Bella sedang memperhatikan pelayan keluarganya yang mengerjakan pekerjaan rumah. Itu adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bella ketika dia tidak mempunyai kesibukan. Wajar saja, karena dia tidak punya banyak teman. Bahkan mungkin bisa dikatakan tidak punya teman. Dia jarang bergaul dengan orang-orang. Bahkan di tempat dia latihan juga dia tidak banyak bicara. Dia hanya akan bicara seperlunya saja. Latihan sampai selesai kemudian pulang.
Bagi kebayakan orang, Bella terkenal dengan pribadi yang sangat kaku dan sombong. Tapi sebenarnya tidak demikian. Bella adalah anak yang baik dan sopan. Dan hanya orang-orang yang berada di rumahnyalah yang tahu kepribadian Bella yang sebenarnya.
Bella sebenarnya ingin sekali membantu pekerjaan di rumah. Tapi tentu saja, pelayan di rumah itu tidak akan mengizinkannya. Sekali pun mereka dekat dengan Bella, gadis itu tetap adalah anak dari majikannya. Mereka tetap harus bersikap sopan dan hormat pada gadis itu, sekali pun Bella tidak suka.
Sembari menemani salah satu pelayan rumahnya bekerja, Bella memperhatikan pergelangan tangannya. Dia terus saja memegangnya dan kemudian dia teringat sesuatu. Dia pun akhirnya mengajak pelayan itu bicara.
"Bibi Mer.." terdengar suara Bella memanggil pembantu lama mereka, yang sudah mengasuhnya sejak kecil.
Bibi Mer adalah satu-satunya orang di rumahnya yang bisa dia percaya. Satu-satunya orang yang ketika bersama dengannya, dia bisa menjadi diri sendiri. Bella menceritakan apa saja kepadanya. Mengeluarkan semua keluh kesahnya hanya pada Bibi Mer. Mungkin terdengar konyol, tapi baginya, Bibi Mer sudah seperti mamanya sendiri.
"Ada apa Nona?" Jawab Bibi Mer yang sambil tetap mengerjakan pekerjaannya.
Ingatan Bella kembali pada kejadian beberapa tahun silam. Ketika dia dibawa ke sebuah acara oleh mamanya. Bukan sebuah hal yang dia sukai sebenarnya. Karena dia adalah anak yang sedikit susah untuk bergaul. Tapi tidak ada satu orang pun yang bisa berkata tidak ketika mamanya sudah angkat bicara. Dan hal itu juga berlaku untuk Bella.
Tapi itu tidak penting. Ada hal lain yang lebih penting dari itu. Sesuatu yang selalu dia ingat sejak pertama kali dia melihatnya. Sesuatu yang tidak bisa dia lupa. Bagaimana dia bisa lupa kalau dia melihat seorang anak laki-laki mengeluarkan cahaya dari pergelangan tangannya.
Sesuatu yang sangat unik sebenarnya untuk penglihatan anak usia 9 tahun waktu itu. Tapi Bella sama sekali tidak kaget. Karena dia juga melihat hal yang sama pada dirinya. Sebuah tanda tiba-tiba muncul pada pergelangan tangannya. Entah dari mana asalnya. Entah sejak kapan. Awalnya hanya sebuah garis tipis. Tapi seiring dengan bertambahnya usianya, tanda itu semakin jelas. Berbeda dengan anak kecil yang dia lihat waktu itu. Tanda pada anak itu sudah bersinar terang sejak pertama muncul.
"Nona Bell.."
"Iya Bi.."
"Nona memanggilku sebelumnya. Apakah Nona baik-baik saja. Kamu kelihatan tidak fokus Bella." Kata Bibi Mer sambil mendekati Bella.
"Apa yang terjadi?" Bibi Mer kembali bertanya sambil mengelus rambut gadis yang sekarang sudah dihadapannya.
"Tidak ada yang terjadi Bi.."
"Lalu??" Tanya Bibi Mer lagi.
Bella terdiam. Dia dulu pernah mempertanyakan soal tanda di pergelangan tangannya pada pembantu-pembantu yang ada dirumahnya. Semua berfikir bahwa dia hanyalah anak kecil yang sedang berhalusinasi. Karena tidak ada satu orang pun yang melihatnya. Termasuk Bibi Mer. Tapi entah kenapa, dia ingin mempertanyakannya sekai lagi.
"Apakah Bibi masih ingat soal tanda yang aku pertanyakan dulu??"
"Tanda??"
"Iya Bi.. Tanda yang dulu aku bilang muncul di pergelangan tanganku.." Kata Bella menjelaskan.
"Oh iya.. Bibi ingat. Tanda yang dulu bersinar di tanganmu kan?? Kamu masih memikirkannya?? Tanya Bibi Mer pada Bella.
Bella kaget. Dia ingat betul bagimana dia menjelaskan soal tanda itu kepada orang-orang dirumahnya. Dia tidak pernah bilang kalau tanda itu bersinar. Tidak kepada siapapun. Dia hanya berkata bahwa muncul sebuah tanda dipergelangan tangannya. Tidak lebih.
