Sahna tak mau membuang-buang waktunya yang berharga. Esok hari lagi ia langsung memutuskan berangkat untuk mencari tahu. Sahna tak tahu apa pun soal Ibu, karena itulah ia akan meminta pada informan yang bisa melacak jejak-jejak rahasia seseorang bahkan jika orang itu sudah mati.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Sahna keluar tapi tak menyangka akan bertemu sekumpulan orang sialan.
"Lihat ini." Hallery, bibi kandung Sebastian yang juga bertanggung jawab sebagai ibu angkatnya setelah ibu kandung Sebastian mati, seketika menatap Sahna sinis. "Istri macam apa yang sepertimu? Keluar masuk sesuka hati, mengabaikan suamimu yang susah payah bekerja."
Sahna hampir memutar bola mata.
Lalu apa? Dia ingin Sahna perhatian pada Sebastian hanya agar mereka berteriak 'berhenti bertingkah seperti istri sungguhan, dasar anak pengemis!'.
Lagipula lihat dia. Suaminya, pria yang katanya susah payah bekerja, itu hanya menatap tanpa emosi saat istrinya ditekan.
"Ingin ke mana kamu? Sepertinya dari kemarin pekerjaanmu hanya pergi entah ke mana."
"...." Sahna tak berniat menjawab, hanya melewati mereka. Ia hanya sedikit bergumam, "Aku pergi sebentar."
Samar-samar ia mendengar suara Bibi Hallery mencercanya, mengatakan ia tak tahu terima kasih dan tak tahu tempatnya.
Sebastian sedikitpun tidak membantah. Malah seolah tak terjadi sesuatu, Sebastian pamit pada bibinya.
Hampir bersamaan mobil yang Sahna kendarai dan mobil Sebastian melaju di jalanan pribadi, keluar dari kawasan Sebastian.
Sahna ingin cepat-cepat tancap gas agar tak perlu beriringan namun tak disangka Sebastian menurunkan kaca jendelanya. Samar tanpa suara, dia berkata, "Berhenti."
Mobil Sahna berhenti seketika. Bukan karena ia menurut tapi karena ia harus mulai memperhatikan percakapan dengan pria ini. Bisa saja ada petunjuk yang tak sengaja dia katakan.
Sebastian turun dari mobilnya dan Sahna pun turun.
"Ada gosip aneh beredar."
Sahna mengernyit. "Gosip?"
"Gosip bahwa Nona diam-diam bertemu pria muda dan menghabiskan malam penuh nafsu."
Sahna menghela napas tak percaya. "Kamu menghentikan aku cuma karena omong kosong semacam itu?"
"Bukankah sudah kubilang," Sebastian mengeluarkan rokok dari sakunya, menyalakan itu dan mengembuskan asap rokoknya ke wajah Sahna, "pernikahan, nyawamu, harga diriku. Itu hal yang mutlak harus dijaga."
Sahna mengerutkan keningnya marah. "Kuharap gosipnya benar, berhubung suamiku hanya suka bermain dengan hantu. Tapi sayang sekali karena istrimu yang kurang belaian ini bahkan tidak punya waktu mencari pria muda."
"Aku tahu," jawab dia santai.
Justru membuat Sahna berang. "Kalau sudah tahu kenapa kamu perlu bicara lagi?!"
"Karena gosip itu tidak peduli fakta ataupun pendapatmu." Sebastian menjatuhkan abu dari bekas bara rokoknya di hadapan Sahna. Walau tak sampai mengenainya, dia seperti sedang menunjukkan sesuatu yang sia-sia secara jelas. "Nona sudah kehilangan orang yang membantu Nona, lalu karena frustasi Nona akhirnya memperkosa banyak pria muda untuk melampiaskan kesedihan dalam nafsu."
"...."
"Tidak peduli faktanya apa, itulah gosipnya dan semua orang mengingat gosip itu saat melihatku. Jadi sebaiknya Nona berhati-hati memijak sebuah tempat."
Sebastian berbalik.
"Aku juga bisa memerintahkan Nona untuk dikurung di kamar Nona."
Sahna mengepal kuat-kuat tangannya.
Jangan. Jangan terpancing oleh provokasi itu. Lagipula tidak seperti yang dia takutkan, Sahna tidak berniat pergi ke tempat aneh.
*
Ada banyak informan di kota besar semacam ini, namun mencari informan yang kredibilitasnya bagus dan secara bersamaan bisa menjaga rahasia itu tidak sebanyak yang bisa diharapkan.
Sahna menghentikan mobilnya di depan sebuah gang sempit. Itu daerah kumuh perkotaan, bukan tempatnya para pemulung dan pengemis juga namun jelas bukan tempat para orang elit berada.
Sahna memakai masker dan topi untuk menutupi wajahnya, berjalan memasuki gang itu untuk mencapai sebuah toko kelontong yang sebenarnya adalah tempat informan. Baru sana Sahna mau mendorong pintu terbuka, pintu itu sudah terbuka dari dalam, disusul kemunculan sosok tak terduga.
"Kakak?"
Cih. Apa kota ini sekecil itu sampai-sampai ia malah bertemu orang ini dari semua tempat?
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Sahna mau tak mau bertanya. Memicing curiga sebab itu terlalu kebetulan.
"Bukankah itu pertanyaanku untuk Kakak?" El menarik pintu tertutup, menghalangi Sahna masuk. "Kenapa seorang wanita seperti Kakak datang ke tempat ini?"
Sahna hanya diam mengamati. Aneh rasanya. Kenapa tiba-tiba El berada di sini?
Tidak, bukan cuma itu, pikir Sahna. Keluarga Iskandar punya mansion megah dan puluhan orang pelayan. Emas dan permata mungkin bagi mereka tidak berharga banyak. Uang mereka pasti cukup membayar informan terbaik di negara ini datang secara langsung pada mereka, diam-diam kalau memang tidak mau diketahui, tapi kenapa anak ini di sini?
Hari ini?
Masalahnya aku tidak memberitahu siapa pun soal tujuanku ke sini, gumam Sahna dalam benaknya. Melirik ke sepatu Elbarack. Dia juga tiba duluan daripada aku. Kalau begitu kebetulan?
"Minggir." Sahna tidak punya pilihan selain menganggapnya kebetulan. "Aku tidak ada urusan denganmu."
Sahna mendorong El dari jalannya, masuk ke dalam untuk mengurus urusannya. Butuh proses hingga Sahna bisa masuk ke ruang tersembunyi, bertemu dengan informan yang hanya bicara lewat pembatas.
"Ada perlu apa, Nona Muda?" tanya dia.
Dari suaranya dia seorang pria muda.
"Aku ingin mencari tahu sesuatu." Sahna mendorong foto dan lembar profil Ibu pada celah di atas meja. "Cari tahu semua hal soal wanita ini. Apa pun."
"...."
Sahna mengerutkan kening karena pria itu diam. "Ada apa?"
"Tidak." Pria itu mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. "Berapa lama Nona memberi waktu?"
"Secepatnya."
"Baiklah. Untuk kesempurnaan, beri saya waktu sebulan."
"Aku mengerti." Sahna mengeluarkan segepok uang sebagai bayaran muka. Itu adalah uang Sebastian, tentu saja karena satu-satunya harta Sahna justru dia robek-robek. Namun Sahna tak peduli, sebab pria itu tidak pernah peduli berapa banyak uang yang Sahna habiskan. "Lalu, ada satu lagi."
"Katakan."
"Orang yang menyebarkan gosip tentangku, beritahu aku."
Ada hening sejenak sebelum informan itu berkata, "Itu muncul dari perkumpulan wanita yang katanya akan menikahi suami Nona."
Sahna tidak terkejut. Wanita yang menyuruhnya pergi itu, sudah pasti dia terlibat.
"Juga," pria itu melanjutkan, "dari Nyonya Iskandar."
Sahna kali ini terkejut. Ibu tirinya itu, apa dia bahkan masih terganggu dengan Sahna padahal ia tak ada urusan dengan mereka? Sahna cuma meminta uang dari ayahnya. Ayah kandungnya. Yang pada akhirnya uang itu juga tidak ia ambil sebab ceknya dirobek-robek oleh Sebastian.
"Aku mengerti." Sahna beranjak dari tempat itu, keluar hanya untuk menemukan Elbarack ternyata masih di sana.
"Apa maumu sekarang?" Sahna jadi lebih sensitif setelah mendengar ibu dari anak ini memfitnahnya. "Menjauh dariku, Bocah. Atau ibumu akan histeris karena mengira anaknya kuperkosa."
Sahna melewatinya tapi tiba-tiba Elbarack meraih pergelangan Sahna.
"Lepas!"
El melepasnya. "Akan kuantar."
"Tidak perlu."
"Ayah menyuruhku menjaga Kakak."
"Persetan dengan ayahmu itu." Sahna menepis dia kasar. "Aku tidak berjalan-jalan sambil memamerkan namanya jadi beritahu dia aku tidak akan merugikan dia. Berhenti mengawasi aku."
Sahna berlari pergi menuju ke mobilnya dan tahu bahwa Elbarack tetap mengikutinya, walau dia menjaga jarak.
Lucu sekali. Sungguh anak teladan.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Uthie
gak ketebak ini misteri nya 😆😆👍
2024-02-01
1