Tepat pukul setengah satu, Pak Joko mengakhiri kelasnya. Sementara itu, Adel sudah pasang ancang-ancang hendak keluar kelas agar dapat melihat Dosen ganteng di kelas sebelah –gebetan barunya. Namun tepat di depan pintu, langkahnya tertahan oleh Pak Joko yang tiba-tiba berhenti. Adel mendengus di belakang punggung Dosen paruh baya berbadan tambun itu, karena telah menghalangi jalan dan pandangannya.
“Pak Adhi!” panggil Pak Joko pada Dosen yang sama baru keluar kelasnya.
Merasa namanya dipanggil, dia menoleh. “Ya, Pak Joko,” jawab dosen pria berperawakan tegap itu.
“Mau makan siang bareng saya?” tawar Pak Joko.
“Oh … iya Pak, nanti saya nyusul. Soalnya saya mau ke atas dulu dan sholat.”
Adel yang masih setia berdiri di belakang Pak Joko dengan kalem mendengarkan percakapan dua Dosen pria yang berpenampilan kontras itu. Dan saat dia mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh dosen gebetannya itu, Adel manggut sembari mengelus dada. ‘Calon imam idaman, gak salah pilih gue,’ gumamnya.
“Saya juga mau sholat dulu, Pak Adhi,” balas Pak Joko dan kemudian pergi bersama Adhi.
Seakan belum sadar, Adel masih saja berdiri di pintu, hingga sebuah tepukan di bahu membawanya kembali pada kenyataan.
“Ngapain masih nempelin pintu? Makan yuk, gue laper,” ajak Jani.
“Kalian duluan aja, gue mau sholat dulu,” jawab Adel dan mendapatkan tatapan aneh dari Jani.
“Abis kesambet apa lo, tiba-tiba dapet hidayah?” komentar Jani.
“Iya nih, tadi baru aja dapet hidayah dari calon suami,” jawab Adel manis.
“Duh … Gawat! Halu nih anak. Tinggalin aja yuk, Nay.” Jani menarik lengan Kanaya yang sedari tadi berdiri di sebelahnya.
“Nay, lo mau sholat juga kan?” tanya Adel yang tiba-tiba udah jalan di sebelah Kanaya, udah sadar kali tuh anak.
“Iya,” jawab Kanaya pelan.
“Yaudah, ayok.” Adel langsung aja narik lengan Kanaya.
“Eh … ngapain lo narik temen gue? Kita mau makan,” protes Jani dan menahan lengan Kanaya.
Kanaya yang kayaknya udah kelewat kesel gara-gara ditarik-tarik, dia menghempaskan tangannya dari cengkraman dua temannya.
“Aduh! Udah sih, kenapa jadi kerebutin gue?” Kanaya langsung pergi meninggalkan dua temannya di belakang.
“Nay, mana kemana?” tanya Jani sedikit berteriak.
“Sholat,” jawab Kanaya sama berteriak.
“Heheh ..." Adel tersenyum puas. "Yang namanya malaikat, pasti menang lawan setan yang penggoda." Tak lupa Adel menjulurkan lidahnya pada Jani, sebagai salam perpisahan. "Tunggu, Nay.” Adel langsung mengejar Kanaya.
Jani langsung mengangkat kepalan tangannya, hendak di hadiahkan pada Adel –sayang gak kena. “Terus gue makan sendiri?” rajuk Jani.
“Ikut kita aja, sholat. Biar lo juga dapat hidayah kayak gue,” celetuk Adel setelahnya terdengar tawa membahana.
“Bisa kena sunat nanti gue,” balas Jani sama nyelenehnya dengan Adel.
“Minta temenin Gevin aja kalo gitu. Sekalian ibadah, biar dapat pahala,” saran Adel.
“Ogah!! Mending gue makan sendiri, makan sama dia … tekor gue. Lagian sekarang hari Rabu, gue ibadah Minggu,” jawab Jani.
“Ch! Padahal dia sendiri kalo pulang suka nebeng sama Gevin,” sungut Adel.
“Heh! Gua yang bayar uang bensinnya ya!” jawab Jani sewot. “Lagian bukan cuman gue ya, yang sering nebeng. Kanaya juga sama Dimas.”
“Ey! Kok gue dibawa-bawa?” protes Naya.
“Jani … Jani … jangan lo samain Kanaya sama eloh, Dimas itu udah jodoh lima langkah –nya dia, dibayar pake cinta,” sahut Adel penuh penekanan.
“Ngaco loh, Del,” balas Kanaya.
“Tapi ngarep –kan?” goda Adel.