Dia menatap tajam ke arah Bibi Mer. Dia ingat betul bagaimana Bibi Mer dan pembantu-pembantu lain menertawakannya ketika dia menceritakan itu. Dia juga salah satu orang yang berkata dengan sangat jelas bahwa Bella berhalusinasi. Bagaimana dia bisa tahu tanda itu bersinar?? Bella memilih untuk menahan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dikepalanya.
"Iya.. Aku hanya kepikiran saja. Bagaimana bisa sebuah tanda muncul begitu saja." Tanya Bella.
"Apakah sampai sekarang tanda itu masih ada??" Tanya Bibi Mer dengan nada penasaran.
"Masih Bi. Dan sekarang justru semakin jelas. Apa Bibi tidak bisa melihatnya??"
"Tidak Nona. Saya tidak melihat apapun dipergelangan tangan Nona." Kata Bibi Mer.
Bella yang mendengar jawaban dari Bibi Mer pun tidak bisa sepenuhnya percaya dengan Bibi Mer. Entah dia jujur, atau berbohong.
***
Adrian sedang duduk membaca buku di halaman belakang rumah Laura. Untuk cuaca panas seperti ini, dia termasuk manusia aneh karena masih saja menggunakan lengan panjang. Tapi itu adalah pilihannya setelah kejadian 9 tahun silam.
Pertemuannya dengan gadis kecil yang dia tidak tahu siapa itu, menyisakan banyak tanya di kepalanya. Dia ingin sekali bertemu dengan gadis kecil itu lagi. Dia ingin bertanya, kenapa dan bagaimana pegelangan tangannya bisa bersinar?? Kenapa sinar milik gadis itu lebih redup dibanding miliknya. Kenapa?? Kenapa??
Ada banyak kenapa yang menari-nari dikepalanya Adrian dan itu cukup membuatnya pusing untuk menjalani hari-harinya. Dia ingin mencari gadis itu untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang dia punya. Tapi dia tidak pernah lagi bertemu dengan gadis itu sejak dari pesta waktu itu. Dia juga bingung harus mencari kemana. Dia tidak tahu anak itu berasal dari keluarga mana.
"Sedang menghayal atau baca buku??" Tanya Laura sambil menepuk pundak Adrian.
"Kalau dua-duanya bisa dikerjakan sekaligus, kenapa tidak??" Kata Adrian sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Laura.
"Dasar aneh."
"Kenapa?? Karena aku mengedipkan mata padamu??"
"Bukan."
"Lalu??"
"Apa kau tidak punya baju lain selain baju lengan panjang?? Ini musim panas Ian.
"Aku tidak punya. Memangnya kenapa?"
"Kalau diingat-ingat, tidak ada satupun pakaianmu yang lengannya pendek. Semuanya lengan panjang. Kau seperti orang yang penyakitan." Protes Laura.
"Aku tidak sakit Laura.."
"Kamu punya panu yang harus kamu tutupi??"
"Bukan begitu Laura.."
"Lalu??"
"Aku suka dengan baju ini.."
"Adrian.."
"Hmmmm..."
"I'm not a little girl anymore.."
"Maksudnya??"
"Mau sampai kapan kau menyembunyikan tanda di pergelangan tanganmu itu??" Tanya Laura dengan santainya. Seakan-akan mereka bisa membicarakan hal itu kapan pun mereka mau.
Deg!! Adrian terkejut. Dia menggenggam buku yang ada ditangannya dengan keras sekali. Laura bisa melihat buku yang ada pada genggaman Adrian bergetar. Itu artinya Adrian juga gemetar.
"Bagaimana Laura bisa tahu soal tanda itu? Sejak kapan dia bisa melihatnya? Kenapa harus Laura? Bagaimana kalau setelah ini dia akan mengusirku? Menjauhiku? Aarrgghhh.."
Semua pertanyaan itu menari-nari dikepala Adrian, tanpa dia sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.
Laura yang melihat Adrian dalam kondisi seperti itu, mendekati Adrian, mengambil buku yang ada di genggaman tangannya, lalu memeluknya.
Laura berusaha untuk menenangkan Adrian. Dia tahu, bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan bahwa dirinya berbeda dari orang lain. Laura membayangkan kalau hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Tidak akan ada orang yang mau menerima manusia yang memiliki kelainan. Mungkin itu adalah kata yang pas untuk kondisi Adrian saat ini. Bukan hal yang normal jika seseorang bisa mengeluarkan sinar dari pergelangan tangannya. Dan pasti itu bukan kondisi yang bisa di mengerti oleh orang lain.
Laura membiarkan Adrian untuk beberapa waktu berada dalam pelukannya. Dia berharap dengan memberikan pelukan, Adrian bisa sedikit lebih tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sartika Ririn
apakah ibunya tidak tahu kalau mereka berdua memiliki tanda?
2021-07-14
0
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
👍👍👍👍
2021-01-18
1
Caramelatte
eyo kakak author! Ku balik nih!🤭 Semangat yaa upnya! 🤗
2021-01-11
1