Sesuai yang telah dijanjikan oleh bagian Administrasi, setelah seminggu mereka dapat melihat nama dosen yang akan menjadi pembimbing skripsi mereka. Naya, Jani dan Adel sudah berdiri di samping pintu ruang Administrasi, menunggu Gevin yang sedang mengambil surat pemberitahuan.
Tak lama Gevin keluar ruangan tersebut dengan memegang beberapa lembar kertas, selanjutnya dia membagikan kertas tersebut pada tiga teman perempuannya.
“Jodoh emang gak kemana,” ucap Adel terdengar senang setelah dia membaca isi surat pemberitahuan tersebut.
“Kenapa loh?” tanya Gevin.
Adel mengangkat surat pemberitahuannya tersebut, agar teman-temannya dapat melihat. “Pak Adhi, dosen kelas sebelah,” ucapnya gemas.
“Berdoa aja loh Del, semoga tuh dosen baru gak cuman menang gantengnya doang, tapi bener bimbingnya,” sahut Jani.
“Gue yakin kok, dia orangnya amanah dan bertanggung jawab,” balas Adel.
“Udah Jan, biarin Adel bahagia dengan dosen pembimbing dalam imajinasinya,” ucap Kanaya.
“Jahat loh, Nay. Gue gak mau cuman bahagia kalo imajinasi doang. Doain kek’ syukur-syukur dia bukan sekedar dosen pembimbing, tapi pembimbing hidup gue juga,” ucap Adel dengan nada merajuk.
“Mabok nih anak,” ucap Gevin sembari menoyor kepala Adel.
“Oy! Songong loh, pala gue difitrahin nih tiap tahun,” sungut Adel.
“Bodo,” balas Gevin dan menjulurkan lidahnya lalu langsung ngacir.
Adel sebal karena Gevin terus mengganggunya. "Jan, omelin donk tuh cowok lo!" seru Della merengut pada Anjani.
"Siapa cowok gue? Gue kan, jomblo," tanya Anjani dibarengi pengakuan status relationship -nya.
Adel terlihat puas -setengah tertawa, namun dia tahan. Asli, dia baru nemu orang bangga ngaku jomblo. Dan itu temannya, Anjani. Benar-benar bukan dia banget.
"Siapa lagi, ya~ Gevin lah!!"
"Idih ... ogah!! Lo aja sono sama dia. Kan Lo yang sering diusilin dia, barang kali Gevin suka sama lo," sahut Jani.
"Gak juga ... tampang Gevin itu gengsian ... dia malu-malu buat ngedeketin cewek yang ditaksir. Percaya deh sama gue," ujar Adel.
"Kalo elo, gak ada malu-malu nya ... yang ada, malu-maluin. Kok bisa naksir sama Dosen," balas Jani tak mau kalah.
"Kagak ada peraturannya keles, apalagi dosa kalo naksir orang ganteng," sahut Adel.
"Udah punya buntut, baru tau rasa patah hati lo, Dedel. Gue mah ngasih tau temen doang, takut loh ngarep ketinggian - jatoh - gila deh."
"Jan ... omongan lo gak bisa lebih pedes lagi -sampe nyumpahin gue gila." Jantung Adel rasanya tertusuk. "Dan perlu lo tau, Pak Adhi itu 100% available."
"Sotoy lo Dell!! Tau dari mana? Lo cenayang?" tantang Jani.
"Gue liat ... dia gak pake cincin," ngotot Adel.
"Aduh! Ampun nih anak, kebanyakan nonton drama Korea sih .. halunya gak ketolong. Cabut yuk, Mau." Jani menyerah meladeni Adel akhirnya menarik Kanaya pergi.
"Liat aja, suatu hari Pak Ganteng pake cincin, itu gue yang masangin!!"
"Kanaya, lo jangan sama gila terobsesinya ya, ke Dimas kayak yang di belakang ono. Satu aja gue udah pusing ngeladeninnya, apalagi dua. Kalo bukan temen, udah gue masukin peti terus kirim Madagascar. Biar si Adel ketemu sesama spesies uniknya disana," ucap Jani pada Kanaya dan sepenuhnya mengabaikan Adel.
"Lo juga deh Jan, jangan ngeledekin gue sama Dimas mulu," protes Kanaya akhirnya bercicit.
Memang, diantara ketiga temannya -bisa dibilang dia paling kalem. Itu kalau di kampus, beda sama di rumah. Ya~ itu lebih ke Kanaya yang jaga image kalo di luar. Dia masih punya malu untuk gak cari keributan di luar.
Nah! Liat aja nanti gaduhnya dia sama sang Abang. Mode senggol bacok, kali.
