Pertemuan pertama

Hari ini merupakan hari terberat untuk Yuna, diawali dengan pagi yang suram karena niat perjodohan Ibunya, belum lagi banyaknya pekerjaan, bahkan sore ini pun ia masih harus mengurus berkas di tempat fotocopy karena printer kantor sedang bermasalah. Beberapa karyawan sudah meninggalkan kantor sementara dirinya masih menunggu hasil printer yang sedang dicetak.

Beberapa saat terdiam di sebuah bangku panjang, ponsel Yuna bergetar. Sebuah panggilan telepon mengalihkan perhatiannya dari lamunan soal perjodohan.

“Kamu dimana Na?” Wanda berbicara dari balik telepon.

“Aku masih di tempat fotocopy.”

“Aku udah selesai nih. Mau aku temenin gak?”

“Gak usah. Pulang aja duluan.”

“Kamu gak apa-apa?”

“Iya. Gak apa-apa kok.”

“Kalo masih lama aku temenin.”

“Gak usah. Nanti Ronald kelamaan nungguin kamu.” Balas Yuna.

Pacar Wanda itu, selalu menjemput Wanda sepulang kantor, dan itulah yang membuat Yuna terkadang mengomeli gadis bergigi gingsul itu karena tiap hari berdekatan dengan pria yang tidak kunjung menikahinya.

“Ya udah, kamu hati-hati ya. Jangan sampai ketinggalan bus.” Pesan Wanda lalu mengakhiri panggilan telepon.

Yuna mengela napas lalu terdiam sejenak. Ia merasa miris dengan nasib percintaannya. Diusia yang sudah matang ini, ia belum juga menemukan sosok pujaan hati. Ia tidak iri dengan Wanda yang memilik pacar, ia juga tidak pernah marasa kesepian hanya karena tak ada yang sering mengabari atau mengantar jemputnya ke kantor. Baginya menonton drakor dan mengerjakan pekerjaannya di kantor sudah cukup untuk membuatnya bahagia. Hanya saja usianya memang tidak lagi belia, apa yang membuatnya bahagia saat ini tentu berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh kedua orang tuanya.

Mereka mendesaknya untuk segera menikah pun bukan hanya sekadar perayaan melepas lajang, namun sejatinya agar kedua orang tuanya merasa tenang jika ada yang mengasihi putri semata wayangnya tersebut, sebab kedua walinya itu tak akan mungkin bisa terus mendampinginya.

“Mbak.” Penjaga toko berteriak ke arah Yuna.

“Mbak, ini berkasnya sudah siap.” Karena tak mendapat tanggapan, ia kembali mengulang teriakan, hingga gadis berhijab itu terkesiap dari lamunan.

“Oh baik mbak.” Yuna buru-buru bangkit dari duduknya setelah mengembalikan ponsel ke dalam tas lalu berlari kecil mendekati penjaga toko yang berada di balik kasir.

---ooo---

Setelah merampungkan kerjaannya yang menggunung, Yuna merentangkan badan guna merenggangkan otot-otot yang sempat menegang. Ia mengoceh seorang diri tentang printer yang bermasalah hingga membuat kerjaanya sedikit terkendala. Andai saja printer itu tidak rusak, saat ini ia pasti sudah berada di balkon kamar dengan segelas teh hangat dan camilan coklat yang akan menemaninya menyaksikan drakor. Namun nahas saja, sore ini ia  harus pulang sedikit terlambat.

Beranjak meninggalkan gedung bertingkat itu, Yuna mengedarkan pandangan menyapu seluruh halaman kantor. Tak ada siapa pun di sana, Kasim pun pasti sudah pulang. Tersisa dirinya dan seorang security di pos jaga.

“Apakah orang-orang sudah pada pulang? Tinggal aku sendiri di sini?.” Gumamnya. Setelah selesai mengamati tempat itu, ia membalikkan badan, namun sebelumnya ia sempat menangkap sekelebat bayangan dari dalam kantor yang berdinding kaca itu. Bulu kuduknya meremang, tak sempat berpikir apa pun lagi, gadis itu langsung melangkahkan kaki dengan cepat menuju halte yang berjarak seratus meter dari kantor.

“Apa itu tadi?” tanyanya seorang diri. Napasnya saling memburu, kakinya bergetar, pikiran buruk menghampiri perasaannya. Untung saja bus yang akan ia tumpangi sudah tampak di pelupuk mata.

Tak butuh waktu lama, kendaraan panjang itu pun sudah berhenti di dekatnya. Ia buru-buru masuk agar segera terhindar dari pikiran buruk, “semoga itu bukan hantu.”

Baru saja ia mengambil salah satu bangku di kursi penumpang, sosok pria asing ikut duduk di sampingnya. Tentu saja itu tak akan membuatnya murka, ini adalah kendaraan umum, siapapun berhak duduk bersamanya, meskipun ia agak sedikit risi. Mereka sempat bersitatap sambil melemparkan senyum, kemudian pemuda itu menyimpan sebuah tas di antara mereka untuk dijadikan sekat.

