Jamiin dan Ladoh senang Bernan tetap tinggal bersama mereka, serta rumah Lince dapat mereka miliki.
Ladoh senang karena sebagai kepala rumah tangga, Ladoh tidak perlu lagi memikirkan pembayaran sewa rumah petak setiap bulan, dan memikirkan membeli rumah. Karena rumah dari kebohongan sudah dia dapati dengan mudahnya.
Ladoh hanya memikirkan perut dan masa depan keluarga dan anak-anaknya. Jamiin dan Ladoh memiliki tiga orang anak, satu putra bernama Palom, dua putri bernama Itet, dan Ena.
Jamiin dan Ladoh mulai berfikir untuk mengisi perut ketiga orang anak mereka dan Bernan.
Jamiin kembali beraktivitas, kesehariannya bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar tradisional.
Sementara Ladoh bekerja serabutan sebagai kuli bangunan, tukang parkir, bantu-bantu pekerjaan yang dipinta orang asal bisa untuk menafkahi istri, anak-anaknya dan Bernan.
Jamiin dan Ladoh semakin hari semakin kesulitan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga membuat Bernan kekurangan asupan gizi yang layak dalam masa pertumbuhannya.
Bernan tidak pernah dibawa imunisasi dan makanannya tidak bergizi. Bernan suka menangis, sakit demam tinggi, kejang karena kurang makan dan kurang gizi, akibat dari kesulitan ekonomi Jamiin dan Ladoh.
Saat Bernan sering sakit demam tinggi dan kejang, Jamiin hanya mampu membawa Bernan ke paranormal. Bukannya sembuh, sakit Bernan malah semakin parah.
Bernan sering sakit, Jamiin merasa bersalah melihat kondisi Bernan yang selalu menangis, sakit demam tinggi, dan kejang.
Sebagai seorang Ibu, Jamiin dapat merasakan yang dibutuhkan Bernan bukan dirinya tetapi sentuhan tangan dan dekapan Lince Ibu kandungnya.
Jamiin selalu merasa bersalah dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.
"Tuhan aku bersalah dan berdosa padamu Tuhan, demi kepentingan pribadi keluargaku, aku mampu membohongi diriku, naluri baik dan jiwa keibuanku. Aku salah Tuhan, sudah memisahkan antara anak dan Ibunya demi kepentingan pribadiku, hukumlah aku Tuhan." Jamiin berdo'a sambil menangis tersedu-sedu.
"Kenapa kau menangis Jamiin?" Tanya Ladoh.
Jamiin diam saja karena dia menyimpan rasa sedih, takut dan rasa bersalah pada dirinya terhadap apa yang sudah dilakukannya terhadap Bernan, Lince dan mengabaikan pesan nenek Bernan.
Jamiin sering melamun, menangis menyesali diri, karena takut suaminya Ladoh marah. Jamiin terus bekerja keras supaya dapat menolong biaya berobat Bernan dan kehidupan mereka sehari-hari untuk makan.
Jamiin tetap berusaha keras melanjutkan hidup bersama suaminya, membesarkan ketiga anak mereka serta Bernan.
Jamiin sangat menyayangi Bernan, karena rasa bersalah pada diri sendiri dan Lince. Jamiin selalu menampakkan kasih sayang yang berlebihan pada Bernan hingga membuat ketiga anaknya iri.
~Tujuh tahun kemudian~
Tujuh tahun kemudian, Jamiin hamil anak yang ke empat. Walaupun sedang kondisi hamil, Jamiin tetap beraktivitas seperti biasanya. Jamiin tetap bekerja keras jualan di pasar tradisional.
Saat ini, Bernan sudah masuk Sekolah Dasar (SD). Bernan tumbuh menjadi lelaki yang tampan, berbeda dengan anak kandung Jamiin dan Ladoh.
Bernan berkulit putih, berparas ganteng, hidung mancung, dan bibir merah. Ladoh sangat menyayangi Bernan, serta selalu mengajak Bernan pergi dihari libur ketempat kerjanya.
Ladoh selalu bangga memperkenalkan Bernan pada teman-teman kerjanya, karena Bernan anak yang baik selalu membantu Ladoh bekerja semampu tenaganya. Bernan juga disayang oleh kedua orang tua, dan sanak saudara Jamiin dan Ladoh.
Ibu Ladoh adalah seorang dukun ilmu hitam yang terkenal. Ibu Ladoh sangat menyayangi Bernan daripada cucu kandungnya sendiri yaitu anak Ladoh dan Jamiin.
Ibu Ladoh selalu meminta Bernan setiap libur dibawa ke kampungnya. Ladoh sering membawa Bernan ke kampung, sesuai permintaan Ibunya. Ladoh berharap Ibunya dapat membantu mengobati Bernan.
"Mak, aku minta tolong bantulah obati si Bernan ini, karena aku tidak punya uang untuk mengobatinya." Ucap Ladoh, memohon pada ibunya untuk kesembuhan Bernan.
"Bawalah Bernan ke kampung biar mamak obati, Bernan itu cucu kesayanganku." Jawab Ibu Ladoh.
