Langit dan Biru sedang memilih-milih pulpen yang hendak mereka beli. Biru tengah melakukan panggilan video dengan sang adik, Jingga memang sangat pemilih mengenai apapun. Langit memperhatikan Biru dengan seksama, biasanya Kakak yang akan merepotkan sang adik, bahkan Argo juga begitu. Tapi ini, malah Jingga yang merepotkan Biru, dan Biru menanggapi rengekan sang adik dengan ramah.
"Jadi loe kesini beli pulpen buat adik loe?"Tanya Langit setelah Biru mematikan teleponnya.
"Iya, pulpen dia habis"
"Loe tuh mau sampai kapan jadi budak adik loe? Loe bukan anak tiri kan?"
"Gue harap gue anak tiri Lang, hahaha ngaco kalau ngomong. Gue senang kok ada Jingga, karena Papa dan Mama bisa punya harapan besar lagi. Karena gue gak bisa jadi kebanggaan mereka, gue hanya bisa mendukung Jingga agar tidak kesulitan. Secara gak langsung, dis penyelamat gue Lang"
Langit menepuk kepala Biru perlahan, ia menarik lembut rambut gadis itu sambil tersenyum. Entah apa yang Biru makan sejak kecil, hatinya begitu lembut. Setelah membeli apa yang mereka butuhkan, kedua remaja itu pulang ke rumah. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Biru melihat lampu di rumahnya sudah padam.
Ggrrooorr......
Suara perut Biru membuat Langit tertawa, pemuda itu meminta Biru segera masuk sebab hari sudah sangat larut malam. Biru berterimakasih sekali lagi kemudian masuk kedalam rumahnya. Langit juga langsung pulang, ia merasa sangat lapar karena belum makan malam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari berganti.....
Biru tengah berdiri di depan rumahnya usai melihat mobil Papanya menjauh. Seperti biasa Biru sedang menunggu Langit, ia memandangi rumah Argo sambil tersenyum. Saat motor Langit berhenti di depannya, Biru segera meminta helmnya. Namun Langit memperhatikan wajah Biru dengan seksama.
"Ini kenapa?" Tanya Langit seraya menunjuk area lebam di pipi Biru.
"Gak apa-apa kok, cuma jatuh terus terbentur" jawab Biru.
"Harus ya bohong? Ditampar siapa? Pasti karena semalam pulangnya kemaleman ya?"
"Ki...kita berangkat yuk Lang, nanti terlambat loh" ajak Biru langsung menarik helm dari tangan Langit dan memakainya. Ia memegangi tas Langit dan mengatupkan bibirnya rapat.
Langit tampak diam sejenak, ia melepaskan tasnya dan memakai tas itu di depan dadanya. Biru yang kehilangan pegangannya malah menaruh kedua tangannya di pundak Langit.
"Kayak tukang ojek nih gue" celetuk Langit seraya memegang kedua tangan Biru. Ia menarik tangan itu dan melingkarkan nya ke pinggang.
Biru terkejut dan hendak menarik tangannya lagi, tapi Langit menahannya.
"Kalau dilepas, motornya bakal berhenti. Jadi jangan di lepas sampai kita di sekolah ya" pinta Langit.
Motor pun melaju perlahan menuju sekolah, Langit sesekali melirik ke arah Biru dari spion motornya. Ia melihat Biru yang diam dengan wajah sedihnya. Sampai di sekolah, Biru bergegas melepaskan pelukannya. Ia melepaskan helm dan menaruhnya di spion motor Langit. Secepat kilat gadis itu berlari meninggalkan area parkiran. Langit benar-benar ingin membuat heboh satu sekolah dengan hal ini.
Saat jam istirahat, Biru masuk kedalam ruang radio. Ia memandangi ruangan yang sepi itu dengan senyuman tipis. Mungkin Biru memang harus merelakan club Radio ini. Sebelum itu, ia menyiapkan siaran terakhirnya hari ini. Dua anggota lainnya juga sudah datang untuk membantu siaran terakhir Biru.
"Selamat pagi menjelang siang semua murid SMA Angkasa. Saya Biru, pembawa radio yang kalian tunggu-tunggu. Hari ini adalah siaran terakhir club radio, terimakasih untuk kalian yang sudah mendukung kami. Maaf jika kami membuat kesalahan yang di sengaja maupun tidak. Sekarang saya...." perkataan Biru terhenti sebab melihat kedua temannya melambaikan tangan ke arahnya.
