Kediaman Keluarga Von Hoover
Daniel dan Caroline menatap Carlotta dengan tatapan berbeda. Jika Daniel tatapan tajam, berbeda dengan Caroline yang ingin tahu siapa Haryo Pratomo itu.
"Sayang, jangan marah-marah dulu dengan Carlotta. Kita dengarkan dulu bagaimana dia bisa berkenalan dengan inlander ini..." bujuk Caroline yang tahu bagaimana hancurnya hati Daniel saat Chelsea meninggal dan itu oleh inlander. Sejak saat itu, Daniel membenci pribumi kecuali orang-orang yang sudah ikut dengan mereka seperti mbok Mar dan Pak Trisno, sopir mereka.
Daniel mendengus dan memegang kumisnya yang melintang macam pak Radennya si Unyil. "Nu, verhaal ( sekarang, cerita )!" perintah Daniel dengan nada sedikit melunak. Pria Belanda itu tahu Carlotta adalah anaknya nekad dan jika dia terlalu keras, bisa kacau nanti.
Carlotta pernah berbuat ulah saat masih sekolah, mengacaukan pelajaran memasak dengan memberikan merica banyak-banyak ke saingannya karena masakannya tumpah akibat sengaja disenggol. Akibatnya Carlotta tidak sempat mengganti masakannya dan membalas dengan memberikan merica. Prinsip Carlotta, gue kagak dapat nilai, elu juga sama! Hidup harus fair.
"Kami bertemu di tamansari yang dibangun dekat condong catur... Mas Haryo membantu aku turun dari pohon..."
"Kamu ngapain naik pohon? Jangan bilang kamu ngejar kucing lagi ..." Daniel memegang pelipisnya. Dua putrinya memang bandel. Dulu saat Chelsea masih hidup, keduanya naik ke atas pohon jambu demi seekor kucing yang tidak bisa turun. Kucingnya turun, dua putrinya stuck di atas pohon. Akhirnya harus dibantu dengan tangga dan kejadian itu tidak hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
"Terus?" Caroline tampak penasaran bagaimana putrinya bisa tertarik dengan pria Jawa yang katanya dari keluarga ningrat itu.
Carlotta hanya tersenyum karena ayahnya hapal dengan kelakuannya. Gadis itu pun kemudian bercerita soal Haryo tanpa ada yang ditutupi karena ayahnya bakalan cari tahu jika ada yang tidak klop.
Daniel dan Caroline saling berpandangan usai Carlotta bercerita soal Mas Haryo-nya. Berdasarkan pengalaman mereka, jarang ada pribumi yang memilih belajar ke Inggris karena rata-rata mereka akan ke Belanda.
"Dia anak Oxford? Arsitektur?" tanya Daniel lagi dan dijawab anggukan Carlotta.
"Kapan kamu akan ketemu dengan Haryo?" tanya Caroline.
"Lusa, Mama..."
"Dimana?"
"Alun-alun. Aku kan ada acara makan siang dengan teman-teman di sebuah restauran dekat sana. Aku sudah janjian dengan Mas Haryo bertemu setelah itu ..." jawab Carlotta.
Daniel dan Caroline berpandangan lagi. "Hari Sabtu, suruh Haryo kemari !" perintah Daniel.
"Baik Papa."
***
Keesokan harinya, Haryo memutuskan untuk mengirimkan surat ke perusahaan kontraktor di Den Haag untuk menjawab surat penerimaan pegawai disana yang baru datang. Haryo sudah memantapkan untuk pergi ke Den Haag demi kariernya. Usai dari Postkantoor ( kantor pos ), Haryo pergi ke Sleman menggunakan bis umum yang kalau datang jamnya suka-suka.
Haryo menolak menggunakan mobil milik ayahnya dan lebih memilih menggunakan sepeda Steyr Waffenradnya atau naik andong atau bis yang bodinya masih bercampur antara baja dan kayu. Bis nya datang, Haryo pun naik dan menuju Sleman.
***
Surtini menyambut kedatangan adiknya dengan bahagia apalagi dirinya hanya berdua dengan putranya, Atmaja jadi jika ada orang lain, bisa bekerja mengurus rumah.
"Habis dari mana dik?" tanya Surtini yang langsung menitipkan Atmaja ke Haryo karena dia mau memasak untuk makan siang.
"Menjawab surat panggilan pekerjaan di Den Haag... Suratnya datang tadi dan langsung aku jawab. Mas Wicak pulang makan siang mbak?" jawab Haryo sambil bermain dengan keponakannya.
"Iya, mas Wicak pulang makan siang." Suami Surtini bernama Wicaksono dan bekerja di kantor pemerintahan sebagai akuntan. "Kamu jadi ke Den Haag?" tanya Surtini sambil meletakkan pisang goreng buat camilan adiknya.
