Di sebuah hutan tampak seorang gadis tertatih-tatih. Hampir sepanjang malam dia berjalan dan dia sudah merasa sangat lelah. Tiba-tiba dia melihat sebuah cahaya dari kejauhan. Dia berlari mengejar cahaya itu. Semakin lama semakin dekat. Dia berlari semakin kencang, berharap dia bisa mendapatkan sebuah pertolongan disana. Seketika langkahnya terhenti. Dia telah melihat sumber cahaya itu.
Sebuah bola raksasa yang berada di tengah-tengah hutan. Ada seseorang di dalam bola itu. Dia diam dan tenang. Dia tidak tahu bagaimana seseorang bisa masuk kedalamnya, tapi dia terlihat seperti seorang gadis. Perlahan dia mencoba mendekat dan semakin dekat. Dia mengelilingi bola itu dan dengan perlahan menyetuhnya. Tiba-tiba sebuah sinar memancar begitu terangnya dan...
"Hhhhhhh...Hhhhhh..."
Laura terbangun dari tidurnya. Dia mengambil posisi duduk di atas tempat tidurnya. Dia kemudian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia melihat jam di kamarnya. Sudah jam 7 ternyata. "Mimpi itu lagi. Tapi bagimana bisa??" Katanya sambil memeluk lututnya yang sedang dia tekuk.
***
Laura dan Adrian sedang berada di meja makan untuk menikmati sarapan yang sudah di sediakan di sana. Adrian sepertinya sangat menikmati sarapannya. Berbeda dengan Laura. dia sama sekali tidak selera dengan apa pun yang ada di hadapannya. Fikirannya terganggu dengan mimpi yang dia alami tadi malam. Merasa dia tidak tenang dan tidak bisa berfikir jernih, dia akhirnya memutuskan untuk menceritakan hal itu pada Adrian.
"Ian.." Panggil Laura. Dia meberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
"Hhmm..??" jawab Ian santai.
"Ian..!!"
"Ya Laura.." kata Ian tanpa memalingkan pandangannya dari sarapan yang ada didepan matanya.
"Tatap aku kalau aku sedang mengajakmu bicara Ian. Ini penting! Kata Laura dengan nada meninggi sambil menekuk wajahnya.
"Aku bisa mendengarmu Laura, aku sedang makan." Jawab Adrian acuh.
"Aku sedang bicara. Dengarkan aku dulu."
"Apa itu termasuk perintah??" Tanya Ian dengan nada datar. "Semakin lama, kau semakin mirip Nyonya." Adrian sengaja mengatakan itu pada Laura. Adrian tahu betul bahwa Laura sangat tidak suka jika dia dibandingkan dengan Mamanya sendiri. Dia tidak ingin menjadi mirip dengan figur Mamanya yang dingin.
"Ian bukan begitu.."
"Katakanlah, apa yang harus aku dengarkan," kata Ian sambil perlahan menghentikan sarapannya.
"Ian, maafkan aku.."
"Ayo lanjutkan.."
"Ian, maaf.." kata Laura sambil menundukkan kepalanya.
"Kau selalu berkata bahwa kau benci menjadi mirip dengan Nyonya. Tapi semakin lama, kalian semakin mirip."
"Ian.. Kau paham betul bagaimana cara merusak moodku. Berapa kali lagi harus aku katakan bahwa aku tidak suka disebut mirip dengan Mama. Lagi pula kenyataannya memang aku tidak mirip dengan Nyonya itu. Tapi sudahlah. Hal itu kita abaikan saja. Ada yang lebih penting dari itu." Kata Laura serius.
Ian mengernyitkan dahinya. "Yang lebih penting dari itu?? Memangnya ada??"
"Maka dari itu dengarkan aku Ian. Fokus.."
"Ok..ok.. sekarang apa??"
"Kau ingat tidak aku pernah bercerita tentang mimpi??"
"Ingat, bahkan kau menceritakan hampir semua hal padaku," kata Ian sambil tersenyum melihat perubahan drastis wajah Laura.
"Ian.. Ayolah.. Aku serius.."
"Ok.."
"Mimpi ini seperti potongan puzzle. Aku sudah lama tidak memimpikannya. Tapi tadi malam.."
"Kau memimpikannya lagi??" Kata Adrian mencoba menebak.
"Iya Ian. Tapi lebih tepatnya, ini adalah bagian selanjutnya dari mimpi terdahulu."
"Maksudmu, dia berlanjut setelah beberapa waktu??"
"Iya Ian."
"Memangnya kamu ingat, seperti apa mimpimu beberapa waktu lalu??"
"Ingat Ian. Ingat sekali."
"Bohong. Kau bahkan tidak ingat kegiatanmu seminggu yang lalu." Kata Adrian.
"Tapi aku mengingatnya Ian. Setiap detailnya, aku ingat."