Ladoh tersenyum mendengarkan kata Ibunya.
"Terimakasih Tuhan engkau sudah bantu melepaskan kesusahan ku untuk biaya berobat Bernan." Kata Ladoh dalam hati.
Setiap hari Sabtu, Bernan diantar Ladoh ke kampungnya. Minggu sore Bernan diantar Ibu Ladoh ke rumah Jamiin dan Ladoh.
Selama di rumah Ladoh, Ibu Ladoh mengantar Bernan ke sekolah walau berjalan kaki. Ibunya Ladoh dengan senang hati mengantar dan menjemput Bernan sekolah.
Ibu Ladoh selalu memberi Bernan Jajan ke sekolah dari uang yang dikumpulnya dari pendapatan orang berobat padanya.
Ibu Ladoh selalu membawa Bernan untuk mencari obat-obat yang dibutuhkannya untuk mengobati orang.
"Aku menyayangimu karena kau cucuku yang ganteng, rajin, patuh, baik hati tidak seperti cucuku yang lain." Puji Ibu Ladoh pada Bernan, cucu kesayangannya.
"Aku juga menyayangi nenek, karena nenek baik kepadaku, selalu memberiku jajan, dan mau mengantarku sekolah dan menjemput ku pulang sekolah." Jawab Bernan.
"Aku akan ikut denganmu kemana saja Bernan. Saat aku hilang dari muka bumi ini, aku akan menumpang dalam dirimu, jasad ku akan hilang dan tidak bisa di kuburkan di bumi ini, karena aku penganut ilmu hitam." Ucap Ibu Ladoh dalam hati.
Suatu hari, Ibu Ladoh sakit keras. Usia Ibu Ladoh adalah 115 tahun. Ilmu hitam Ibu Ladoh sudah diturunkan pada kakak Ladoh yang merawat Ibu Ladoh di kampung, yang bernama Darma.
"Darma mamak sudah tua, karena kau sudah merawat mamak, mamak hanya dapat memberikan kau ilmu mamak supaya kau yang meneruskan ilmu mamak ini untuk dapat menolong kehidupan rumah tanggamu." Pesan Ibu Ladoh pada anaknya yang bernama Darma.
Darma menganggukkan kepala tanda setuju.
Beberapa hari kemudian Ibu Ladoh meminta abang Ladoh untuk menjemput Ladoh.
Sesampainya dirumah Ladoh.
"Dek ikutlah dengan ku, hari ini kita pulang karena Ibu sakit keras. Ibu selalu memanggil-manggil namamu. Lalu Ibu menyuruhku menjemputmu dan Ibu juga minta Bernan juga dibawa." Pinta Darma pada Ladoh.
Ladoh langsung berkemas, dan pamit pada Jamiin untuk membawa Bernan menjumpai Ibunya bersama Darma.
Sampai di kampung, Ibu Ladoh senang melihat Ladoh dan Bernan datang.
"Ladoh mendekat lah bantu mamak, mamak mau duduk," pinta Ibu Ladoh yang sudah kesusahan untuk duduk.
"Baik Mak," kata Ladoh langsung mendekati Ibunya dan menolong Ibunya untuk duduk.
Kemudian Bernan mendekati neneknya, lalu mamak Ladoh mencium kedua pipi Bernan.
"Bernan, benarkah kau sayang pada nenek? nenek akan selalu ikut bersamamu kemana saja kau pergi karena nenek tidak mau jauh darimu nak. Bawalah aku selalu nak." Ucap Ibu Ladoh memohon pada Bernan.
"Nenek jangan tinggalkan aku, aku mau nenek selalu ada di dekatku, aku sayang nenek." Ucap Bernan sambil menangis.
Tidak lama pembicaraan Ibu Ladoh dan Bernan. Nafas Ibu Ladoh sesak. Ladoh memeluk Ibunya, memberi seteguk air kemudian Ibu Ladoh bersin tiga kali dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Semua saudara Ladoh menjerit dan menangis termasuk Bernan. Pada hari ketiga, saat jasad Ibunya Ladoh mau dimasukan ke peti, dan akan diantar ke pemakaman, setelah dilihat ternyata mayatnya tidak ada.
Kejadian tersebut menggegerkan orang yang hadir.
Saat mayatnya Ibu Ladoh hilang, sakitnya Bernan kambuh. Bernan teriak-teriak seperti orang kemasukan, semua yang hadir ketakutan melihat Bernan.
Empat jam kemudian Bernan sadar, Bernan tidak bisa menggerakkan badannya. Semua badannya kaku dan sakit, Bernan tidak bisa berdiri, dan jalan.
Esok paginya, setelah Bernan sehat lagi, Ladoh segera kembali membawa Bernan pulang, karena Jamiin selalu menanyakan Bernan dan Jamiin juga mau melahirkan anak ke empatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Kak Dsh 14
Nama2 nya nampak asing
semangat kak
2024-07-04
0
Elok Oren 🤎
ada, ini real life kak yang di novel kan 😊
2024-05-13
0
Rona Risa
yaampun ini kalau di real life ada beneran gak sih? serius nanya
2024-05-12
1