Pergi dan pulangnya dari kantor memang naik kendaraan umum, Ayahnya yang juga seorang PNS bekerja di suatu sekolah yang berlawanan arah dengan kantor Yuna, jadi ia tak bisa nebeng. Ia sendiri pun trauma mengendarai kendaraan pribadi, sebab ia pernah mengalami kecelakaan, walau tidak berat, namun hal itu membuatnya berhasil memutuskan untuk naik kendaraan umum saja, “biar kayak orang-orang di drakor.” Ungkapnya kala itu.

Bus sudah berjalan. Beberapa pegawai mendominasi isi bus yang sesak itu. Sambil memandangi jalanan kota yang ingar-bingar, rasa kantuk menyerang Yuna. Ia kelelahan dengan semua yang terjadi hari ini. Hingga akhirnya ia terlelap.

---ooo---

“Mbak, permisi.” Sapa seorang pria bernada pelan.

“Mbak. Maaf saya harus turun.” Suara pelan itu masih tak mendapat tanggapan hingga akhirnya ia memutuskan untuk menggoyangkan lengan gadis yang tidak lain adalah Yuna, ia sedang tertidur di bahu pria yang duduk di sebelahnya tadi.

Mata gadis itu mengerjap. Ia meluruskan punggung yang sempat condong ke pria di sebelahnya lalu menyeka mata untuk menyadarkan diri. Mengedarkan pandangan pada jendela bus, ia terlonjak hingga akhirnya berteriak, “PAK! AKU TURUN DISINI!”

Pria di sebelahnya terperanjat, ia segera berdiri lalu menyingkir dari jalan yang akan dilalui Yuna, gadis itu buru-buru bangkit dan berlari keluar bus, menyadari tempat pemberhentian bus ini adalah halte depan kompleks rumahnya.

“Huh!” Gadis itu tersengal lalu berhenti dari langkah cepatnya, setelah berada jauh dari halte. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kantuknya tiba-tiba membuyar. Bisa-bisanya ia tertidur, terlebih lagi bersandar pada bahu pria asing.

“Astaghfirullah hal adzim,” ia mengusap-usap lengan dan lehernya yang tadi menyatu dengan lengan pria asing itu, bukan karena merasa jijik atau pakaian pria itu kotor, tapi ia merasa tak pantas bersentuhan dengan orang yang bukan mahram.

Tangannya masih menangkup wajah frustasi, “astaga! Aku belum membayar ongkos bus.”

Gadis itu berbalik ke belakang mengamati kendaraan panjang itu, namun sayangnya ia sudah tak ada disana.

Gadis itu hanya mampu mengela napas lalu kembali melanjutkan langkah. Ia kemudian berpikir bahwa konsep bus itu tidak ramah untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab laki-laki dan perempuan harus duduk bersama dalam satu kursi dimana mereka itu belum tentu mahram.

Dan juga, harusnya pelayanan bayar-membayar dalam bus itu bisa seperti yang ada di drakor, jadi saat kita baru naik bus, bisa langsung membayar dengan kartu tertentu. Kalau sudah seperti kejadian ini, bagaimana? Ia sampai lupa tak membayar ongkos bus dikarenakan ketiduran, “hmmm.”

“Assalamu’alaikum.” Setibanya di depan teras rumah, ia mengucap salam lalu melepas alas kaki, namun masih meninggalkan kaus kaki yang akan dilepasnya di kamar nanti.

“Wa’alaikum salam.” Balasan dari dalam. Yuna sempat terkejut, kali ini balasan salamnya terdengar ramai, siapa yang datang?

Sebelum masuk, ia sempat membalik ke arah depan, ternyata ada sebuah mobil yang terparkir. Saking asyiknya ia melamun sampai tak sadar apa yang terjadi di sepanjang jalan.

Baru menampakkan diri setengah badan, ia sudah mendapati beberapa orang berada di ruang tamu tersebut. Ada kedua orang tuanya, seorang pria dan sepasang pasutri yang seusia dengan Ibunya.

Seluruh mata menoleh ke arahnya.

“Kok baru pulang? Kita udah nunggu dari tadi loh.” Sapa sang Ibu.

“Aku banyak kerjaan.” Jawabnya kemudian.

“Ada apa ini?” wajahnya tercengang. Tak mengerti apa yang membuat mereka menantikannya.

“Duduk sini.” Sang Ibu melambaikan tangan untuk membuatnya segera mendekat.

“K-kenapa?” tanyanya gagu setelah duduk di samping Ibunya. Ia mulai curiga dan merasa bahwa orang-orang itu adalah orang yang dimaksud Ibunya pagi tadi.

Sebelum berbicara, wanita paruh baya itu mengutas sebuah senyuman untuk putrinya, “ini teman Ibu, yang tadi pagi Ibu bilang,dan ini anaknya.”

“Hah?”

Terpopuler

Comments

Odette/Odile

Odette/Odile

Asik banget bisa nemuin karya yang apik seperti ini.

2024-01-20

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 61 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!