu, kami ingin menununjukan bukti-bukti kuat. Dan juga, ada beberapa pertanyaan yang ingin kami tanyakan. Bisa ibu datang kekantor sekarang?"
"Ok baik pak.
Saya segera kesana," balas Nina
dengan cepat.
Tut..tut..tut
Sambungan telpon terputus.
"Reffan dibunuh. Eng-gak mungkin.
Aku harus kekantor polisi sekarang.
Ya harus.
Reffaan..."
Tanpa pikir lagi dia segera bergegas. Membawa barang-barang seperlunya.
Diruang tamu, Ayahnya dan dua orang sahabatnya masih bercakap-cakap. Nina menuruni anak tangga dirumahnya dengan sangat tergesa-gesa.
"Ndra. Han. Temenin aku kekantor polisi sekarang!" perintahnya.
Kedua sahabatnya dan Ayah Nina bingung. "Tapi, ada apa?" tanya Jihan penasaran.
Sang ayah hanya memperhatikan anaknya dengan cemas.
"Udah. Nanti aku ceritakan dijalan," balas Nina.
Mereka segera menuju garasi mobil. Di ikuti kedua sahabatnya. Nina memberikan kunci mobil ke Andra dan menyuruhnya menyetir. Sedangkan Jihan dan Nina duduk dibelakang.
Mobil sedan yang berwarna merah meluncur keluar dari rumahnya. Melaju cepat melewati kendaraan-kendaraan di sekitar. Lampu merah pun diterobos dengan santai. Seolah rem mobil ini sudah lepas dari pedalnya.
Tin..tin..tin!!!
Suara klakson menggema setiap ada penghalang didepanya.
Andra mengendarai mobil seperti kesetanan.
Itu karena Nina yang menyuruh.
Hanya kurang dari satu jam mereka sudah sampai dikantor polisi. Nina dan Jihan segera bergerak cepat masuk kedalam. Sedangkan Andra masih mencari parkir mobil.
"Selamat siang. Saya Nina Anggara Putri. Saya mau ketemu dengan Bapak Dedy Rahman bagian kriminal," ujar Nina kepada polisi penjaga.
"Silahkan masuk bu. Itu ruangan Bapak," jawab polisi penjaga sambil menunjukan ruangan Pak Dedy.
Diruangan itu ada Kompol Dedy Rachman dan 2 orang anggota bagian penyidik.
"Silahkan duduk Bu Nina dan-," ujar Kompol Dedy.
"Jihan Pak. Nama saya Jihan," sahut Jihan dengan cepat.
Nina dan Jihan duduk didepan meja Kompol Dedy. Tanpa banyak basa basi Nina langsung bertanya ke pokok permasalahanya.
"Bagaimana kejadian yang sebenarnya pak?" tanyanya.
Kompol Dedy Rachman menunjukan bukti-bukti penyelidikan. Berupa lembaran-lembaran. Beberapa dari lembaran itu adalah foto foto bagian mobil yang digunakan Reffan saat kecelakaan.
Nina memperhatikan satu persatu lembaran itu. Matanya terkejut melihat kondisi parah mobil sedan hitam yang di kendarai kekasihnya itu.
Beberapa foto mengambil kerusakan kap mesin yang pecah sampai kekabin hingga tulang mobil sebelah kanan. Kondisinya, hancur lebur. Pihak penyidik berasumsi, kalau kecepatannya saat itu sekitaran 120 - 140 km/jam.
Wajar jiika Reffan saat itu meninggal ditempat.
Mobil reffan menabrak tiang besar persis dekat jembatan setelah tikungan tajam di sebuah jalan.
Ada perhatian khusus yang membuat Nina lebih terkejut. Ketika Kompol Dedy menunjukan sebuah foto bukti kuat dimana gambar itu menunjukan ada kabel rem yang putus dengan sengaja di bagian roda depan.
Kompol Dedy menjelaskan kalau kabel rem itu seharusnya tidak pernah putus. Kecuali, secara paksa. Walaupun dalam masa pakai yang sudah lama. Kompol Dedy juga sudah menanyakan Efektifitas kabel ke teknisi yang profesional.
"Saya mencurigai adanya bekas sayatan pisau yang merobek kabel mobil Bapak Reffan.
Bisa dilihat dari sisa potongan kabel yang berantakan," penjelasnya.
Nina menarik nafas dalam dan mengusap wajahnya. Lalu, memalingkan kekanan kearah jendela dari ruangan ini.
