Setelah Zia berganti pakaian dengan gamisnya yang lain, Zia bergegas mengambil wudhu karena sudah masuk waktunya sholat dhuhur.
Setelah selesai sholat dhuhur. Zia tetap tidak pernah lupa untuk menengadahkan kedua tangannya, berdoa kepada Allah. Entah doanya akan dikabulkan atau tidak, tetapi Zia selalu menyempatkan untuk berdoa.
Zia paham bahwa doa merupakan kegiatan memohon kepada Allah terhadap sesuatu hal. Doa merupakan bagian paling mendasar dari ibadah. Doa dipanjatkan oleh seorang muslim ketika mengalami kesusahan maupun diberi kemudahan dalam kehidupan di dunia.
Berdoa adalah sarana bagi kita untuk memohon sepenuh hati kepada Allah, mengharap kebaikan-Nya, agar Ia mengabulkan sesuatu yang kita kehendaki. Doa juga merupakan tuntunan agama serta alat menjalin komunikasi langsung antara hamba dan Sang Pencipta.
Peran besar berdoa dalam membentuk ketenangan jiwa manusia. Doa dapat memperkuat jalinan tali kasih antara Allah dengan hamba-Nya yang taat.
Setelah selesai berdoa, Zia melipat terlebih dahulu mukena dan sajadahnya, kemudian ia bercermin untuk merapihkan kerudungnya agar tidak ada helaian rambut yang terlihat.
Rambut wanita adalah aurat dan wajib untuk ditutupi. Rambut merupakan mahkota yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Allah sebagai salah satu pelengkap pada anggota tubuh. Tentunya rambut dianggap sebagai perhiasan berharga yang dipandang sangat cantik, bagus, dan indah. Mahkota harus dijaga dan dirawat dengan sangat baik dan diperlakukan secara istimewa agar kecantikan tetap terjaga.
Seorang Wanita yang beragama muslim yang memiliki satu kewajiban yaitu untuk menutup auratnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam Islam, aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali kedua telapak tangan dan muka. Maka bagi wanita kepala merupakan salah satu anggota tubuh yang termasuk aurat yang harus ditutup.
"Sudah selesai"
"Ayoo Zia semangat"
"Jangan kasih kendorrr" Batin Zia sambil mengepalkan tangan kanannya didepan cermin.
Zia lalu keluar kamar, untuk segera menemui Ummi Farah. Zia sudah berjanji akan mengantarkan pesanan marmer cake Ibu Tuti.
"Sudah sholatnya Zi?" Tanya Ummi Farah.
"Alhamdulillah sudah Um"
"Zia langsung berangkat saja ya Um, khawatir Ibu Tuti menunggu kuenya datang" Ucap Zia.
"Ya sudah hati-hati"
"Oh iya Zi, Ummi titip beli telor ayam 2 kilo pulangnya ya di Warung Mba Dasim" Ucap Ummi Farah sambil menyerahkan uang untuk membeli telor ayam.
"Siapppp Um" Jawab Zia sambil memberi hormat kepada Ummi Farah.
"Zi... Zi... " Ucap Ummi Farah tersenyum melihat kelakuan puterinya yang agak slebor.
Zia lalu mencium takzim tangan Ummi Farah sebelum berangkat mengantarkan kue. Zia terbiasa untuk selalu mencium tangan Abi, Ummi dan Ka Zydan setiap kali akan berangkat ke suatu tempat.
Cium tangan atau pada umumnya disebut salim adalah sebuah sikap yang menunjukkan kesopanan, kesantunan, rasa hormat, kekaguman atau bahkan kesetiaan seseorang kepada orang lain.
Salim atau mencium tangan orang tua merupakan salah satu bentuk kesopanan. Itu juga cara mengungkapkan rasa hormat kepada orang tua. Pada saat yang sama, akan terjalin hubungan simpati dan empati di antara keduanya. Interaksi ini menjadi langkah awal untuk jadi lebih dekat antara orang tua dan anak.
"Assalamu'alaikum" Ucap Zia sambil mengkayuh sepeda listriknya.
"Waalaikumsalam" Jawab Ummi Farah sambil melambaikan tangan kanannya.
Hanya memerlukan waktu 15menit, Zia sudah sampai didepan rumah Ibu Tuti. Rumah dengan pagar berwarna hitam tinggi menjulang. Zia lalu memencet tombol bel sambil mengucapkan salam setelahnya.
Karena hampir semua pelanggan Ummi Farah sudah mengenali ciri khas suara Zia. Suara Zia cempreng atau melengking. Banyak yang bilang suara Zia tidak enak didengar, tapi Zia tidak perduli toh ia bukanlah seorang penyanyi yang harus memiliki suara indah.
Zia juga tidak menyesali memiliki suara cempreng, malah bangga. Justru dengan memiliki suara seperti ini, inilah yang menjadi ciri khasnya Zia yaitu suara Zia jadi mudah untuk dikenal.
