Deg... perasaan Oka tak menentu, karena barusan suara yg sudah lama tidak dia dengar. Ada perasaan takut tapi juga rindu. Ya, Oka akhirnya menyadari dia merindukan orang yg 2 tahun terakhir ini selalu memenuhi pikirannya.
Bergegas Oka membuka file yg dimaksud. Kemudian setelah di cetak, dibawanya menuju lantai 3.
tok... tok... tok...
Dengan ragu Oka mengetuk pintu didepannya.
"Masuk."
Terdengar jawaban dari dalam, dibukanya perlahan pintu itu. Segera Oka membuka pintu dan menuju meja Rimba menyerahkan beberapa lembar laporan yg diminta oleh bos baru itu.
"Duduklah, aku ingin melihat sebentar. Nanti kalau ada yg kurang paham, kamu bisa menjelaskan. " kata Rimba dan menyuruh Oka duduk. Sebenarnya Rimba tidak serius dengan laporan itu, dia hanya ingin melihat Oka lebih dekat dan lebih lama.
"Kabarnya manager procurement mau pensiun. Kapan itu? "
"Masih 2 tahun lagi, Pak. " jawab Oka sopan.
"Masih lama, apakah kamu yg akan menggantikannya? " tanya Cakra lagi.
"Em... sepertinya bukan Pak, karena banyak yg lebih kompeten dibandingkan saya. "
"Baiklah, kamu bisa kembali ke meja kamu. "
"Saya permisi Pak. " sambil membungkukkan badan, Oka pamit dengan perasaan lega. 'Ternyata dia tidak ingat sama sekali. ' bathin Oka sambil kembali menuju tangga ke lantai 1. Walaupun perusahaan besar, tapi tidak ada fasilitas lift di sana. Ada perasaan kecewa dan marah dalam dirinya.
'Mengapa sepertinya dia lupa. ' Oka tiba-tiba menjadi sedih. Dengan wajah murung dia melanjutkan pekerjaannya. Masih jam 10, tetapi semangat Oka sudah tertinggal di ruangan Rimba.
Sementara Rimba juga merasa kehilangan setelah melihat Oka menghilang di balik pintu. Sungguh orang-orang yg rumit, karena tidak mampu mengekspresikan perasaan mereka. Akhirnya setelah makan siang, kembali Rimba menghubungi Oka.
" Halo. " Oka.
"Bawa laporan tahunan. Dari 1 Januari sampai produksi kemarin. "
"Maaf pak, kalau sampai kemarin laporannya belum masuk. Terakhir laporan masuk 2 hari yg lalu. Nanti jam 3 baru fix untuk produksi kemarin. " jawab Oka, berharap tidak ada perintah menghadap sang Bos.
"Ya, bawa yg itu. " klik, bunyi telepon ditutup.
Dengan setengah hati, Oka mencetak sesuai kemauan Pak Bos. Kemudian menaiki tangga menuju lantai 3, dimana ruangan Bos berada. Karena Oka di kantor tidak mempunyai teman dekat, jadi tidak bisa berbagi cerita kekesalannya pada temannya. Kalau sebelumnya masih bekerja di ruang produksi, Oka punya 3 teman dekat. Sekarang jam kerja mereka berbeda, jadi agak sulit untuk berkumpul bersama.
tok... tok... tok...
"Masuk."
"Ini laporan yg bapak minta. " kata Oka sambil menyerahkan beberapa lembar kertas.
"Sudah berapa lama kamu bekerja di perusahaan ini? " basa basi Rimba.
"Sekitar 10 tahun, Pak. " jawab Oka sopan.
"Apakah kamu sudah lupa sama aku, hem? " tanya Rimba kemudian dengan wajah sendu.
"Maaf, saya tidak tau. " sekilas Oka bisa melihat wajah sendu Rimba, tapi kemudian segera mengalihkan pandangannya ke meja didepannya.
"Aku sudah menunggu sekian lama untuk bertemu kamu. Kalau kamu marah, aku bisa mengerti. " ucap sendu Rimba.
"Pak, kalau tidak ada yg ditanyakan lagi saya akan kembali ke meja saya. Permisi. " pamit Oka dan langsung meninggalkan ruangan itu. Hatinya sekarang menjadi berdebar-debar karena ternyata Rimba mengingat dirinya. Ada perasaan cemas, bagaimana dengan karir yg sudah dibangun selama ini. Oka tidak mau kalau perjuangannya selama ini menjadi sia-sia.
'Ya Allah, tolonglah hambaMu ini. ' doa Oka dalam diam. Tanpa disadari, wajahnya merona. Oka juga merasa heran dengan dirinya, mengapa tidak bisa marah atau benci. Perasaannya menjadi lemah di depan sang Bos baru ini.
Sampai tiba waktu pulang, Oka lebih banyak melamun daripada menyelesaikan pekerjaannya. Menuju halte yg ada di depan perusahaannya, kembali Oka melamun. Akhirnya bis yg ditunggu sudah lewat tapi dia tidak menyadarinya. Kemudian sebuah mobil berhenti di depannya. Penumpangnya keluar menghampiri Oka.
