02. Bayang-bayang Masa Lalu

[ TCH ]

“Takdir Allah terkadang lucu.”

*****

“Qa-qausar?” gumamku pelan.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Pemuda dengan kaos oblong dibalut kemeja kotak-kotak yang tidak di kancing, celana levis hitam dengan sepatu vans di kakinya, topi yang bertengger di kepalanya. Tak lupa juga dengan sepasang earphone di telinganya. Pemuda itu terlihat menyeret koper besar.

Aku tidak habis pikir, mengapa Allah kembali mempertemukanku dengan makhluk-Nya yang satu ini? Jantungku tiba-tiba saja berpacu lomba saat mata kami bertemu dan saling terkunci satu sama lain. Aku benci perasaan ini, aku benci dia.

Dengan segera ku putuskan pandanganku dengannya. Aku hanya tak ingin rasa itu kembali muncul. Tanpa berkata apapun, aku segera beranjak dari tempat itu. Namun aku tersentak kala ia mencekal tanganku dengan cepat.

“Mai, tunggu.”

Aku langsung menghempas kasar tangannya dari pergelangan tanganku. Sifatnya memang tidak pernah berubah sejak dulu, dia melakukan sesuatu sesuka hatinya saja, tanpa tahu apa yang dia lakukan telah menyakiti orang lain.

“Lepas. Jangan pernah sentuh saya!” peringatku tegas.

Berani-beraninya dia menyentuhku tanpa dosa.

“Sorry...” cicitnya.

Aku menatapnya tajam, sedangkan dia menatapku aneh. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya saat ini. Dia terus menatapku dari atas sampai bawah.

“Kamu dokter?” tanyanya membuatku memalingkan wajah kearah lain.

Aku tidak menjawab pertanyaan basa basi darinya. Menurutku, itu hanya akan membuang waktu, tenaga, dan meningkatkan emosi.

“Maaf, saya harus pergi. Saya ada urusan.”

Aku beranjak dari tempat itu dan membiarkan dia yang masih mematung. Aku tidak memperdulikannya, lagipula, aku sudah tidak punya urusan apa-apa lagi dengannya.

Aku kembali ke ruanganku dan mengemasi semua barang-barang ku. Aku akan segera pulang menemui mama dan papa.

Aku masih terbayang dengan kejadian tadi. Bayang-bayang Qausar berseliweran di otakku, memenuhi benakku dan menyesakkan rongga dadaku. Aku berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya sampai kapan pun.

*****

Aku memencet bel rumah orang tuaku. Kesibukanku di rumah sakit membuatku tidak ada waktu untuk berkunjung ke rumah ini.

Pintu terbuka, mamaku disana. Sorot matanya memancarkan keterkejutan.

“Maira?”

“Surprise!!”

Aku langsung menghambur ke pelukannya. Aku merindukan mama, sungguh.

“Kamu kok nggak bilang kalo mau pulang,Sayang?” Mama lalu melonggarkan pelukannya dariku.

Aku terkekeh pelan. “Sengaja, Ma. Biar surprise aja.”

“Yaudah. Ayo masuk.”

Aku mengangguk dan mulai melangkah memasuki rumah itu. Tidak ada yang berbeda, masih sama seperti saat terakhir aku kesini.

“Rasyid nggak pernah kesini, Ma?” tanyaku ketika sudah sampai di ruang tamu.

Aku mendudukkan diriku di sofa maroon, disusul oleh mama di sebelahku.

Dia terkekeh. “Kemarin Rasyid sama Syafira baru kesini, Maira.”

Rasyid adalah adikku satu-satunya. Dia sudah menikah beberapa bulan yang lalu dengan jodoh pilihan papa.

“Yah ... Mama kok nggak ngasih tau Mai, sih?”

“Kamu kan sibuk. Nggak enak dong mama ganggu.”

Aku terkekeh pelan mendengar penuturannya.

“Papa masih di kantor ya, Ma?” tanyaku sembari melirik arloji yang berada di tangan kiri.

“Iya, Mai. Kamu nginep, kan?”

Aku berpikir sejenak, kebetulan besok aku libur. Tidak ada salahnya jika aku menginap.

“Iya, Ma. Mai nginep,” jawabku mantap dan membuat mama mengembangkan senyum.

“Yaudah, kamu mandi dulu, gih. Badan kamu bau keringet.” Ia terkekeh pelan. Aku beralih menciumi bajuku, dan benar saja memang agak bau.

“Yaudah, Ma. Maira ke kamar dulu, ya?”

Mama mengangguk.

Aku berlalu sambil menenteng handbag milikku. Kakiku mulai melangkah menaiki satu persatu anak tangga menuju ke kamarku yang berada di lantai atas.

Aku memutar knop pintu dan mulai masuk ke dalam ruangan itu. Tampilannya masih sama saat ku tinggalkan sebulan yang lalu. Tidak ada yang berubah. Aku tersenyum dan langsung merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku merindukan kasur empuk itu.

*****

Qausar.