Beberapa orang yang memiliki karakter suara cempreng terkadang merasa tidak percaya diri untuk banyak berbicara, tetapi tidak dengan Zia, bahkan Zia terkenal dengan karakternya yang cerewet.
Hanya dengan sekali ucapan salam, pembantu Ibu Tuti langsung keluar membukakan pintu pagar dan mempersilahkan Zia masuk.
"Nah kan benar Zia yang datang"
"Tadi kata Mba Inem itu suara orang yang minta-minta sumbangan" Ucap Ibu Tuti yang langsung menghampiri Zia.
"Hehehe... Habis Mba Inem kan belum hapal suara Zia, Bu" Jawab Mba Inem sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Assalamu'alaikum Bu" Ucap Zia.
"Waalaikumsalam"
"Sinih Zi duduk dulu" Ucap Ibu Tuti sambil mempersilahkan Zia duduk di ruang tamu.
"Iya Bu, Terima kasih" Jawab Zia. Zia pun lalu duduk.
Kemudian sambil menunggu Ibu Tuti yang masuk dulu ke dalam, Zia tanpa sengaja melihat ke arah foto keluarga Ibu Tuti.
"Ka Ilham? "
"Jadi Ka Ilham anaknya Ibu Tuti? " Batin Zia.
Sebenarnya sudah berkali-kali Zia mengantarkan kue ke rumah Ibu Tuti, hanya selama ini Zia lebih memilih duduk di bangku teras saja atau terkadang hanya di depan pagar saja karena biasanya Ibu Tuti langsung yang menerima kuenya.
Tidak lama kemudian Ibu Tuti menghampiri Zia kembali sambil membawa sebuah amplop dan goodie bag.
"Zi, ini uang pembayaran kue"
"Yang ini oleh-oleh untuk Ummi Farah, kemarin Ibu baru pulang dari bandung"
"Nah yang ini untuk Zia" Ibu Tuti mengepalkan selembar uang 20 ribu ke tangan Zia.
"MasyaAllah alhamdulillah"
"Terima Kasih banyak ya Bu" Ucap Zia sambil menganggukan kepalanya.
"Iya... Sama-sama" Jawab Ibu Tuti.
"Oh iya maaf nih Zi, Ibu mau tanya sesuatu boleh? " Tanya Ibu Tuti.
"Boleh Bu" Jawab Zia.
"Kamu sudah punya pacar Zi? " Tanya Ibu Tuti.
Zia lantas terkekeh.
"Zia nga boleh pacaran bu"
"Bolehnya taaruf" Jawab Zia sambil tersenyum.
"Waaahhh bagus itu, Ibu suka yang seperti ini"
"Haddduh jaman sekarang kan tau sendiri Zi, mengkhawatirkan"
"Ibu kalau lagi jalan sama bapak maka di kedai atau kafe, astagfirullah itu anak masih ingusan udah pegangan tangan, nyandar-nyandaran, duuh itu yang kelihatan mata nga tau deh kalau yang nga kelihatan mata mereka ngapain aja" Ucap Ibu Tuti sambil bergidik sendiri.
"Ya... Semua kan kembali ke ajaran orang tuanya masing-masing Bu"
"Kalau Zia nga berani"
"Kalau Abi sama Ummi sudah bilang tidak maka tidak, jangan dilanggar"
"Zia sih ambil hikmahnya saja, mereka melakukan ini pasti ada maksudnya" Ucap Zia.
"Nahhh yang kayak gini Ibu suka"
"Ibu dari pertama kali ketemu Zia suka merhatiin Zia"
"Kayaknya Zia cocok deh jadi mantu Ibu"
"Tapi nga tau deh anak ibunya, mau atau tidaknya. Nanti Ibu tanya dulu deh ya"
"Ibu juga nga mau maksa, nanti kalau maksa yang ada seperti yang terpaksa, kan nga baik juga" Ucap Ibu Tuti.
Dan ucapan Ibu Tuti barusan sempat membuat Zia kaget dan membulatkan matanya sempurna. Ilham anak Ibu Tuti adalah senior di kelompok mading ketika Zia SMA kemarin, sempat beberapa kali hadir mendampingi anak-anak mading ketika sedang berkumpul.
Zia sempat mengagumi sosok Ilham, karena Ilham masuk ke dalam beberapa kriteria calon suami idamannya Zia.
Zia tidak tahu harus menjawab apa ucapan Ibu Tuti tadi. Disatu sisi ponselnya dari tadi berbunyi terus entah siapa yang menghubungi, Zia tidak berani mengangkatnya khawatir tidak sopan karena sedang berbicara dengan Ibu Tuti. Karena dirasa Ibu Tuti sudah selesai mengajak Zia berbicara, Zia pun ijin pamit untuk pulang.
"Zia pulang dulu ya Bu" Ucap Zia.
"Iya, Hati-hati ya Zi"
"Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya Zi" Ucap Ibu Tuti.
"InsyaAllah Bu"
"Assalamu'alaikum" Ucap Zia.