Jihan yang berada disampingnya mengelus-elus punggung Nina berusaha menenangkannya. Nina masih tidak percaya kalau ada yang tega melakukan ini pada kekasihnya.
Dia mengusal wajah dan menyibak rambutnya. "Tapi apa motif nya Pak?" tanya Nina. "Setau saya, pacar saya gak pernah bermasalah dengan orang lain. Apalagi punya musuh."
"Itulah yang akan kami tanyakan sama ibu demi memudahkan kami menyelidiki lebih lanjut," ujar Kompol Dedy menegaskan.
Kompol Dedy Rachman mulai menanyakan pertanyaan yang terkait dengan korban. Dari mulai aktifitas, sahabat dekat, keluarga sampai dengan siapa dia terakhir kali bertemu dan kemana dia terakhir kali berkunjung.
Semua pertanyan-pertanyaan itu dihujamkan ke Nina. Dan Nina, berusaha menjawab semaksimal yang dia tahu.
Sementara itu, Andra menguping dari luar ruangan Kompol Dedy Rahman. Wajahnya terlihat serius mendengarkan pembicaran Nina dengan Tim Penyidik.
"Terima kasih atas keteranganya bu. Untuk kedepanya kami akan proses lebih lanjut. Kemungkinan ada beberapa rekan dari bapak Reffan yang akan kami panggil untuk di mintai keterangan yang sama. Dan kami akan mengungkap kasus ini sampai selesai." Kompol Dedy menutup introgasinya.
"Terima kasih pak. Saya harap bapak segera menangkap pelakunya," pinta Nina.
Nina dan Jihan bersalaman dengan Kompol Dedy kemudian pamit izin keluar ruangan. Diluar ruangan, dia berpapasan dengan Andra yang baru saja menguping di depan pintu.
" Andra! kenapa gak masuk tadi?" tanyanya heran.
Andra mencari alasan. Matanya jajan kemana-mana. "Oh... aku. Aku baru saja menemukan tempat parkir. Parkir disni susah. Lahanya gak begitu luas dan banyak mobil parkir. Jadi, aku harus muter-muter dulu," elaknya.
Nina hanya menggeleng-gelengkan kepala sedangkan Jihan menatap penuh arti.
"Jadi gimana. Kamu sudah selesai. Apa kata pak polisinya. Bener Reffan meninggal karena dibunuh. Ada buktinya?"
Rentetan pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan ke Nina.
Nina hanya memandang tajam wajah Andra tanpa berbicara sepatah katapun.
"Kamu tunggu sini sebentar ndra. Aku mau berbicara sama Jihan."
Nina menarik tangan Jihan dan membawanya pergi ketempat lain. Agar Andra tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Han. Kok Andra dari kemaren mencurigakan ya. Semenjak dari rumah sakit sikapnya agak aneh. Inget gak," tukas Nina.
Jihan mencoba mengingat-ingat kejadian dirumah sakit.
"Inget gak waktu aku tanya Andra seusai nerima telepon dari sesorang."
Jihan akhirnya mengingat kejadian itu.
Waktu itu Andra sedang berbicara di telp. Dia mengatakan. saya akan bayar segera. Sekarang kamu pergi jangan pernah nampakan wajah kamu di wilayah ini. Nina yang baru aja keluar dari toilet mendengar pembicaraan Andra. Saat ditanya, Andra sangat gugup menjawab. Sampai telpon yang dipegangnya hampir jatuh.
"Iya aku ingat sekarang," kata Jihan. "Tapi, apa iya Andra tega melakukan itu sama sahabatnya sendiri. Reffan kan temen deketnya."
"Bisa aja. Kamu lupa kalau Andra suka sama aku dari dulu" tukas Nina.
"Tapi, kita gak ada buktinya Nin. Dan kita gak bisa menuduh Andra gitu aja."
Nina diam membisu matanya tajam menerawang.
Awas aja! kalo sampai bener Andra yang bunuh. Aku habisi sampe ke akar-akarnya. Aku harus cari bukti-bukti lebih dalam lagi, batin Nina marah.
"Nin. Nina!" tegur Jihan. "Kamu kenapa Nin?"
"Ah. Aku gak apa-apa. Ya udah yu pulang."
Dan mereka langsung bergegas keluar dari kantor polisi.
Andra masih berdiri menunggu Jihan dan Nina di pintu luar kantor polisi.
"Dimana kamu parkirnya?" ketus Nina ke Andra.
--------bersambung---------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Lintang Lia Taufik
Semangat berkarya. 😊
2020-10-15
0