"Ayo aku antar pulang. Sebentar lagi gelap, semakin jarang bis yg lewat. " kata orang tersebut.
"Terima kasih, saya naik bis saja karena rumah saya jauh. " jawab Oka.
"Aku ingin membicarakan sesuatu sama kamu, bisakah kamu luangkan waktu? " kembali Rimba meminta waktu untuk bersama.
"Maaf Pak, saya harus segera pulang. " tolak Oka.
"Kalau begitu, ayo aku antar. "
"Sebaiknya anda segera pergi, beberapa karyawan melihat anda. Apa bapak tidak malu? "
"Kenapa harus malu? " tanya Rimba yg malah duduk di sebelah Oka.
"Kalau kamu tidak mau aku antar pulang, aku akan mengikuti bis yg kamu tumpangi. Bagaimana? " jawab Rimba dengan santai. Oka menjadi semakin tidak nyaman karena ada beberapa orang kantor mulai keluar dan melihat mereka.
"Baiklah." jawab Oka sambil berdiri. Kemudian Rimba membukakan pintu mobilnya. Sebenarnya Oka tidak nyaman, karena ada beberapa orang yg keluar perusahaan. Tapi biarlah, akan dia abaikan jikalau besok terjadi gosip tentang dirinya.
Setelah perjalanan yg memakan waktu setengah jam lebih, sampailah mereka di depan sebuah rumah sederhana. Perumahan bersubsidi di pinggiran kota. Rumah yg sangat imut tapi asri dan rapi. Itu yg dilihat sekilas oleh Rimba. Karena didepan rumah ada beberapa pot tanaman hijau. Seluruh luas tanah full bangunan, mungkin karena luas tanah yg kecil. Rimba dipersilahkan masuk, ruang tamu dibuat terbuka. Semacam teras merangkap ruang tamu. Yang pasti, Rimba benar-benar bahagia bisa diterima di rumah Oka.
"Bapak mau minum apa? Kopi? " tanpa sadar Oka memberi peluang untuk Rimba berada di rumahnya lebih lama.
"Teh saja, aku minum kopi hanya pagi hari saja. " jawab Rimba.
"Tunggu sebentar. " kemudian Oka masuk ke dalam rumahnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Oka sudah keluar dengan baju rumahan dan nampan berisi teh dan kue muffin keju. Rimba sangat senang dengan penerimaan Oka terhadap dirinya. Setelah menaruh teh dan kue di meja, Oka duduk di sisi kiri Rimba.
"Silahkan diminum Pak. Setelah itu bapak bisa mengatakan apa yg ingin disampaikan ke saya. " kata Oka dengan tanpa ragu.
Tiba-tiba kemudian Rimba beranjak dari duduknya, bersimpuh di hadapan Oka.
"Maafkan aku untuk malam itu. Sungguh aku tidak pernah berfikir untuk melakukannya. Orang-orang itu yg sepertinya ingin menghancurkan aku. Ayo kita menikah, untuk menebus dosa-dosa kita. " Rimba menggenggam erat kedua tangan Oka dan menciuminya, sambil terus mengulang kata maafnya. Sementara Oka terpaku mendengar apa yg diucapkan Rimba. Tanpa terasa, airmata nya mengalir deras di pipinya. Oka tidak mampu berkata-kata.
Melihat Oka yg seperti itu, perlahan Rimba mendongakkan kepalanya. Diusapnya airmata Oka, dengan penuh kelembutan. Oka masih saja menangis dan sesaat kemudian, Oka mendadak tubuhnya lunglai dan jatuh ke sandaran sofa.
"Oka... Oka... " seru Rimba sambil menepuk-nepuk pipi Oka, tapi tidak ada reaksi. Perlahan diangkatnya tubuh Oka yg pingsan. Akan di baringkan di sofa, tapi ruang tamu itu agak dingin karena terbuka. Akhirnya Rimba membawa masuk ke kamar Oka. Dibaringkannya tubuh wanita yg selama 2 tahun ini menghiasi mimpi-mimpinya.
"Sayang, bangunlah jangan seperti ini. " gumam Rimba sambil menepuk-nepuk pipi Oka. Diambilnya minyak kayu putih yg ada di meja rias. Dibalurkan di kaki dan tangan, juga pelipis Oka dengan minyak kayu putih. Kemudian di oleskan di hidung Oka. kemudian ditepuk-tepuk nya pipi Oka, tapi masih tidak ada pergerakan. Karena panik, akhirnya Rimba menghubungi dokter keluarganya yg tak lain adalah kakaknya sendiri. Karena Rimba tau, dari rumah kakaknya ke rumah Oka hanya butuh waktu 10 menit. Tadi dalam perjalanannya mengantar Oka, mereka melewati rumah kakak sulungnya.
"Kak, apa sekarang masih di rumah sakit atau masih di tempat praktek? " tanya Rimba.
"Ini baru selesai praktek, mau tutup. Ada apa? "
"Kak, aku share lokasi tolong datang. Ada yg pingsan dan sudah aku kasih minyak kayu putih tapi belum bangun, cepetan ya kak. "
klik.