Biru memutar musik lalu keluar ruangan untuk menghampiri kedua anggota clubnya. Ia mengambil surat yang diberikan oleh salah satu anggota lalu membacanya. Bagaimana bisa di hari terakhir siaran malah ada anonim yang mengirim surat ke club radio. Biru membaca sekilas mengenai surat itu, ia diam sejenak kemudian kembali duduk di kursi siaran. Begitu lagu selesai dimainkan, Biru kembali hadir menyapa para pendengarnya.
"Di hari terakhir ini, kami mendapatkan sebuah surat anonim. Untuk penggemar kami yang mengirimkannya, dan untuk penerima surat selamat mendengarkan" ujar Biru membuka kembali siarannya.
*****************
Dear Maple,
Pertama kali aku bertemu denganmu, aku pikir ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menarik dan hanya kamu yang memilikinya.
Maple, taukah kamu jika senyummu itu sangat indah? Tawa ceriamu membuat banyak orang merasa bahagia ketika berada di dekatmu.
Maple, jika hari ini kamu merasa sedih dan dunia seolah tak berpihak lagi padamu, ingatlah ada orang yang masih menunggu senyuman mu agar ia bahagia.
Maple, jika kita bertemu lagi nanti, aku ingin hubungan kita semakin dekat tak berjarak. Kau tau kenapa? Karena aku juga salah satu orang yang menunggu senyuman mu.
Maple, tetaplah tersenyum dan bahagia...
*****************
"Wow, Dear Maple, tetaplah tersenyum dan bahagia. Senangnya memiliki seorang penggemar rahasia yang selalu mendukungmu. Untuk kalian semua yang juga sedang bersedih, ingatlah kalian juga punya seseorang yang menunggu senyuman kalian. Terimakasih untuk pengirim surat Dear Maple, kata-kata manis mu membuat semua hati tersipu malu kala mendengar nya. Saya Biru, sampai jumpa semuanya" kata Biru menutup siaran Radio tepat sebelum bel masuk berbunyi.
Bel berbunyi, Biru menghampiri dua anggota clubnya yang sedang terpaku menatap layar komputer. Mereka berdua menoleh ke arah Biru kemudian tersenyum lebar. Biru menaikkan kedua alisnya kebingungan, ia melihat ke arah layar komputer. Forum radio tiba-tiba saja ramai dibanjiri komentar para murid. Biru membuka mulutnya lebar, mereka bertiga bersorak saling berpelukan karena hal ini.
Mereka bertiga keluar ruangan lalu menuju kelas masing-masing. Selama perjalanan menuju kelasnya, Biru tak bisa berhenti tersenyum memandangi forum radionya.
"Aaarrgghhhh" teriak Biru kegirangan.
"Gila koe segitu senangnya" celetuk Nadin.
"Senang banget lah anjir, gimana dong, deg degan nih"
"Tingkah loe tuh ya, kayak cewek yang baru di tembak sama cowok yang disuka tau gak" cetus Sakti dengan gaya centilnya.
"Hm...."
Suara deheman mengagetkan mereka bertiga, Sakti tiba-tiba saja merapikan pakaiannya. Biru dan Nadin tersenyum kikuk saling berpandangan. Mereka berdua berpamitan pergi meninggalkan Sakti yang sedang tebar pesona kepada Langit.
"Kenapa loe?" Sentak Langit.
"Gak apa-apa kok, loe mau kemana? Ganteng banget sih Langit" kata Sakti dengan gemas.
"Gue hajar loe ya, gue masih suka cewek nih. Masuk sana udah bel"
"Iya iya, perhatian banget sih Langit"
Langit bergidik ngeri, ia segera berlari menghindar menuju kelasnya. Ia tidak pernah berpikir jika akan bertemu makhluk seperti Sakti. Padahal namanya terdengar macho, tapi dilihat dari sisi manapun tidak ada aura laki-laki. Pertama kali Langit melihat Sakti, ia pikir dia adalah perempuan yang berdandan seperti laki-laki, ternyata dugaannya terbalik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments