Langit Berlin

Arsenio dan Wilhelmina sama sekali tak saling bicara sampai kendaraan yang mereka tumpangi tiba di bandara. Arsenio hanya diam memperhatikan saat Wilhelmina kesulitan menurunkan barang-barang dari dalam bagasi. Dia sengaja tak membantu sang putri.

"Aku sudah menghubungi Carlen Meier. Dia bersedia menampungmu di sana untuk sementara sampai kamu bisa mendapatkan tempat tinggal sendiri," ujar Arsenio dingin.

Wilhelmina dapat menangkap sorot kecewa yang begitu besar dari iris mata coklat terang sang ayah. Gadis itupun mengangguk tanpa sanggup berkata-kata. "Aku pergi dulu, Pa," ujarnya.

Lemas, Wilhelmina meraih troli barang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Seperti tadi, dia memindahkan sendiri koper-kopernya ke dalam troli.

Susah payah Wilhelmina mendorong troli besar yang kini berisi penuh pitu. Namun, setelah beberapa langkah, Wilhelmina tiba-tiba membalikkan badan menghadap Arsenio. "Apa papa tidak ingin mengantarku sampai check in?" tanyanya pilu.

Lagi-lagi, Arsenio terdiam. "Hati-hati lah di sana. Kuharap kamu bisa belajar tentang banyak hal," jawab Arsenio kemudian.

"Maafkan aku yang sudah mengecewakan Mama dan Papa," ucap Wilhelmina dengan mata berkaca-kaca. Hatinya semakin pilu tatkala Arsenio sama sekali tak menanggapi ucapannya.

Wilhelmina tak memiliki pilihan lain selain berbalik meninggalkan sang ayah tanpa menoleh lagi.

Wilhelmina berjalan cepat menuju lokasi check in, lalu menunggu di lounge VIP. Dia semakin resah ketika mendengar pengumuman bahwa pesawat mengalami delay untuk sementara.

Rasa ingin melarikan diri dan tak ingin terbang ke Jerman membara di dalam diri gadis cantik yang baru saja lulus kuliah itu.

Dalam keadaan kalut tersebut, telepon genggamnya berdering. Jantung Wilhelmina seolah berhenti berdetak saat membaca nama Arga tertera di layar ponsel.

Tanpa pikir panjang, dia segera mengangkat telepon itu. "Ga, tolong aku. Papa hendak membuangku ke Jerman," pinta Wilhelmina tanpa memberi kesempatan kekasih gelapnya itu untuk menyapa lebih dulu.

"Wili, apa benar kamu diusir?" tanya Arga lirih.

"Lakukan sesuatu, Ga. Aku tidak mau pergi dari Indonesia." Wilhelmina terisak.

"Maaf, Wil. Bukannya aku tidak mau menolong, tapi ...." Hening sejenak. Arga seolah menjeda kalimatnya.

"Ga?" panggil Wilhelmina tak sabar.

"Papamu meneleponku tadi malam. Aku ... aku minta maaf ...." Arga terbata. "Kita akhiri saja semua kegilaan ini, Wil. Kamu berhak mendapatkan yang jauh lebih baik. Usiamu masih sangat muda," lanjutnya.

"Apa? Akhiri? Bukankah kamu sudah berjanji untuk bercerai dari Marcella dan menikah denganku?" protes Wilhelmina.

"Aku tidak bisa, Wil. Marcella adalah istriku. Aku tidak akan pernah bisa meninggalkan dia."

Kata-kata Arga tersebut bagaikan petir yang menyambar Wilhelmina. Hatinya terkoyak sedemikian parah mendengar pengakuan sang kekasih.

Dada Wilhelmina terasa sesak hingga dirinya seakan kesulitan bernapas. "Brengsek kamu, Ga! Bajingan!" umpatnya sambil terengah. Wilhelmina pun mengakhiri panggilan secara sepihak.

Gadis yang memiliki warna mata yang sama dengan sang ayah itu langsung mematikan telepon genggamnya, terlebih saat itu awak kabin sudah mengumumkan keberangkatan pesawat.

Sambil mengusap air mata, Wilhelmina berjalan tergesa memasuki kabin. Kegalauannya sedikit terobati ketika Arsenio menyiapkan penerbangan kelas eksekutif untuk dirinya. Wilhelmina menikmati kemewahan itu selama 16 jam perjalanan, hingga tiba di bandara Otto Lilienthal, Berlin.

Seorang pria bersetelan rapi telah siap menjemput Wilhelmina di terminal kedatangan. Pria itu sigap membantu Wilhelmina membawakan barang-barang bawaan yang cukup banyak. “Apa anda bisa berbahasa Jerman?” tanya pria itu sopan dalam bahasa Inggris.

“Sedikit,” jawab Wilhelmina singkat.

“Tidak apa-apa. Tuan Meier akan membantu anda selama berada di sini. Oh, ya. Perkenalkan nama saya Dieter, asisten pribadi Tuan Meier,” ujar pria itu memperkenalkan diri.

