Yogyakarta 1905
Haryo dan Gito sampai di paviliun sayap kiri tempat keluarga Pratomo tinggal, termasuk dengan dua istri tersisa ayah Haryo. Haryo dan Surtini memiliki dua adik tiri dari istri ketiga yang masih sekolah di sekolah rakyat. Hubungan Haryo dan kedua ibu tirinya boleh dibilang hubungan basa basi asal hormat. Bahkan Surtini terang-terangan membawa pergi semua peninggalan ibu kandung mereka agar tidak dirampas dua madunya termasuk perhiasan dan jarik tulis khas Solo.
Ya, ibu Surtini dan Haryo adalah salah satu putri keraton Solo, jadi tidak heran jika Kedua anak itu benar-benar keturunan ningrat, darah biru dari dua kerajaan di Jawa Tengah. Dua ibu tiri Surtini dan Haryo adalah seorang penari dan seorang pesinden yang bertemu dengan ayah Haryo di sela-sela pekerjaannya sebagai pemimpin usaha batik.
Haryo dan Surtini tahu bagaimana tertekannya sang ibu dengan dua madunya hingga sakit dan meninggal dunia. Surtini hari itu juga ibunya meninggal, langsung membungkus semua harta benda ibunya dan bagian Haryo, dia bawa sekalian karena tahu, di rumah mereka tidak aman. Haryo dan Surtini saling percaya satu sama lain karena sejak ayah mereka menikah lagi, keduanya sudah sepakat akan saling mendukung.
Feeling Surtini benar karena ayahnya meminta agar ibu tirinya mendapatkan bagian dari warisan sang ibu. Tentu saja Surtini dan Haryo menolak mentah-mentah karena mau dilihat dari hukum manapun, hanya anak kandung yang berhak! Suami ataupun madu, tidak memiliki hak apapun ! Pertengkaran terjadi dan Surtini bersumpah tidak akan menginjakkan kaki ke keratonan Ngayogyakarta sampai kapanpun bahkan jika ayahnya meninggal sekalipun.
Kemarahan Surtini yang selama ini dia pendam, akhirnya keluar semua dan baru kali ayah dan dua ibu tirinya bisa melihat wajah garang wanita yang biasanya santun meskipun sedikit ketus. Haryo pun mendukung sikap kakak perempuannya karena tahu, sebagai anak perempuan pasti ikut merasakan sakitnya sang ibu yang harus berbagi suami.
Karena melihat sikap ayahnya yang tidak bisa adil, Haryo bersumpah dalam hati jika dia sudah jatuh cinta dengan seorang wanita, maka dia akan setia selamanya. Haryo juga sudah memohon doa agar pada anak turunannya kelak, diharamkan untuk berpoligami dan berselingkuh ! Meskipun Haryo seorang muslim tapi sebagai anggota keluarga keraton, masih kental nuansa kejawennya dan ucapan itu sebagai doa agar anak turunannya tidak mengalami apa yang dia alami.
Sore ini Haryo pun masuk ke paviliun tempat dia tinggal dan langsung melihat pemandangan dua ibu tirinya pamer batik terbaru. Haryo hanya menyapa seperlunya karena baginya, tidak patut berandai-andai dengan orang yang tidak patut dipanggilnya 'Ibu'. Surtini dan Haryo memilih memanggil Bulik ke dua madu ibunya meskipun ayahnya sudah meminta agar mereka memanggil keduanya 'Ibu'.
"Ibuku mung setunggal ( ibuku cuma satu ). Ibu ingkang nglairaken kula lan adhik Haryo ( ibu yang melahirkan aku dan dik Haryo ). Tiyang kalih meniko sanea ibu kita ( Orang dua ini, bukan ibu kita )" jawab Surtini judes ke ayahnya.
Surtini nyaris kena gampar sang ayah kalau saja Haryo tidak menahan tangan pria paruh baya itu.
"Papa durft mevrouw Tini te slaan, dus ik ga papa zelf slaan ( Ayah berani memukul mbak Tini, maka aku sendiri yang akan menghajar ayah )!" ancam Haryo dengan bahasa Belanda dan ayah Haryo bisa melihat kesungguhan putra bungsunya dari istri pertama.
Kejadian itu terjadi saat dirinya belum berangkat ke Inggris dan selama dia di negara Ratu Victoria, ibunya lah yang selalu melindungi Surtini dan setelah Surtini menikah, suaminya lah yang selalu melindungi. Kakaknya sangat beruntung mendapatkan suami yang baik meskipun dari kalangan biasa.
"Haryo, maem sek .. Selak sore ( Haryo, makan dulu, keburu sore )" panggil Wati, istri kedua Ayahnya.
