Part 4

This is just fiction.

•••••••••••••••••••••••••••

    Degh!

    Apakah aku salah telah membantu Kak Navian?

    A-apa aku melakukan kesalahan?

    Batin Tiara terus berseteru dengan pikiran-pikiran rasa takut yang selalu terbangun oleh jiwanya yang rapuh.

    Atmanya sudah sering sekali ditikam oleh kenyataan jika semua yang dia lakukan adalah kesalahan, rasa sakit dan luka yang menempel di dirinya tak pernah mengundang iba ataupun kepedulian dari keluarganya, kecuali sang ayah yang selalu menjadi topik utama dia bertahan dalam keluarga itu.

    Tiara singkirkan tangannya dari tangan Navian, rasa bersalah membuncah di dalam diri Tiara, gadis bermata pipih itu menatap Navian dengan dalam, dadanya berdebaran, selalu saja begitu hingga Tiara jengah dengan perasaannya sendiri.

    Dia terbangun dari hadapan Navian, matanya mengedar dengan tidak tenang, membuat Navian terantuk pada pemikirannya yang selalu terjadi setiap dia berhadapan dengan Tiara, sang adik ipar.

    "Euum, Kak Vianna baik, dia cantik dan sempurna, karirnya sangat bagus, berbeda denganku yang hanya seorang guru TK dan guru private, mungkin Kak Vianna sedang mengalami baby blues Kak, Kak Navian sabar saja ya," ungkap Tiara berbeda jauh dari keinginan hatinya.

   "Kamu sangat menyayangi kakakmu? Sampai kamu begitu membelanya, dia tidak sebaik itu, dan tentunya kamu tahu betul sifatnya seperti apa kan?" pungkas Navian semakin memojokkan Tiara.

    Bagaimana tidak, Tiara selalu disetir oleh ibu dan kakaknya, apapun yang mereka perintah, Tiara selalu menurutinya, dia hanya ingin terus bersama papanya, itu saja, tidak ada yang lain.

    Matanya kembali terlempar pada sebuah bidang kosong di belakangnya, air mancur yang tak pernah kehabisan air di sana lebih menarik di banding ketampanan dan kegagahan seorang Navian Narendra Devandra.

    "Sudah ya Kak, cepat sembuh, jangan melakukan hal bodoh lagi, Kak Vianna pasti tengah mengkhawatirkan Kakak," ucap Tiara melenceng dari pertanyaan Navian tadi, matanya pun kembali terjatuh dan enggan untuk menatap Navian lebih lama.

    Navian kesal pertanyaannya tidak terjawab dengan benar oleh adik iparnya ini, lantas dia menahan Tiara, mengunci tangan gadis cantik itu untuk tetap bersamanya, Navian yang masih menghadap ke arah berlawan dari pandangan Tiara, segera mendelik ke arah sang adik ipar.

   "Vianna tidak pernah mengkhawatirkan ku, dan kamu tahu hal itu, tidak perlu mangkir dan menutupi semua kesalahan Kakakmu," ungkap Navian, pria itu tampak kesal dengan sikap Tiara yang selalu menghindari dari setiap perkataan yang diungkapkan oleh Navian.

    Tiara menoleh lambat, bukan pada Navian, melainkan terhadap tangannya yang tidak dilepaskan oleh Navian, gadis itu terguncang, langkahnya terasa kelu. Perlahan dia tadahkan tatapannya, merekam jejak ketampanan Navian di netranya yang sendu, beberapa kali dia mengedip.

    "Aku tidak tahu masalah kalian, tapi tolong jangan libatkan aku dengan masalah kalian, karena aku sudah melepaskan kalian, tolong ... Mama sangat membenciku, jangan membuat dia semakin membenciku," urai Tiara membuat Navian mengkerut.

    "Hah? Maksudmu?" Genggaman Navian melemah.

    Tiara singkirkan tangannya dari genggaman Navian, dia menjilati kedua bibirnya, lantas dia membuang wajahnya ke arah lain, tidak ada yang lebih menarik daripada panorama alam yang ada di sekitarnya.

