05. Terbongkar

[ TCH ]

“Cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah sewajarnya karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu.”

-Hadits riwayat At-Tirmidzi.

*****

Aku berjalan di koridor rumah sakit, netraku menyapu bersih apapun yang berada disini. Aku berniat untuk mencari Maira, aku yakin dia ada di sekitar sini.

“Aku cari sampai ke lubang cacing kamu, Maira.”

Langkahku berhenti mendadak, netraku langsung terpaku pada sosok perempuan dengan jas dokter berdiri tidak jauh di depanku. Itu Maira, ia terlihat sedang tertawa bersama seorang lelaki.

“I found you, Mai.”

Aku mulai melangkah mendekat kearahnya.

“Ekhem!”

Deheman keras dariku sukses membuat keduanya menoleh. Netra Maira melebar kala melihatku, tawa renyah tadi musnah dalam sekejap, tergantikan dengan raut wajam masam yang sangat tidak enak untuk di pandang.

“Hai, Maira!” sapaku sok ramah. Memang aku ramah sih sebenarnya.

“Temen kamu, Mai?” tanya lelaki yang berdiri di samping Maira.

Maira menggeleng. “Aku nggak kenal,” ujarnya tanpa rasa bersalah disertai dengan tatapan sinis ke arahku.

Senyumku musnah. Bisa-bisanya aku tidak diakui oleh mantan sendiri! Oh, come on. Dimana harga diri seorang Qausar Zaidan? Namun aku berusaha sabar, Maira sungguh menguji emosiku.

“Kamu belum tanggung jawab, Mai,” ucapku datar.

Lelaki tadi terbelalak, ia terlihat kaget. Biasa aja kali.

“Kamu udah apain dia, Mai? Kamu jangan bikin malu aku deh! Kamu udah berbuat macem-macem sama dia? Astaga, Maira! Sadar Mai, sadar!” pekiknya keras.

“Apa sih!” sergah Maira cepat.

Tatapannya kini jatuh padaku. Hanya tatapan sinis dan raut wajah flat yang aku dapatkan darinya. Selalu seperti itu.

“Kamu mau apa?” tanyanya dingin.

Aku lalu mengembangkan senyum tipis. “Tanggung jawab kamu. Liat nih.” Aku menunjukkan pergelangan tanganku yang diperban. “Kamu yang udah buat aku kek gini.”

Dia merotasikan bola matanya. Andai bukan Maira, mungkin sudah ku tenggelamkan di rawa-rawa.

“Jangan lebay.”

“Lebay kamu bilang? Kamu yang udah nabrak aku tapi nggak mau tanggung jawab. Terus kamu bilang aku lebay?” cerocos ku tidak terima.

“Tangan kamu masih utuh, kan?” tanyanya angkuh. Mengapa setelah sekian lama tidak bertemu, Maira malah berubah menjadi sesosok gadis yang sangat dingin? Namun pertanyaannya adalah, apa itu hanya berlaku padaku saja?

“Oh jadi Mas ini yang kamu tabrak, Mai. Kamu kenal, kan? Kok kamu bilang nggak kenal tadi?” cicit lelaki itu lagi.

Ternyata dia tahu tentang Maira yang menabrakku. Begitu terbukanya kah Maira pada lelaki ini? Ada hubungan apa dia dengan Maira? Jangan bilang kalau ... No! Nggak boleh!

Maira tidak menjawab pertanyaan lelaki itu melainkan kembali beralih menatap kearahku.

“Ikut saya,” ajaknya.

Aku terkesiap detik itu juga. “Mau kemana?”

“Pergi dari sini. Kita jangan berdebat disini.”

Mataku berbinar. Akhirnya gadis itu mau mengalah juga.

“Oke!”

“Dana, kamu juga ikut.”

What? Kenapa dia harus mengajak lelaki itu? Kalau seperti ini aku tidak akan bisa leluasa untuk berbicara dengan Maira. Wait, siapa tadi namanya? Dana? Sungguh tidak menarik.

Dana mengangguk.

“Kenapa dia harus ikut sih, Mai? Kenapa nggak kita berdua aja?” protesku.

“Berduaan itu nggak baik, nanti yang ketiga setan.”

Aku menghela nafas panjang. Memang benar sih. Tidak apa lah yang penting Maira masih mau berbicara denganku.

“Oke, fine.”

*****

Maira mengajak ku ke cafe yang berada di dekat rumah sakit. Kami bertiga kini berada di satu meja persegi yang sama. Aku berhadapan langsung dengan Dana sedangkan Maira di sebelahnya. Kami masing-masing hanya memesan segelas jus.

Tidak ada perbincangan yang terjadi selama beberapa saat, sebelum pada akhirnya Dana membuka suara.

“Nama lo siapa? Kenalin, gue Pradana Kusuma, lo bisa panggil gue Dana. Gue dokter spesialis ortopedi. Gue temen sekaligus sahabatnya Maira,” ucap pemuda itu sambil mengulurkan tangannya padaku.

Aku menerima uluran tangannya. “Qausar,” jawabku singkat.

“Qausar doang? Nggak ada lanjutannya gitu?”