"Waalaikumsalam" Jawab Ibu Tuti, yang masuk kembali ke dalam rumah setelah sepeda listrik Zia sudah meluncur.
Setelah dirasa posisi sudah jauh dari rumah Ibu Tuti, Zia menghentikan dahulu sepedanya untuk melihat siapa yang menghubunginya dari tadi.
"Riska?? " Batin Zia.
Kemudian Zia menghubungi Riska. Dan telephone dari Zia langsung diangkat oleh Riska. Riska meminta Zia untuk main ke rumahnya sekarang itupun jika Zia sedang tidak sibuk. Karena setelah mengantarkan kue ke rumah Ibu Tuti memang Zia tidak ada lagi yang akan dikerjakan, maka Zia memutuskan untuk segera meluncur ke rumah Riska. Sebelum ke rumah Riska, Zia menghubungi Ummi Farah terlebih dahulu, khawatir Ummi Farah menunggunya di rumah.
Sebelum mampir ke rumah Riska, Zia mampir ke Kedai Batagor Mang Digul kesukaan Riska. Alhamdulillah hari ini jika dikumpulkan Zia mendapatkan uang sebanyak 60 ribu dari pemberian pelanggan kue. Zia ingin berbagi dengan Riska walau hanya seporsi batagor.
Zia teringat pesan Abinya yang mengatakan bahwa, Jangan menunggu kaya dulu untuk rela berbagi kepada orang. Memberikan kebahagiaan kepada orang lain, rasa bahagia itu akan kembali pada kamu nantinya.
Tibalah Zia didepan rumah berlantai dua tersebut yang didominasi warna cat putih dan abu-abu. Dengan model modern minimalis. Rumah Riska tidak jauh dari rumah Papa Pras dan Mama Dinda. Reza memang sengaja membelikan rumah untuk Riska didekat Papa dan Mamanya, supaya jika sewaktu-waktu Riska kangen dengan Papa dan Mamanya Riska bisa segera mengunjungi keduanya hanya dengan berjalan kaki.
"Assalamu'alaikum" Ucap Zia.
Mendengar suara sahabatnya, Riska segera keluar dari dalam rumah. Ia membukakan pintu pagar, agar Zia bisa masuk ke dalam.
"Waalaikumsalam" Jawab Riska sambil membukakan pintu pagar.
Wajah Riska sumringah sekali, karena bisa bertemu sahabatnya Zia. Bagaimana tidak, sejak menikah banyak hal yang berubah, termasuk waktu Riska untuk bertemu dengan Zia. Sebelum meminta Zia ke rumahnya pun, Riska sudah meminta ijin terlebih dahulu ke Reza. Karena Riska sangat paham, sekalipun Zia sama-sama perempuan dan merupakan sahabatnya Riska, bahkan Reza pun kenal dengan Zia, tetapi tetap saja jika sudah menikah maka seorang istri harus ijin terlebih dahulu kepada suaminya jika sahabatnya mau datang.
Riska paham bahwa apa pun yang dilakukan istri tetap harus seizin suami. Istri wajib minta izin kepada suami. Karena Suami menanggung beban tanggung jawab yang tadinya diemban oleh seorang ayah kepada anak perempuannya.
Pernikahan adalah bagian dari ibadah. Baik perempuan dan laki-laki harus memiliki kesiapan tersendiri untuk memasuki lembaran hidup yang baru. Begitu banyak aturan yang harus dipatuhi keduanya berdasarkan pada syariat agama.
Salah satu hal paling penting dalam rumah tangga yaitu restu ataupun izin suami. Segala hal yang akan dilakukan istri, hendaknya telah diketahui dan direstui oleh suami.
Riska langsung jingkrak-jingkrak melihat Zia datang. Riska masihlah Riska yang dulu, hanya statusnya saja yang sudah berubah, yaitu seorang istri dari Reza Tri Hartawan.
"Ziiiii.... Aku senang banget bisa ketemu kamu" Ucap Riska.
"Sama Ris, aku juga senang"
"Nga ketemu sepekan seperti nga ketemu seabad ya Ris, biasa kita dulu ketemu setiap hari" Kekeh Zia.
"Hihihiii iya ya Zi" Kekeh Riska mendengar ucapan Zia.
"Masuk yu Zi" Ajak Riska.
Mereka pun masuk. Dirumah kalau siang hari seperti ini hanya ada Riska dan Mba Minah. Mba Minah ini adalah sepupu dari Bi Iyem yang kerja di rumah Papa Pras dan Mama Dinda.
Kebetulan hari ini Riska tidak ada jadwal kuliah, jadi jika Reza sudah berangkat kerja biasanya Riska mencari-cari kesibukan biar waktunya bermanfaat. Dan Riska juga tetap mengaji dengan Ummi Ida, supaya hafalannya tetap terjaga. Hanya saja kali ini Ummi Ida yang datang ke rumah Riska sejak Riska menikah dan mempunyai rumah sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Rey
Sholehah nya kamu Zia😍
2024-02-16
2