Sahna keluar dari ruangan itu setelah urusannya selesai. Pelayan langsung mengantarnya ke kamar yang boleh ia tempati, yang letaknya berada di lantai empat.
"Aku bisa tidur di lantai satu atau dua," kata Sahna. "Tidak harus lantai empat."
Tidak usah memperlakukannya sebagai tamu yang istimewa.
"Tuan berkata di lantai empat, Nona."
Sahna hanya diam-diam mendengkus. Matanya menatap ke sekitaran agar teralihkan, mendapati betapa mewah kediaman ini. Ada rasa kesal yang kembali memuncak di diri Sahna.
Ia marah ketika memikirkan Ibu harus jadi parasit di hidup orang lain sementara pria yang menikahinya lalu berselingkuh itu malah hidup semewah ini. Apa dia bahkan tidak menyesal?
"Kak Sahna."
Tubuh Sahna membeku tiba-tiba.
Suara yang tak familier di telinganya, suara yang tidak pernah ada di ingatannya namun seketika ia tahu siapa.
Cih. Seharusnya Sahna tahu kalau ia menginap maka mereka pasti akan bertemu.
"Ternyata benar." Orang itu tahu-tahu sudah mendekat, menatap Sahna lekat-lekat. "Itu Kakak."
Sahna menatapnya tajam. "Aku bukan kakakmu," gumamnya, berusaha setenang mungkin.
Namun ia tak sudi. Ia tak sudi dipanggil kakak oleh anak yang lahir beberapa bulan setelah dirinya, hasil dari perselingkuhan yang menyakiti Ibu begitu dalam.
"Apa yang Kakak lakukan di sini?" Dia mengabaikan ucapan Sahna. "Dengan siapa Kakak datang?"
Sahna mau tertawa.
Mendengar itu pasti terkesan dia peduli dan bersemangat akan kedatangan Sahna. Tapi ... itu dusta. Dia adalah orang kedua yang paling membenci Sahna di dunia ini, setelah ibunya itu. Padahal dia anak selingkuhan, padahal ibunya itu selingkuhan, tapi bahkan di akhir mereka bertemu, ibunyalah yang melempar Ibu ke jalanan dan anak itu hanya menatap di belakang ibunya tanpa peduli.
"Aku datang meminta uang." Sahna merasa tidak perlu berbohong. Pada akhirnya dia pasti akan tahu dari mulut ayah mereka.
"Uang?" Pria itu menatap Sahna dengan sorotnya yang menilai. "Istri dari Sebastian Algerio meminta uang?"
Sahna menggigit bibirnya. Tahu apa dia soal hidup Sahna sebagai istri? Berhenti sok ikut campur.
Sebaiknya tidak kuladeni, pikir Sahna muak.
"Aku sebentar lagi bukan istrinya." Sahna berlalu pergi, mengisyaratkan pelayan kembali berjalan mengantarnya.
Tentu saja ia merasa tidak ada yang perlu dibahas lagi karena itu tidak ada urusannya dengan dia. Tapi ....
"Apa ibunya Kakak tidak mengajari apa itu malu?"
Sahna terhenti.
"Selama bertahun-tahun Kakak menjadi parasit di hidup seorang pria. Anak yang diasuh secara sengaja dan penuh rencana oleh ibunya Kakak."
Sahna membelalak marah. Ia berbalik untuk membalas ucapan sialan itu namun tahu-tahu adik tirinya sudah di sana, mencengkram pergelangan tangan Sahna.
"Sekarang setelah jaminan itu pergi, Kakak berencana berpindah inang?" bisik dia penuh ejekan.
Sahna berkerut marah menatapnya.
"Lantas siapa lagi, Kakak? Pria macam apa lagi yang akan Kakak nikahi agar hidup Kakak terjamin?"
"Elbarack, lepas tanganmu," desis Sahna.
Tapi ucapannya justru hanya membuat sang adik tiri semakin kasar. Dia memojokkan Sahna ke tembok, mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Sahna tidak punya pertahanan.
Walau begitu, setidaknya Sahna terus melotot padanya.
"Setidaknya wajah cantik Kakak memang berguna," gumam dia dengan tatapan melecehkan. "Sepertinya akan ada pria muda tolol yang punya uang tertarik dengan wajah ini."
Sahna mengetatkan rahangnya. Ia benci. Ia benci semua orang yang begitu seenaknya memandang Sahna dan seenaknya mengambil kesimpulan tentang hidupnya padahal mereka tidak mengenalnya.
"Muntahkan lagi."
Elbarack mengangkat alis. "Apa?"