Huft! Teman Maira memang sangat kepo.

Sedangkan Maira, ia hanya diam sambil menyeruput jus avocado yang berada di depannya. Menyebalkan bukan?

Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba bersabar menghadapi Dana.

“Kenalin, gue Qausar Zaidan Firdaus, umur 27, jenis kelamin laki-laki, gue sebelumnya tinggal di Amerika, gue kesini karena ada anggota keluarga gue yang sakit, dan .... gue mantannya Maira.”

Uhuk uhuk!

Naira tersedak, tatapannya yang tajam beralih menusuk netraku.

Dana menganga mendengar jawaban ku.

“Ja-jadi lo... Ma-mantannya Maira?” tanyanya terbata-bata.

“Iya,” jawabku acuh.

Aku mendapat plototan tajam dari Maira, sangat tajam. Apa dia marah karena aku sudah memberitahukan status kami yang sebenarnya? Apa aku salah? Hmm ... ku rasa tidak. Bukankah berbohong itu dosa? Karena aku tidak ingin berdosa, makanya aku bicara jujur.

Dana beralih menatap lekat pada Maira. Binar keterkejutan benar-benar terpancar dari wajahnya. Aku puas!

“Beneran mantan kamu, Mai?”

Maira memilih bungkam, tidak menjawab pertanyaan Dana. Auranya terlihat menyeramkan, namun di mataku ia semakin menggemaskan.

“Cepetan ngomong, kamu mau apa sekarang,” ucapnya datar.

Aku tersenyum lebar. “Jalan sama aku.”

“Saya tidak bisa,” ketusnya.

Ucapannya sukses membuat senyumku memudar.

“Kenapa?” tanyaku menggebu.

“Semuanya sudah berbeda. Saya bukan Humaira anak abege yang bisa kamu ajak jalan sesukamu. Tanggung jawab saya besar sekarang.”

Mulutku terbungkam rapat.

Memang benar apa yang di katakan Maira barusan. Tapi apa aku salah jika hanya ingin mengajaknya jalan. Lagipula aku tidak akan macam-macam.

“Dengerin.” Dana nimbrung.

“Nyamber aja lo!”

Maira terlihat melirik arloji yang ada di tangan kirinya. Apakah dia sudah akan pergi dari sini?

“Dan, udah waktunya kita balik ke rumah sakit. Jam makan siang udah selesai.”

“Oke.”

Humaira beranjak dari kursinya tanpa berpamitan denganku.

“Mai, gimana?” tanyaku cepat membuatnya berbalik. Ia mengangkat salah satu alisnya kearahku.

“Yang tadi.”

“Maaf, saya nggak bisa. Saya akan tanggung jawab atas kesalahan saya, tapi tidak dengan cara seperti itu. Assalamualaikum.”

Maira dan Dana berlalu pergi meninggalkan ku sendiri di cafe ini.

“Waalaikumsalam,” jawabku malas.

“Aku nggak akan nyerah buat deketin kamu lagi, Mai.”

*****

Humaira

Mengapa aku harus berurusan lagi, lagi dan lagi dengan Qausar Zaidan Firdaus. Mengapa juga dia harus membongkar status kami yang sebenarnya didepan Dana. Lihat sekarang. Dana tidak henti-hentinya mengoceh.

“Mai, Qausar beneran mantan kamu, ya?”

“Kapan kalian pacaran? Kok aku nggak tau?”

“Bukannya kamu nggak pernah pacaran ya, Mai?”

“Terus kok dia bisa ngomong gitu?”

“Mai, jawab aku dong!”

“Maira!”

Telingaku sudah panas mendengar ocehan Dana. Sepanjang jalan menuju rumah sakit dia tidak henti-hentinya bertanya padaku.

Memoriku berputar mengingat kejadian beberapa waktu silam. Aku sebenarnya sudah tidak ingin mengingatnya lagi. Namun Qausar membuatku kembali mengingat rasa sakit itu kembali.

Apa memorinya tidak berputar? Apa dia tidak merasa bersalah sedikitpun? Dunia ini memang sempit. Aku yang berusaha mati-matian untuk tidak bertemu lagi dengan Qausar kini malah harus berurusan dengannya.

“Maira!!” teriak Dana tepat di telingaku.

Aku tersentak kaget, jantungku berpacu lomba seketika. Aku benar-benar hanyut dalam pikiranku sampai tidak menyadari kini aku telah berada di rumah sakit.

“Kamu ngelamun ya, Mai?”

Aku berusaha mengubah mimik wajahku agar tidak terlihat gugup. “Nggak, Dan.”

Dana memanggut.

“Kamu belum jawab pertanyaanku.”

Aku menghela nafas panjang. “Nggak usah dibahas lagi, Dan. Permisi aku mau ke ruanganku dulu. Assalamualaikum.”

Aku segera berlalu meninggalkannya.

“Waalaikumsalam,” jawabnya pelan namun masih bisa ku tangkap jelas. Aku sepertinya tidak perlu menjawab pertanyaan unfaedah yang ia lontarkan. Karena itu hanya akan membuka luka yang sudah ku kubur dalam-dalam.

Aku memasuki ruanganku, meletakkan ponselku diatas meja dan langsung duduk di kursi kerja. Kepala ku  berdenyut. Aku memijit pelan pelipis mataku yang terasa nyeri. Ini semua gara-gara Qausar.

“Aku membencinya.”

-TBC-

Episodes
1 01. Garis Takdir Mempertemukan
2 02. Bayang-bayang Masa Lalu
3 03. Pertemuan Yang Tak Diinginkan
4 04. Tentang Qeisya
5 05. Terbongkar
6 06. Makhluk Pengganggu
7 07. Dari Masa Lalu
8 08. Permintaan Bodoh
9 09. Flashback
10 10. Menyerah? Tidak Akan
11 11. Kenyataan Pahit
12 12. Jebakan Menyebalkan
13 13. Memori Lama
14 14. Terus Berjuang
15 15. Kacau
16 16. Ada Hati Yang Terluka
17 17. Sebuah Rasa Yang Sulit Diungkap
18 18. Bahagiaku Sederhana
19 19. Hari Terindah
20 20. Raga Yang Tak Mampu Menolak
21 21. Sebuah Harap Yang Sulit Digapai
22 22. Ikhlas
23 23. Permintaan Qausar
24 24. Pernikahan Sakral
25 25. Rencana Allah
26 26. Terbesit Secercah Sesal
27 27. Antara Imam Dan Makmum
28 28. Lupakan Atau Tinggalkan
29 29. Tanpa Restu
30 30. Berdua
31 31. Hutang Budi
32 32. Luka Itu
33 33. Sedikit Berbeda
34 34. Bab Mikir
35 35. Berubah
36 36. Sebuah Rencana Konyol
37 37. From The Beginning
38 38. Percaya Dan Senyum Paksa
39 39. Morning Kiss
40 40. Malam Penuh Kenangan
41 41. Luka Kepergian
42 42. Kebahagiaan Yang Sirna
43 43. Berpisah
44 44. Hilang
45 45. Kenyataan Pahit Yang Terungkap
46 46. Berusaha Lebih
47 47. Fitnah
48 48. Dua Pilihan
49 49. Sisi Lain
50 50. Sadar?
51 51. Kembali
52 52. My Jahil Husband
53 53. Get Away
54 54. Kado Istimewa
55 55. Firasat Buruk
56 56. Ancaman
57 57. Dibalik Semua Itu
58 58. Pengorbanan
59 59. Boleh Aku Berjanji?
60 60. Restu Papa
61 61. Kenangan Baru
62 62. Spesial
63 63. Takdir Tuhan
64 64. Lembaran Kata
65 65. Akhir Dari Segalanya (END)
66 Extra Part (Without Her)
Episodes

Updated 66 Episodes

1
01. Garis Takdir Mempertemukan
2
02. Bayang-bayang Masa Lalu
3
03. Pertemuan Yang Tak Diinginkan
4
04. Tentang Qeisya
5
05. Terbongkar
6
06. Makhluk Pengganggu
7
07. Dari Masa Lalu
8
08. Permintaan Bodoh
9
09. Flashback
10
10. Menyerah? Tidak Akan
11
11. Kenyataan Pahit
12
12. Jebakan Menyebalkan
13
13. Memori Lama
14
14. Terus Berjuang
15
15. Kacau
16
16. Ada Hati Yang Terluka
17
17. Sebuah Rasa Yang Sulit Diungkap
18
18. Bahagiaku Sederhana
19
19. Hari Terindah
20
20. Raga Yang Tak Mampu Menolak
21
21. Sebuah Harap Yang Sulit Digapai
22
22. Ikhlas
23
23. Permintaan Qausar
24
24. Pernikahan Sakral
25
25. Rencana Allah
26
26. Terbesit Secercah Sesal
27
27. Antara Imam Dan Makmum
28
28. Lupakan Atau Tinggalkan
29
29. Tanpa Restu
30
30. Berdua
31
31. Hutang Budi
32
32. Luka Itu
33
33. Sedikit Berbeda
34
34. Bab Mikir
35
35. Berubah
36
36. Sebuah Rencana Konyol
37
37. From The Beginning
38
38. Percaya Dan Senyum Paksa
39
39. Morning Kiss
40
40. Malam Penuh Kenangan
41
41. Luka Kepergian
42
42. Kebahagiaan Yang Sirna
43
43. Berpisah
44
44. Hilang
45
45. Kenyataan Pahit Yang Terungkap
46
46. Berusaha Lebih
47
47. Fitnah
48
48. Dua Pilihan
49
49. Sisi Lain
50
50. Sadar?
51
51. Kembali
52
52. My Jahil Husband
53
53. Get Away
54
54. Kado Istimewa
55
55. Firasat Buruk
56
56. Ancaman
57
57. Dibalik Semua Itu
58
58. Pengorbanan
59
59. Boleh Aku Berjanji?
60
60. Restu Papa
61
61. Kenangan Baru
62
62. Spesial
63
63. Takdir Tuhan
64
64. Lembaran Kata
65
65. Akhir Dari Segalanya (END)
66
Extra Part (Without Her)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!