Telepon dimatikan Rimba tanpa menunggu jawaban kakaknya. Kemudian dia kirim lokasi rumah Oka. Dan menunggu sang kakak dengan tidak sabar.
Tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu pagar. Rimba segera keluar dan menyuruh kakaknya masuk, langsung dibawanya ke kamar Oka. Tanpa banyak tanya, Kakak Rimba itu langsung memeriksa pasien istimewanya. Setelah selesai kemudian dibuatkan resep obat tapi tidak diberikan pada Rimba, resep itu masuk saku jas putihnya.
"Kak, kenapa dia pingsan? "
"Kecapekan dan stress banyak beban pikiran. Sementara itu yg kakak lihat. "
"Kasian dia hidup sendiri. "gumam Rimba.
"Kakak menunggu penjelasan kamu, awas kalau kamu gak mampir ke rumah. " ancam kak Alma.
"Makasih kak, jangan cerita sama mama. " pesan Rimba, kuatir sang mama heboh.
"Sebentar lagi biar bik Sum kesini jagain, kamu harus pulang. Gak boleh menginap di sini. " pesan kak Alma. Wah, sepertinya dia takut adiknya gak pulang.
"Makasih kakakku yg paling cantik dan baik hati. "
Selang 30 menit kemudian, bik Sum datang dan memberikan obat dari dokter Alma.
"Mas Rimba bisa pulang sekarang. Bibik yg ditugaskan buat merawat mbaknya. " kata bik Sum begitu tiba di rumah Oka.
"Baiklah bik, jangan lupa nanti suruh dia makan. Aku sudah periksa di meja makan kosong tapi di kulkas sepertinya ada beberapa makanan. Tinggal dipanaskan saja. " pesan Rimba.
"Iya mas, tadi bibik sudah bawa sup hangat dari rumah. Kebetulan sup sehat, menu sore ini di rumah bu dokter. "
"Saya pulang bik, nitip calon istriku ya. " ucap Rimba.
"Inggih Mas. " bik Sum kemudian meletakkan obat dan sup di meja kamar. Kemudian mengantar Rimba pulang dan mengunci pintu. Kembali masuk rumah, bik Sum ke dapur membuat teh panas untuk Oka. Kemudian di bawanya ke kamar Oka. Bik Sum kemudian memijit pelan kaki Oka. Dipijit dari telapak kaki ke betis, otot-otot kakinya biar lemas.
Setelah dipijit kakinya, ternyata Oka kemudian terbangun dan kaget ada orang yg tidak dikenal di kamarnya.
"Alhamdulillah, mbaknya sudah bangun. Maaf, saya ditugaskan bu dokter untuk menjaga mbaknya. Kasian, sakit sendirian di rumah. " kata bik Sum.
"Maaf, bibik siapa ya? " tanya Oka, karena dia merasa tidak pernah melihat di sekitar rumahnya.
"Saya bik Sum, mbak. Saya pembantunya bu dokter Alma, kakaknya mas Rimba. " jelas bik Sum. Reflek Oka langsung bangun dari tidurnya begitu nama Rimba disebut.
"Dimana sekarang pak Rimba nya, bik? " tanya Oka.
"Sudah pulang mbak. Saya disuruh menggantikan menemani mbak sama bu dokter. " jelas bik Sum. Kemudian wanita paruh baya itu mengambil sup yg dia bawa tadi, diberikannya kepada Oka.
"Mbaknya makan dulu, biar ada tenaga. " Sambil memberikan segelas teh hangat, bik Sum membantu Oka minum. Dan Oka akhirnya makan dan minum obatnya. Setelah merasa jauh lebih baik, Oka pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah berganti baju dengan piyama, Oka menghampiri bik Sum yg beres-beres dapur dan cuci piring.
"Bik, jangan beres-beres dapur. Besok saja biar saya yg kerjakan. " cegah Oka.
"Gak papa mbak, sudah biasa begini. Mbak istirahat saja biar cepat pulih. "
"Sudah jam 10, bibik setelah ini segera tidur ya. Mau tidur sama saya atau di kamar sebelah? "
"Mbak sudah beneran sehat? kalau sudah enakan, saya tidur di kamar sebelah saja. Terima kasih ya mbak. "
"Saya yg terima kasih karena sudah ditemani dan dirawat. " jawab Oka.
Kemudian Oka beranjak ke kamar untuk beristirahat. Disisihkannya semua masalah yg menjadi beban pikirannya. Entahlah, tiba-tiba dia merasa hari ini sangat berat. Tak lama setelah membaringkan tubuhnya, Oka langsung terlelap.
Beberapa saat kemudian, bik Sum membuka pintu kamar Oka. Dilihatnya sudah tidur nyenyak, bik Sum bernafas lega. Karena merasa Oka orangnya sangat baik dan tidak manja. Biasanya kekasih para majikan suka banyak perintah-perintah, tapi yg ini tidak sama sekali. Kemudian bik Sum menuju kamar satunya untuk beristirahat juga. 'Semoga besok calon istri mas Rimba sudah sehat. ' doa bik Sum dalam hati. Kemudian tertidur menyusul Oka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments