Fajar baru selesai keluar dari perpustakaan kampus. Langkahkan yang tegap serta parasnya yang tampan tentu menjadi soroton para mahasiswi. Siapa yang tidak kenal dengan Muhammadiyah Fajar Bramantyo, Mantan ketua BEM dua periode, belum lagi aktif di beberapa organisasi mahasiswa di fakultas.
Hari ini hanya ada satu mata kuliah untuk mendampingi pak Viktor. Selebihnya dia hanya berada di perpustakaan, kantin dan berencana pulang ke kontrakan. Ya, Fajar memilih tinggal di kontrakan daripada di rumah Omanya. Padahal di sana selalu welcome padanya. Terkadang kalau Sabtu Minggu Andara pulang ke Cibubur, rumah orang tuanya. Tapi kalau hari biasa gadis muda itu pulang ke rumah Oma nya. Andara sejak SMP di pindahkan ke rumah Oma Dewi. Di tambah pernah bermasalah dengan salah satu guru ekskul di sekolahnya, Andara pernah meminta gurunya menunggu sampai tamat SMP. Tentu saja itu sempat viral, membuat Tante Vira kalang kabut.
Suka bawa kosmetik ke sekolah. Bahkan Tante Vira, angkat tangan sama anak gadisnya.
Langkahnya terhenti saat getaran handphone di saku celananya. Fajar pun mengangkat telepon dari salah satu keluarganya.
"Iya, Tante." sapa Fajar pada adik mamanya.
"Kamu bisa jemput Dara, Jar. Papanya masuk rumah sakit." kata Tante Vira.
"Bisa Tante. Sekarang aku langsung ke sekolahnya. Om Dawa sakit apa Tante?"
"Om kamu pingsan di kantor. Orang kantor yang bawa ke rumah sakit. Ini kami masih menunggu keterangan dokter. Tante takut om kamu kenapa-kenapa." suara Tante Vira terdengar cemas.
"Semoga bukan hal buruk ya, Tan. Aku berangkat dulu." pamit Fajar.
"Hati-hati ya, Nak." Tante Vira menutup teleponnya.
Fajar pun melajukan motornya ke arah selatan. Dimana adik sepupunya bersekolah. Jalanan macet pun di lalui. Hingga motornya berhenti di depan sekolah elit di Jakarta.
Sekolah tersebut termasuk sekolah dengan kurikulum internasional, guru-guru berkompetensi, fasilitas terbaik, dan menggunakan bahasa lnggris sebagai bahasa pengantarnya. Bayangkan bagaimana anak-anak yang belajar di sana. Selain otak nya harus encer, keuangan di sana pun juga harus encer. Fajar bersyukur dia dan dua adiknya menimba pendidikan di sekolah umum. Kalau soal ilmu bisa dicari sekolah manapun.
Fajar langsung memasuki area sekolah. Sepertinya masih dalam suasana belajar, dia pun menanyakan di mana ruang kelas IPA. Satpam sekolah pun mengantarkan sampai di depan kelas.
"Permisi," sapa Fajar.
Seorang wanita dewasa mendekati Fajar dan bertanya tujuan pemuda itu.
"Saya mau meminta izin untuk membawa pulang Andara. Karena papanya masuk rumah sakit."
"Owh, maaf. Kamu sedang ujian tengah semester. Kalau anda mau menunggu sampai selesai jam sekolah." kata guru nya Andara.
"Tidak apa-apa, saya akan menunggu." Fajar pun undur diri. Dari jendela dia memperhatikan sang adik masih fokus dengan ujiannya. Dia pun berlalu, mencari kantin di sekitar sekolah.
"Ini kantin apa Cafe. Keren sekali." ucap Fajar dengan takjub.
"Kak Fajar!" suara lelaki muda menyapa dirinya.
"Panca! kamu disini? Aku kira kamu masih di Jogja. By the way bagaimana pengobatan Tante There?"
"Masih tahap kemoterapi, kak. Tapi mama kayak bukan orang sakit. Masih sempat jalan-jalan, makanan nggak di pilih. Sampai papa aja sudah malas suruh mama bedrest. Mama kan dari dulu begitu, keras kepala." cerita Panca.
"Terus kamu disini ngapain?" tanya Fajar.
"Jualan madu hehehehe..."
"Emang sekolah elit seperti ini mau beli madu punya papamu?"
"Kepala sekolahnya sudah reseller, Kak. By the way, kak fajar ngapain disini. Mau ngecengin anak sini?"