"Kapan kau terakhir memimpikannya??"
"Beberapa waktu yang lalu Ian. Aku tidak begitu ingat kapan aku memimpikannya. Tapi aku ingat dan tahu persis bagaimana jalan ceritanya."
"Kau bercanda Laura."
"Aku serius Ian!!" Kata Laura sambil menatap tajam ke arah Ian.
Ian yang melihat perubahan raut wajah Laura, mendadak berubah fikiran. Terlihat dari raut wajah Laura bahwa dia tidak berbohong. Sepertinya dia serius.
"Tapi, bagaimana bisa??"
"Seandainya aku tahu Ian.. Tapi aku bingung dengan mimpi itu. Sepertinya ada bagian yang aneh."
"Bagian yang aneh? Apa?"
"Aku ada diluar, dan ada didalam juga."
"Maksudnya??"
Laura kemudian menceritakan bagaimana kondisi dalam mimpinya tadi malam. Dia juga menceritakan semua mimpinya dari awal kepada Ian.
"Jadi maksudmu, kau yang sedang berlari itu, melihat dirimu didalam bola??"
"Iya Ian. Itu benar-benar aneh. Bukankah demikian??"
Adrian kemudian tersenyum simpul ke arah Laura. dia kemudian menjelaskan apa yang dia tahu tentang mimpi. Dia berharap penjelasannya ini bisa membuat Laura tidak terlalu terbeban dengan mimpi yang baru saja dia alami.
"Laura...Laura.. Dengarkan aku. Kemungkinan seperti apapun bisa saja terjadi didalam mimpi. Mimpimu bisa berkembang menjadi aneh. Namanya juga bunga tidur. Dalam mimpimu, kau juga bisa berubah menjadi besar atau mungkin jadi malaikat bersayap." Kata Adrian.
"Ian, tapi ini berbeda.." Kata Laura sambil berusaha untuk meyakinkan Adrian.
"Aku bukan tidak mempercayaimu Laura. Tapi itu hanya mimpi. Untuk apa kau membuang-buang waktu untuk memikirkan mimpi yang jelas-jelas hanya bunga tidur. Kau harus fokus dengan acara kita sebentar lagi. Itu lebih penting dari apapun."
"Tapi, hatiku berkata lain Ian.." Kata Laura dengan suara lemas. Dia sepertinya sudah menyerah untuk meyakinkan Adrian.
"Aku tahu, dari dulu hatimu memang lebih peka dibanding siapapun yang ada disini. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu Laura. Kalaupun kita harus membicarakan soal kata hatimu, sebaiknya kita lakukan setelah kau selesai tampil. Kita bisa lebih fokus ke sana nantinya." Kata Adrian sambil melanjutkan sarapannya yang tadi sempat tertunda.
"Apakah ini perintah Adrian??" Kata Laura dengan nada bercanda. Dia mencoba untuk menerima masukan yang di berikan Adrian padanya.
"Hei.. Itu kalimatku.." kata Ian sambil mendelikkan matanya.
"Kau mengucapkannya dirumahku, maka itu menjadi kalimatku sekarang", kata Laura sambil tersenyum ke arah Ian.
Ian kemudian hendak melanjutkan sarapannya. Tapi mendadak ia tidak berselera. Dia mengingat sesuatu, ketika Laura menceritakan mimpinya. "Tapi apa ya??" Ian bergumam sendiri. Tapi ternyata Laura mendengarnya.
"Kenapa Ian??"
"Tidak apa-apa Laura. Tidak apa-apa. Ada sesuatu yang harus aku urus. Aku duluan." Kata Ian sambil beranjak meninggalkan meja makan. Dia bahkan membiarkan sarapannya bersisa.
"Ian, habiskan dulu ini.." Teriak Laura pada Adrian.
"Nanti saja, aku sibuk." Kata Adrian sambil berlalu meninggalkan Laura.
"Sejak kapan anak itu punya kesibukan??" Gumam Laura sambil menatap sarapannya.
Dia benci makan sendiri. Tapi berhubung Ian sudah pergi, dan dia juga lapar, akhirnya ia melakukannya. Dia menikmati sarapannya sambil masih memikirkan soal apa yang mereka bahas sebelumnya. Sekuat apa pun dia mencoba untuk mengabaikan mimpi itu, tampaknya tidak berpengaruh apa-apa. Tubuh dan fikirannya sendiri sepertinya sudah tidak bisa dia kuasai sendiri. Semuanya penuh dengan fikiran tentang mimpi itu. Bahkan, Laura punya keinginan untuk mencari hutan yang ada dalam mimpinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
lanjutttttttt kak
saling dukung yaaa ASIYAH AKHIR ZAMAN
2021-04-08
1
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
mimpi rupanya
2021-01-18
1
Om Rudi
tatap akku kalau aku sedang bicara
2020-12-30
1