"Gampil ( gampang )" jawab Haryo sambil ngeloyor ke dalam kamarnya.
"Sakjane bocah Kuwi luwih bagus timbang bapake ... Sayang, kok aku tiban ibu tiri Yo ( sebenarnya anak itu lebih ganteng dari bapaknya. Sayang, kok aku jatuhnya jadi ibu tiri ya )" gumam Lastri yang hanya sepuluh tahun lebih tua dari Haryo.
"Hush ! Nek mas Tomo krungu, iso gegeran ( kalau mas Tomo dengar, bisa gegeran )" desis Wati.
"Lha piye, wis umur slawe kok rak gelem rabi ( mau gimana, sudah umur dua puluh lima kok belum mau nikah )" ucap Lastri sambil memajukan bibirnya macam emak-emak gosip di pasar.
Wati hanya diam saja karena tidak mau ada konfrontasi di rumah ini lagi.
***
Haryo masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Kamar yang selalu rapih lengkap dengan tempat tidur dari besi dan kelambu yang memiliki jendela besar dan membuat Haryo suka membuka saat hendak shalat subuh karena udaranya yang segar.
Kamar yang dimilikinya sejak dirinya akhil baligh dan hanya tiga orang yang diijinkan masuk. Ibunya, kakaknya dan pembantu setianya, Gito. Selama Haryo di Inggris, ibunya lah yang selalu membersihkan kamarnya dan membawa kuncinya kemanapun.
Sekarang dirinyalah yang selalu membawa kunci kamarnya kemanapun. Haryo lalu duduk di meja tulisnya yang terdapat foto ibunya dan foto dirinya bertiga dengan ibu serta kakaknya saat jalan-jalan ke studio foto naik dokar sebelum dirinya pergi ke Inggris.
Foto terakhir bersama ibunya.
Entah mengapa Haryo tidak ingin ada ayahnya disana meskipun dia tahu, tanpa peran ayahnya, Surtini dan dirinya tidak akan lahir ke dunia ini. Tapi sikap ayahnya yang menyakiti ibunya, membuat Haryo, membenci ayahnya meskipun di publik dia seolah menghormatinya tapi di rumah, ada perang dingin disana.
Haryo mulai mengambil kertas dan menuliskan surat untuk gadis yang membuatnya gemas tadi. Sudah tahu pakai gaun belibet seperti itu, malah naik pohon macam monyet. Haryo tersenyum sendiri mengingat bagaimana wajah jahil Carlotta saat berlagak menjadi Cinderella yang minta dipasangkan sepatunya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Haryo berlutut di bawah orang Belanda untuk memasangkan sepatu ! Haryo tertawa kecil mengingat kejadian tadi. Sangat-sangat diluar logika.
Entah mengapa, dirinya semakin penasaran dengan gadis yang cerdas, menggemaskan tapi juga usil. Haryo mengambil penanya dan mulai mengisi dengan tinta yang harus dia aduk dulu agar tidak menggumpal.
Pria itu lalu mulai menulis surat untuk Carlotta.
***
Kediaman Keluarga Von Hoover
Daniel von Hoover dan istrinya, Caroline, menatap wajah putri sulungnya yang makan tampak tidak bersemangat seperti ada yang dipikirkan.
"Mijn dochter, waarom heb je geen eetlust ( putriku, kenapa kamu tidak selera makan )?" tanya Daniel.
"Papa, ik denk na ( aku sedang berpikir )..." jawab Carlotta.
"Wat is dat ( apa itu )?"
"Geloven papa en mama in liefde op het eerste gezicht ( apakah papa dan mama percaya cinta pada pandangan pertama )?" tanya Carlotta.
Daniel dan Caroline saling berpandangan. "Wie is die man? Soldaten van welk bataljon ( siapa pria itu ? Dari batalyon mana)?" tanya Daniel.
"Hij is een nobele Javaanse man... Zijn naam is Haryo Pratomo ( Dia pria ningrat Jawa, namanya Haryo Pratomo )" jawab Carlotta dengan wajah memerah.
Daniel dan Caroline melongo.
"Je wordt verliefd op een inboorling ( kamu jatuh cinta dengan pribumi )? Inlander ?" bentak Daniel terkejut.
***
Yuhuuuu Up Sore Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Anita Jenius
3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
2024-04-12
2
senja
owh..ini awal mula para generasi yg setia ma bucin akut ke pasangan...orang bibitnya keren gini👍
2024-01-27
1
Elsa Fanie
ternyata dari situ asal muasal keturunan Pratomo d haram kan selingkuh dan poligami,,,tapi keren salut Raden mas Haryo😊
2024-01-16
1