"Mau jemput adikku, dia sekolah disini. Papanya masuk rumah sakit. Jadi di minta pulang. Tapi mereka lagi ujian. Terpaksa menunggu sampai selesai."
Panca memilih menemani Fajar, sekaligus dia juga penasaran sama adiknya Fajar. Selama ini Panca lebih banyak besar di Jogja menemani Eyang Lakshmi. Dia di Jakarta sebatas SMA tidak sampai kelas tiga. Setelah naik kelas tiga Panca pindah ke desa kelahiran ibunya. Itu juga atas rengekan eyangnya. Beliau enggan tinggal di tempat mereka yang mewah. Panca pun mengalah demi membahagiakan eyangnya.
Kembali ke masa sekarang. Panca dan Fajar pun bertukar cerita. Di mulai aktivitis Fajar yang masih jadi mahasiswa, aktivis Panca yang sekarang kerja di pabrik orangtuanya. Pemuda itu memilih belajar dari bawah dari pada langsung di kasih jabatan.
Suara dari mikrofon sekolah memberi tahukan waktu belajar sudah selesai. Beberapa anak sudah keluar dari kelasnya. Fajar pun melambaikan tangannya pada Andara.
Bukan hanya Fajar, Panca pun seperti tersihir dengan kecantikan Andara.
"Hai, kak Fajar. Aku baru baca pesan dari mama. Katanya papa masuk rumah sakit." kata Andara.
"Iya, makanya kakak ke sini jemput kamu. Yasudah itu langit bentar lagi mau nangis.
Oh ya Panca, ini adikku namanya Andara." Belum sempat mereka berkenalan Andara sudah menarik Fajar jauh dari Panca. Dia tidak suka cara pandang lelaki itu.
Mereka sudah berada di parkiran.
"Mobil kakak mana?" tanya Andara.
"Kakak nggak bawa mobil. Tapi bawa motor."
Andara membulatkan matanya. Bagaimana mungkin dia sudah dandan paripurna kalau endingnya naik motor.
"Kakak tahu tidak nyawa perempuan itu di mana? Di make up. Kalau naik motor terus riasan aku rusak bagaimana?"
"Yasudah, kamu naik mobil sama aku saja." Panca muncul di tengah obrolan mereka. Andara langsung bersembunyi di belakang punggung Fajar. Mengingat bagaimana lelaki itu menatap dirinya sudah geli rasanya. Sekarang dia harus satu mobil sama orang asing. "Mending aku naik Mobil online dari pada satu mobil sama dia."
"Kamu jangan banyak gaya, Dara. Tadi mama mu bilang papamu lama di tangani dokter sampai sekarang belum ada keterangan. Kalau ada apa-apa kamu yang menyesal." kata Fajar.
"Kamu pilih naik mobil sama Panca atau naik motor sama kakak. Itu saja tidak option lain!"
Terpaksa deh sama ini orang daripada make up ku rusak.
Mobil sudah memasuki pelataran parkir rumah sakit. Dara langsung memasuki lorong rumah sakit. Mendapati mamanya masih di depan ruang ICU. Andara baru tahu kalau papanya pingsan di dalam ruang kerjanya.
"Papa kenapa, Ma?" tanya Dara.
"Mama belum tahu, Nak. Papa kamu sudah masuk tiga jam di dalam sana. Mama takut kalau ada penyakit parah dalam tubuh papamu." Andara dan Vira saling berpelukan.
"Terimakasih, Fajar. Dan ..." Vira melirik pemuda di samping Fajar.
"Saya Panca, Tante." lelaki itu memperkenalkan diri.
"Anak kak Panji kan?" tebak Vira. Panca mengiyakan tebakan Vira.
Mereka duduk di kursi tunggu. Panca memilih tetap di rumah sakit. Bahkan meminta salah satu staf perusahaan mengambil barang yang di bawa Panca.
Pandangan Panca tak lepas dari gadis berseragam putih abu abu-abu.
"Dia sangat menarik. Sepertinya papa mengenal Tante itu. Bisakah aku bilang pada papa untuk melamarnya."batin Panca
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
iya centil nih
2024-08-13
0
Memyr 67
𝗽𝗮𝗻𝗷𝗶, 𝗺𝗮𝗻𝘁𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿.... 𝘃𝗶𝗿𝗮
2024-07-24
0
Kak Dsh 14
Iklan meluncur untukmu thor
karena poinku udh abis😁
2024-07-13
0