Kanaya diam sejenak, namun segera bersuara. “Udah, ahh … ngobrol mulu. Jadi sholat gak?” potong Kanaya.
“Siap, Bos –ku,” jawab Adel dan mengacungkan jempolnya. “Yaudah Jan, lo tunggu kita ya.” Adel melambaikan tanganya pada Jani dan menarik Kanaya untuk ikut pergi dengannya di mesjis kampus.
•••
Setelah berwudhu, mereka naik ke lantai dua mesjid –tempat untuk wanita sholat, lalu mengambil saf pertama. Sementara Kanaya masih mengekor di belakang Adel dengan membawa mukena.
“Tumben banget Del, milih saf depan. Biasanya lo pilih paling belakang kalau gak di pinggir, biar cepet keluar pas jamaah,” heran Kanaya.
Adel nyengir dan Kanaya menangkap respon temannya itu tentang sesuatu yang dapat dia pastikan dalam pikirannya.
Adel merapatkan tubuhnya pada kaca yang menjadi pembatas, dimana mereka bisa melihat jamaat laki-laki yang sholat di bawah. Lalu Adel mengarahkan telunjuknya pada satu titik, otomatis Kanaya mengikuti arah jari Adel itu menunjuk.
Hmmmm ... gak salah tebakan Kanaya. Siapa lagi coba, kalau bukan Dosen Kelas Sebelah – gebetannya itu.
“Mau sholat, mata jangan jelatatan Del ... yang khusyuk!! Inget, niat sholat untuk siapa,” peringat Kanaya.
“Astagfirullah ... sungguh Pak Adhi itu godaan yang nyata,” ujar Adel.
“Maksud kamu, Pak Adhi setan, Del?” sahut Kanaya.
“Istigfar, Nay! Dosen malah lo katain setan,” balas Adel ada rasa kesal dalam ucapannya.
“Lo yang bilang ya, awalnya,” kilah Kanaya.
Di tengah perbincangan dua sahabat itu, suara Iqamat sebagai seruan untuk segera berdiri dan melaksanakan sholat mengalun –mereka yang menjadi jamaah sholat, lantas berdiri.
Assalamu’alaikum warahmatullah ... Assalamu’alaikum warahmatullah ....
Sholat jamaah berakhir setelah salam kedua. Beberapa jamaah tampak bersalaman pada orang di sebelahnya dan dilanjutkan dengan dzikir juga doa. Setelahnya mereka beranjak dari saf dan kembali melanjutkan aktivitas.
Sementara Kanaya tampak duduk di pojokan sebari melipat mukena dan Adel yang duduk di sebelahnya sedang membenarkan make up.
“Nay, tau gak!!” seru Adel terdengar antusias.
“Apa?” respon Kanaya singkat, bahkan terdengar tanpa minat.
“Sumpah ... selama gue ikut sholah jamaah, rasanya jantung gue gak pernah semendebarkan ini –merinding,” beritahu Adel sembari menggosokan lengan atasnya. "Menurut lo gimana?” tanyanya kali ini.
“Bagus dong, artinya sholat lo tadi nyentuh hati lo.”
“Oke! Besok-besok biar Pak Adhi aja yang jadi Imam Sholat Jamaah. Kalo bisa, sekalian jadi Imam gue!! Hahah ....”
“Eh?”
“Jangan bilang lo gak tau Nay, kalo tadi yang Imam itu Pak Adhi,” selidik Adel.
“Mana gue perhatiin,” jawab Kanaya jujur.
“Tapi lo setuju kan, kalo enak bacaanya?”
“Sepertinya Iya.”
“Noh! Tuh ~ kan! Emang calon imam gue paling Da best! Lo jangan nikung gue ya.”
“Gak Del, lo kan tau hati gue buat siapa,” balas Kanaya malu-malu.
“Tjieee~ ngaku juga dia ... dasar, calonnya Adi— Awww!!” Adel mengaduh ketika sepasang jari menghimpit pinggangnya. “Sakit kali Nay! Cubitan lo itu kaya emak-emak lagi nyambel, berasa pedesnya.”
“Ssstttt!!! Berisik!!! Ini Mesjid!”
••
T
B
C
••
see you~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ariani81Desi
Ada' saja si Adel,Uda ngakuin aja pak dosen calon imam nya😂
2023-06-05
0
Alya_Kalyarha
semangat nulisnya kk, udah aku like ya
kalau sempat mampir baliklah ke karyaku "sahabat atau cinta" dan "berani baca" tinggalkan like dan komen ya makasih
2020-06-03
2
Ernasunardi Anindita
lanjut
2019-11-22
1