"Siapa yang ngeledekin sih, Nay. Serius kali, gue gemes sama kalian. Katanya deket dari jaman sekolah, kok bisa belum jadian? Dimas bukan banci, kan?" tanya Jani frontal akhirnya.
"Sembarangan ngomong," protes Kanaya seraya menepuk lengan Jani.
"Ya abis, rumah sampe sebelahan dan sekarang juga sekampus -kalian adem ayem aja. Dia gak peka apa sama lo. Perlu gue bantu?" tawar Jani.
"Jangan mau, Nay!! Mending sama gue aja," ceroscos Adel kembali ikut nimbrung.
"Ha .. Ha .. udah ya, gue ada urusan. dah!" ujar Kanaya canggung. Paling males deh dia, kalo udah jadi bahan omongan sama temen-temennya, apalagi disangkutin sama Dimas juga.
"Tjie~ yang dijemput calon pacar," ledek Adel.
○
Seorang gadis tampak bersender pada dinding di koridor kampus, Kanaya sedang menunggu temannya di fakultas lain untuk pulang bersama orang tersebut.
Tak lama beberapa orang mahasiswa tampak keluar dari kelas, Kanaya masih memperhatikan satu per satu dari mereka –mencari Dimas.
Tak sabar, akhirnya Kanaya sedikit mengintip masuk ke kelas tersebut dan terlihat Dimas yang sedang berdiri di sebelah meja dosen –berbicara dengan sang Dosen perempuan. Baiklah, dia akan menunggu sebentar lagi.
“Nay!” sentak Dimas yang terlihat terkejut lantaran melihat Kanaya yang berdiri di saat dirinya lewat.
Kanaya berdiri tegak, tersenyum pada Dimas lalu memberi salam pada Dosen perempuan tersebut.
“Pacarmu, Dim?” tanya Dosen perempuan tersebut.
“Teman, Bu.”
Uh! Hati Kanaya sakit deh, denger jawaban Dimas tadi. Bener kata Jani, Dimas gak peka?
Dosen tersebut hanya merespon dengan mengangguk pelan.
“Gue mau bawain ini dulu ke ruang dosen,” beritahu Dimas seraya mengangkat sedikit tangannya yang terlihat membawa beberapa tumpuk lembaran. “Lo tunggu aja di parkiran.”
“Gue ikut lo aja deh,” jawab Kanaya terdengar meminta.
Akhirnya Kanaya ikut bersama Dimas dan Dosennya.
“Bu, boleh saya bantu bawakan barang Ibu?” tawar Kanaya yang melihat sang Dosen perempuan tampak repot dengan tas selempang besarnya dan paper bag –nya.
“Oh iya, terima kasih Mbak.” Dosen tersebut menyerahkan paper bag –nya pada Kanaya.
-
Setelah dari ruang guru, Kanaya dan Dimas menuju parkiran untuk mengambil motor dan pulang.
“Jadi siapa dosen pembimbingnya?” tanya Dimas sembari memakaikan helm pada Kanaya –so sweet.
“Bu Andin,” jawab Kanaya singkat.
“Udah tau orangnya yang mana?” tanya Dimas lagi yang saat ini mulai menyalakan mesin motor matic –nya.
“Udah, kebetulan sudah pernah diajar sama Beliau di semester lalu.”
“Bagus deh kalo gitu, terus udah ketemu orangnya?”
“Belum, niatnya gue sama Jani mau kasih kabar dulu by phone baru nanti ketemu.”
“Oh, bareng Anjani?”
“Iya.” Kanaya sekarang sudah naik motor Dimas, di belakang pemuda itu. “Jalan Dim.”
“Oke~ pegangan Nay, nanti jatoh –gue tinggal,” gurau Dimas namun terdengar manis di telinga Kanaya.
Uhhh … ini nih yang Kanaya demen dari Adimas, PERHATIAN, catat!! Padahal mah, tiap hari tuh Dimas selalu ngingetin hal-hal kecil, tapi anehnya Kanaya masih saja tidak terbiasa dengan perlakuan Adimas.
Kalau tidak tahu malu, mungkin dia sudah menyatakan perasaannya ke sohibnya itu, tapi … Adimas bukan hanya temannya saja, dia juga tetangganya dan itu yang membuat Kayana jadi mikir tujuh keliling.
Kira-kira segempar apa nanti RT –nya, kalo dia jadian sama Dimas?
*Naya lebay mode On.
•••
[TBC]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ariani81Desi
yang pasti gosip nya nggak bakalan habis' tu emak' di kompleks
2023-06-05
0
reni
Tadinya cuma mo nongol aja...ko jadi masuk ..eeeehh ternyata betah 🙊😁💗
2020-07-31
1
Raffa Zahara
bagusss
2020-07-17
1