"Muntahkan lagi, hinaan untukku itu." Sahna menatalnya tanpa emosi. "Mari kudengar sehina apa sebenarnya aku di mata orang suci seperti kalian."
"Kakak—"
"Ada apa ini?"
Sahna dan El menoleh pada suara itu. Tapi nyaris bersamaan dengan keduanya menoleh, ekspresi dari pemilik suara menjadi gelap dan penuh rasa hina. Dia mendekat, merampas lengan putranya agar menjauh dari Sahna.
"Apa-apaan ini?!" teriaknya murka. "Kamu! Untuk apa anak pengemis sepertimu ada di sini?!"
Pengemis? Anak pengemis katanya? Dasar pelacur hina!
"Saya—"
"Aku tahu itu! Aku tahu!" Dia menarik kasar tangan Sahna dan mendorongnya keras-keras. "Setelah ibumu yang parasit itu mati, kamu cepat-cepat datang kemari mencari jaminan baru! Dan sekarang bukan orang lain tapi anakku?!"
Sahna tercengang. Apa dia gila? Bahkan kalau Sahna benar parasit, untuk apa juga ia merayu adik tirinya yang ia benci setengah mati?!
"Pergi! Pergi dari rumah ini! Tidak ada tempat untuk orang rendahan berdarah pengemis sepertimu!"
Sahna akhirnya benar-benar muak.
"Aku pengemis?" Sahna berdiri menatapnya nyalang. "Jika aku pengemis lalu kamu apa? Pelacur?"
"APA KATAMU?!"
"Hebat sekali. Bibi sangat hebat memutar balik fakta." Sahna gantian menatapnya jijik. "Setelah hamil dari suami orang lain, Bibi dengan bangga mengusir istri sah dari ayahku dan bertingkah seakan-akan ibukulah yang hina. Kamulah yang pengemis. Datang ke keluargaku, menghancurkan hidup ibuku, lalu berteriak-teriak seakan ibuku berbuat buruk padamu."
Sudah jelas ucapan Sahna membuat dia tercengang. Wanita itu mengangkat tangan, melayangkan tamparan pada Sahna.
"TAHU APA KAMU?!" Dia menjerit seperti orang gila. "TAHU APA KAMU SOAL KENYATAAN?!"
"Itu kenyataan! Kamulah yang parasit di hidup ayahku!"
"Tidak tahu diri!" balas dia murka. "Ibumulah yang duluan mulai. Dia! Wanita sialan itulah yang duluan—"
"Sahna."
Tubuh ibu tirinya mendadak beku di tempat. Dia tiba-tiba tampak pucat pasi mendengar suara Ayah sementara Sahna berpaling, masih dalam posisi duduk di lantai.
Pria itu datang, berdiri begitu saja di depan Sahna.
"Bukankah saya meminta kamu istirahat di kamar?" tanyanya datar.
Sahna menggigit bibirnya. Dia bertanya seolah-olah dia tidak melihat bagaimana istrinya itu bertingkah.
"Mungkin lain kali." Sahna berdiri, membersihkan debu dari pakaiannya. Pasti tidak sopan melakukannya pada orang yang telah memberi cek berisi uang sangat banyak, namun kalau dipikir-pikir itu kan memang hak Sahna sebagai anak. "Anda menyambut saya, Ayah, tapi sepertinya anggota keluarga Anda yang lain tidak. Jadi saya pergi saja."
"Berhenti."
Sahna tak mau namun ia tetap harus berhenti.
Pikirnya Ayah mau menyuruh Sahna untuk tetap tinggal dan sabar saja terhadap semuanya, namun pria itu ternyata mengatakan hal lain.
"El." Dia memanggil anaknya. "Antarkan Sahna."
"Saya tidak—"
"Bukankah kamu berterima kasih?" sela Ayah saat Sahna akan menolak. "Tinggallah atau pergi diantar oleh Elbarack."
".... Baik."
Sahna berlalu pergi hingga El berjalan menyusulnya.
Diam-diam El melirik ke belakang, pada ibunya yang kini berdiri pucat di hadapan Ayah.
Hampir saja, pikir El seraya kembali melihat Sahna. Hampir saja Sahna mendengar sesuatu yang tidak perlu.
Rahasia itu pasti sesuatu yang sangat tidak mau Sahna dengarkan. Dan jelas tidak mau diungkap oleh siapa pun.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Uthie
Wahhh... kaya ada misteri niiii dari awal cerita 😀
2024-02-01
1
dewi
rahasia apa tu yg tersembunyi thoor jgn bikin kita penasaran dong
2024-01-16
1