"Jadi. Mbak, ini pisang mana?" Haryo mengambil garpu dan mulai memakan pisangnya.
"Panen kebun. Kan mas Wicak hobinya menanam banyak buah di kebun belakang... Hasilnya lumayan timbang tuku Ning pasar ( daripada beli di pasar )" senyum Surtini. "Dik, kamu kan mau ke Den Haag... Itu perhiasan almarhum ibu, yang punya kamu, bawa saja nanti buat modal tinggal kamu disana..."
"Eman-eman, mbak. Kuwi warisan je ..."
Surtini tersenyum. "Tapi kan Kowe ngerti dhewe nek bapak ora bakalan kek i Kowe duit nggo mangkat ( tapi kan kamu tahu sendiri kalau bapak tidak akan kasih kamu uang buat berangkat ). Dol wae sing kira-kira Kowe ora seneng, nggo cekelan ( jual saja yang kira-kira kamu tidak suka, buat pegangan )."
Haryo hanya mengangguk. Dia memiliki tabungan selama tinggal di Inggris karena selain kuliah, Haryo juga melakukan pekerjaan disana hingga dia mempunyai uang sebagai simpanan jika dia butuh.
"Gampang lah mbak..."
"Ojo gampang - gampang. Kudu diplanning ..." sahut kakaknya sambil masuk ke dapur.
Haryo tersenyum. Meskipun kakaknya kadang galak dan tegas, tapi Surtini sangat sayang pada adiknya. Dari Surtini lah Haryo banyak belajar tentang memikirkan masa depan. Diam-diam Surtini melakukan investasi ke perusahaan Belanda di bidang komoditas pertanian karena Belanda pasti mengimpor dari Indonesia. Menurut Surtini, elu ambil barang dari rumah gue maka tidak salah kan kalau gue ambil uang dari elu.
Surtini dan Wicaksono adalah orang-orang yang melek melakukan investasi jadi uang dari hasil saham itu, mereka belikan berbagai bidang tanah di area Sleman, Magelang dan Solo. Haryo pun belajar dari sang kakak jadi selain bekerja di Oxford, dia juga mempelajari saham disana. Surtini dan Haryo tahu bahwa tidak mungkin mereka akan mendapatkan bagian warisan dari ayah mereka jadi sejak dini, mereka harus punya penghasilan sendiri.
"Dik, Ono cerita opo ?" tanya Surtini sambil menata meja karena suaminya akan datang sebentar lagi.
"Aku ketemu monyet ayu ..." senyum Haryo, membayangkan wajah Carlotta.
Surtini menoleh. "Monyet ayu? Sejak kapan Ono kethek ayu?"
"Lho Iki tenanan ( beneran )" gelak Haryo yang kemudian menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Carlotta von Hoover.
Surtini menatap adiknya dan bisa melihat kalau pria ganteng di hadapannya ini sedang dalam fase mulai tertarik dengan lawan jenis. Surtini tahu jika Haryo di Inggris fokus sekolah agar cepat selesai dan mengindahkan soal asmara. Tapi kali ini berbeda.
"Ayu Dik?"
"Ayu, cerdas tur ( dan ) usil ... Gemeske lah !"
Surtini tersenyum. "Kowe yakin ? Dik, Carlotta Kuwi cah kompeni lho. Durung karuan wong tuane setuju Karo Kowe ( belum tentu orang tuanya setuju sama kamu ). Tur durung ( belum )tentu bapakmu setuju juga. Kowe kan ngerti dhewe..."
"Aku kan gek ngesir ( naksir ) Carlotta, mbak. Durung tekan sing serius. Gek sepisan ketemu juga ( baru sekali ketemu juga )."
Surtini hanya mengangguk. "Ajak mrene ( kesini ). Ben mbak iso ngerti bocahe kayak opo ( biar mbak bisa tahu anaknya seperti apa )."
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikum salam" balas Surtini dan Haryo ke depan pintu. Tak lama seorang pria yang tidak setinggi Haryo tapi bisa dibilang termasuk tinggi untuk orang Jawa, berada di ruang makan.
"Lho Ono dik Haryo tho?" senyum pria ganteng itu.
"Iyo mas Wicak. Nunut maem ( ikut makan )" cengir Haryo.
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa gaeeesss
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Noey Aprilia
Pntsn kturunn pratomo pd crdas y,jenius mlah...wrisn dr snonya...
duuhh....ga sbr nnti gmn ksh cnta mreka,rumit kah????
2024-01-17
2
Phia Pati
carlotta biang hajar dulu mikir belakangan/Facepalm/
2024-01-17
1
ellyana imutz
sekali ktmu autho restu mendarat k mas haryo...tinggal kluarga mas haryo d jamin akn mempersulit jln ny mas haryo menuju bahagia
2024-01-17
1