"Kenapa harus teman Papa yang satu itu? Aku tidak suka Carlen Meier. Dia orang yang dingin dan aneh," sahut Wilhelmina seraya mengempaskan napas pelan.

Pria bernama Dieter tersebut seketika menghentikan langkah dan menatap Wilhelmina dengan sorot yang tak dapat diartikan.

“Kenapa?” tanya Wilhelmina tak suka.

“Jangan salah sangka, Nona. Tuan Meier adalah pria yang sangat baik,” timpal Dieter penuh penekanan.

“Terserah kau saja.” Wilhelmina menggerutu pelan. Dia tak ingin berbasa-basi lagi. Gadis cantik itu mengikuti langkah Dieter dalam diam sampai tiba di area parkir.

Dieter mengarahkan Wilhelmina ke sebuah mobil mewah bercat hitam dan membukakan pintu untuknya. Seorang pria berseragam datang menghampiri. Pria yang ternyata adalah sopir pribadi itu membantu Dieter memasukkan koper-koper Wilhelmina ke dalam bagasi.

“Berapa lama ke rumah Tuan Meier?” tanya Wilhelmina datar.

“Jika lalu lintas lancar, kita akan tiba satu jam kemudian, Nona,” jawab Dieter.

Wilhelmina hanya mengangguk tanpa bersuara, sebab pikirannya kembali dipenuhi oleh sosok Arga yang berhasil menghancurkan hatinya.

“Tuan Meier sering bercerita tentang ayah anda. Dia mengatakan bahwa Tuan Arsenio Rainier adalah pria luar biasa,” celetuk Dieter membuka pembicaraan.

“Tidak juga. Ayahku terlalu protektif. Dia memperlakukan aku dan adikku seperti narapidana,” sahut Wilhelmina.

“Benarkah?” Dieter mengangkat alis setengah tak percaya.

“Iya, sejak kecil, aku dan adikku belajar di rumah, homeschooling. Di umur 16 tahun, aku lulus ujian kesetaraan setingkat SMA,” tutur Wilhelmina bangga. “Lalu, aku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, dan ….”

Dieter menautkan alis, menunggu kalimat Wilhelmina berikutnya. Namun, gadis itu hanya tersenyum, lalu memalingkan wajah ke jendela. “Dan?” ulang Dieter.

“Semenjak kuliah, aku sering merepotkan Papa. Itu semua salahnya karena selalu mengekangku,” ucap Wilhelmina lirih.

Dieter menggeleng pelan karena tak mengerti maksud pembicaraan Wilhelmina. Pria itu sebenarnya hendak bertanya lebih banyak lagi. Namun, mobil yang mereka tumpangi ternyata sudah sampai di kediaman Carlen Meier.

Dieter turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Wilhelmina. “Silakan, Nona. Tuan Meier sudah menunggu anda di ruang kerja,” ujarnya.

“Bagaimana dengan barang-barangku?” tanya Wilhelmina ragu-ragu.

“Tenang saja, Nona. Semua pelayan di rumah ini sudah diperintahkan untuk melayani anda dengan baik, termasuk menurunkan barang-barang anda dan meletakkannya di kamar yang telah disiapkan,” tutur Dieter.

“Ya, sudah.” Wilhelmina memaksakan senyum.

“Mari.” Dieter mengulurkan tangan ke arah bangunan utama rumah mewah bergaya Victoria tersebut.

“Seperti rumah hantu,” gumam Wilhelmina sambil melangkah keluar dari mobil. Sorot matanya menyapu setiap jengkal bangunan berdinding batu alam. Wilhelmina merasa bahwa dirinya seakan-akan berada di sebuah lingkungan kerajaan. Sorot mata takjub itu berakhir tatkala dia tiba di ruang kerja Carlen Meier.

Beberapa meter di depan Wilhelmina, berdiri sesosok pria tinggi dan tegap yang berusia sekitar empat puluhan. Bola mata pria yang berwarna biru itu, menatap tajam ke arahnya.

“Putri Tuan Rainier sudah datang, Sir.” Dieter membungkukkan tubuhnya di hadapan sang majikan.

“Pergilah. Aku ingin bicara berdua dengan Nona Wilhelmina Rainier,” titah Carlen. Suara pria itu terdengar begitu berat dan dalam.

“Jawohl (baik, Tuan).” Dieter kembali membungkuk sebelum berlalu meninggalkan ruangan tersebut dan menutup pintunya dari luar.

“Apa kabarmu, Wili?” sapa Carlen dengan nada bicara yang terdengar berbeda dari sebelumnya.

“Anda mengetahui nama panggilanku?” Wilhelmina menautkan alis.

“Tentu saja. Dulu, aku sering mengajakmu bermain,” jawab Carlen sembari tersenyum samar.

Terpopuler

Comments

Dwisya12Aurizra

Dwisya12Aurizra

lanjut

2024-01-18

3

Dwisya12Aurizra

Dwisya12Aurizra

begitulah para lelaki janji janjinya hanyalah pemanis bibir belaka

2024-01-18

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!