Aku benar-benar tidak percaya bisa bertemu dengannya. Takdir Tuhan memang tidak pernah ku sangka.  Semenjak aku pergi ke luar negeri delapan tahun yang lalu, aku belum pernah lagi bertemu dengannya.

Aku tidak menyangka kini dia benar-benar sudah menjadi seorang dokter. Cita-citanya sewaktu SMA kini sudah terwujud. Aku bahagia akan itu. Tapi mengapa dia bersikap sangat dingin padaku? Apa dia masih marah denganku? Masalah itu kan sudah lama sekali. Mengapa dia masih mengingatnya?

“Mas ....”

Suara parau itu menyapaku, seketika memecahkan lamunanku. Aku menoleh kearah bangsal, tempat dimana adikku terbaring. .

Matanya mengerjap, menyamarkan cahaya lampu dan terbuka sedikit demi sedikit.

“Qei? Kamu udah sadar?” ucapku, mengelus pelan puncak kepala Qeisya.

“Mas ... Jangan tinggalin Qeisya ....”

“Iya, Qei. Mas disini.”

Qeisya Zamira adalah adikku satu-satunya. Dia divonis mengidap penyakit leukemia 2 minggu yang lalu. Aku baru bisa menemuinya hari ini karena aku baru lepas landas dari Amerika siang tadi. Pekerjaan ku disana membuatku tidak punya waktu untuk Qeisya.

“Qausar.”

Suara bariton itu membuatku menoleh. Di ambang pintu ruangan terlihat seorang pria paruh baya yang tengah berdiri tegak. Dia Hendri—papaku.

“Iya, Pa.”

Aku sebenarnya masih malas berbicara dengannya. Kami sempat bertengkar hebat beberapa tahun lalu hingga dia mengusirku dari rumah, hanya karena masalah sepele. Dan hubungan kami pun masih sangat renggang sampai saat ini.

Dia melangkah mendekat ke arah bangsal. Wajahnya terlihat datar dan dingin, tatapannya pun masih tajam kearahku.

“Kenapa pulang?”

Bukannya menanya kabar, papa malah bertanya demikian.

Aku menghela nafas berat. “Mau jengukin Qeisya,” jawabku pelan.

Aku tidak mau Qeisya bertambah sakit jika melihatku kembali bertengkar dengan papa.

Dia diam tak bersuara lagi. Aku lega, karena dia tidak mengajakku untuk ribut disaat seperti ini.

“Mama mana, Mas?” tanya Qeisya dengan suara seraknya.

Aku beralih menatap lekat wajah cantik adikku yang terlihat pucat.

“Mama keluar sebentar, Qei.”

“Qei mau ketemu sama mama.”

“Mama disini, Sayang.” Itu suara mamaku—Mega. Ia kini sudah berada di ambang pintu ruangan. Ia mulai mendekat sambil membawa se-parcel buah untuk Qeisya.

Aku sontak berdiri dari kursiku dan mempersilakan mama untuk duduk.

“Ma ....”

“Iya, Nak?”

“Qeisya mau pulang ... Qeisya nggak kuat disini terus ....” rengeknya.

“Iya, Nak. Sebentar lagi Qeisya pulang,” ucap mama dan tentu saja mama berbohong. Qeisya masih harus disini selama beberapa minggu lagi untuk menjalani kemoterapi.

Mata Qeisya berbinar seketika. “Beneran, Ma?”

“Iya.”

Setelah sampai di bandara tadi, aku tidak langsung pulang ke rumah melainkan ke sini untuk bertemu dengan adik kesayanganku.

“Qausar,” panggil mama.

Aku menoleh ke arahnya. “Iya, Ma?”

“Kamu pulang dulu ya, kamu pasti capek. Biar mama yang jagain Qeisya.”

Aku mengangguk patuh, karena memang aku sudah sangat lelah seharian ini. “Qausar pamit ya Ma, Pa.”

Mama mengangguk sambil mengembangkan senyum manis. Sedangkan papa hanya diam, tatapannya sinis ke arahku.

Dan aku, tidak peduli itu.

Aku beralih menatap Qeisya. “Qei, Mas pamit, ya? Kamu baik-baik disini.” Aku mengelus surai rambutnya.

Qeisya mengangguk lemah disertai dengan senyum manis yang memperlihatkan lesung pipinya.

Aku mengambil koperku dan segera beranjak dari ruangan itu. Supir pribadi mama sudah berada di depan ruangan untuk mengajakku pulang.

“Mari, Den,” ajaknya sambil meraih koperku.

Aku mengangguk, melangkah keluar dari rumah sakit menuju parkiran dan segera menaiki mobil hitam keluargaku yang terparkir rapi disana.

Mobil itu kini melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota di malam ini. Aku hanya diam duduk di jok belakang, menatap ke luar jendela sambil memperhatikan lampu-lampu jalanan.

Bayangan Maira tiba-tiba berseliweran di kepalaku. Aku merindukan gadis itu. Wajahnya masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Bahkan dia semakin cantik setelah menggunakan hijab seperti saat ini.

Aku harus menemuinya lagi, harus. Aku harus meminta maaf padanya atas kesalahanku di masa lalu.

-TBC-

Episodes
1 01. Garis Takdir Mempertemukan
2 02. Bayang-bayang Masa Lalu
3 03. Pertemuan Yang Tak Diinginkan
4 04. Tentang Qeisya
5 05. Terbongkar
6 06. Makhluk Pengganggu
7 07. Dari Masa Lalu
8 08. Permintaan Bodoh
9 09. Flashback
10 10. Menyerah? Tidak Akan
11 11. Kenyataan Pahit
12 12. Jebakan Menyebalkan
13 13. Memori Lama
14 14. Terus Berjuang
15 15. Kacau
16 16. Ada Hati Yang Terluka
17 17. Sebuah Rasa Yang Sulit Diungkap
18 18. Bahagiaku Sederhana
19 19. Hari Terindah
20 20. Raga Yang Tak Mampu Menolak
21 21. Sebuah Harap Yang Sulit Digapai
22 22. Ikhlas
23 23. Permintaan Qausar
24 24. Pernikahan Sakral
25 25. Rencana Allah
26 26. Terbesit Secercah Sesal
27 27. Antara Imam Dan Makmum
28 28. Lupakan Atau Tinggalkan
29 29. Tanpa Restu
30 30. Berdua
31 31. Hutang Budi
32 32. Luka Itu
33 33. Sedikit Berbeda
34 34. Bab Mikir
35 35. Berubah
36 36. Sebuah Rencana Konyol
37 37. From The Beginning
38 38. Percaya Dan Senyum Paksa
39 39. Morning Kiss
40 40. Malam Penuh Kenangan
41 41. Luka Kepergian
42 42. Kebahagiaan Yang Sirna
43 43. Berpisah
44 44. Hilang
45 45. Kenyataan Pahit Yang Terungkap
46 46. Berusaha Lebih
47 47. Fitnah
48 48. Dua Pilihan
49 49. Sisi Lain
50 50. Sadar?
51 51. Kembali
52 52. My Jahil Husband
53 53. Get Away
54 54. Kado Istimewa
55 55. Firasat Buruk
56 56. Ancaman
57 57. Dibalik Semua Itu
58 58. Pengorbanan
59 59. Boleh Aku Berjanji?
60 60. Restu Papa
61 61. Kenangan Baru
62 62. Spesial
63 63. Takdir Tuhan
64 64. Lembaran Kata
65 65. Akhir Dari Segalanya (END)
66 Extra Part (Without Her)
Episodes

Updated 66 Episodes

1
01. Garis Takdir Mempertemukan
2
02. Bayang-bayang Masa Lalu
3
03. Pertemuan Yang Tak Diinginkan
4
04. Tentang Qeisya
5
05. Terbongkar
6
06. Makhluk Pengganggu
7
07. Dari Masa Lalu
8
08. Permintaan Bodoh
9
09. Flashback
10
10. Menyerah? Tidak Akan
11
11. Kenyataan Pahit
12
12. Jebakan Menyebalkan
13
13. Memori Lama
14
14. Terus Berjuang
15
15. Kacau
16
16. Ada Hati Yang Terluka
17
17. Sebuah Rasa Yang Sulit Diungkap
18
18. Bahagiaku Sederhana
19
19. Hari Terindah
20
20. Raga Yang Tak Mampu Menolak
21
21. Sebuah Harap Yang Sulit Digapai
22
22. Ikhlas
23
23. Permintaan Qausar
24
24. Pernikahan Sakral
25
25. Rencana Allah
26
26. Terbesit Secercah Sesal
27
27. Antara Imam Dan Makmum
28
28. Lupakan Atau Tinggalkan
29
29. Tanpa Restu
30
30. Berdua
31
31. Hutang Budi
32
32. Luka Itu
33
33. Sedikit Berbeda
34
34. Bab Mikir
35
35. Berubah
36
36. Sebuah Rencana Konyol
37
37. From The Beginning
38
38. Percaya Dan Senyum Paksa
39
39. Morning Kiss
40
40. Malam Penuh Kenangan
41
41. Luka Kepergian
42
42. Kebahagiaan Yang Sirna
43
43. Berpisah
44
44. Hilang
45
45. Kenyataan Pahit Yang Terungkap
46
46. Berusaha Lebih
47
47. Fitnah
48
48. Dua Pilihan
49
49. Sisi Lain
50
50. Sadar?
51
51. Kembali
52
52. My Jahil Husband
53
53. Get Away
54
54. Kado Istimewa
55
55. Firasat Buruk
56
56. Ancaman
57
57. Dibalik Semua Itu
58
58. Pengorbanan
59
59. Boleh Aku Berjanji?
60
60. Restu Papa
61
61. Kenangan Baru
62
62. Spesial
63
63. Takdir Tuhan
64
64. Lembaran Kata
65
65. Akhir Dari Segalanya (END)
66
Extra Part (Without Her)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!