    Gadis berparas molek itu menyesar menjauhi Navian di sana, Tiara berlari menjauhi pria yang selalu membuat jantungnya berdebar sampai habis jalan beraspal dia pijaki, berulang kali Navian menyerukan namanya, tetapi Tiara tidak tertarik dengan panggilan lembut lelaki itu.

    "Tiara ...." Sekali lagi Navian menggemakan nama Tiara dengan harap adik iparnya itu menoleh dan kembali berbincang dengannya.

    Namun, pada kenyataannya Tiara telah mengabaikannya, dia terus berlari. Tubuh mungilnya menggelinjang di udara pendek, Navian menyaksikan Tiara yang terbenam pada sebuah bidang pohon-pohon besar di depan sana.

    "Sebenarnya ada apa dengan keluarga Vianna, kenapa Tiara selalu mengatakan jika dia dibenci oleh Mama, apa yang terjadi di dalam rumah itu." Pertanyaan Navian mengenai kondisi Tiara di dalam rumah itu kembali mengembang di dalam benaknya.

    Matanya menyipit bersamaan dengan dahinya yang mengkerut, lantas dia berkacak pinggang, di hamparan langit biru di atas, sorot sang baskara memudar karena sang gegana menanggang sang sinar untuk turun pada bumi.

...***...

    Rumah besar bernuansa putih dengan perpaduan warna-warna yang senada dengan aksen yang berbeda, di dalam kamar utama rumah itu, Navian masih berjibaku dengan pakaiannya.

    Pria bertubuh gagah itu berdiri di depan kaca panjang, setinggi postur tubuhnya yang memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm, pria yang menekuk wajahnya sibuk dengan merapikan dasinya yang memang sering dia lakukan sendiri tanpa dibantu oleh Vianna sang istri.

    Vianna sendiri masih bersandar di atas ranjang king yang empuk di belakang Navian, tengah memasati layar pintarnya sembari tersengih, pria bermata kecil itu menyaksikan secara langsung sang istri yang sepertinya tidak memedulikan apapun lagi.

    Navian menghela napasnya berat, dia rekatkan dasinya membuat penampilannya menjadi sempurna, pria itu mendelik kesal dengan perlakuan sang istri, dia berputar mengarah pada sang istri.

    "Bangun dong sayang, masa di kasur terus dari tadi, anak kita butuh asi, kamu urus dia dulu, kamu hanya perlu mengurus putra kita dengan baik, sudah, tidak ada yang perlu kamu lakukan lagi, masa kamu masih saja menolak," pinta Navian bernada lembut.

    Navian bergerak sampai dia bertemu dengan jas hitam yang masih menggantung di gantungan di pojok kamarnya, lekas dia lekatkan dengan tubuhnya, menautkan kancing jas itu dengan lubangnya.

    "Siapa yang berhak mengatakan seperti itu," celetuk Vianna, dahinya mengeras, wanita itu lempar ponsel yang ada di genggamannya terjun ke sampingnya.

    Lantas dia turun dari ranjangnya, menganyam langkah hingga berhadapan dengan sang suami yang sudah menggenggam kenop pintu kamarnya, Navian segera berputar dan menyaksikan wajah kemarahan sang istri membuat hatinya berdesir perih.

    "Kamu tidak merasakan bagaimana rasanya hamil, aku harus mengandung anak kita selama sembilan bulan, merelakan tubuhku yang indah menjadi buruk seperti sekarang, kamu lihat aku sekarang, Navian!" Kemarahan Vianna kembali membuncah, tatapannya getir sembari mengguncang Navian.

    "Vianna! Stop! Aku sudah bilang, tubuhmu bisa diperbaiki lagi, kenapa kamu menjadi seperti ini, kamu sekarang seorang ibu, berpikirlah dewasa," tutur Navian geram dengan tingkah Vianna akhir-akhir ini.

    Perihal itu selalu diungkit Vianna sampai Navian jengah dengan semua tuntutan yang sama setiap hari, sudah lebih dari setengah bulan Vianna keluar dari rumah sakit, dalam waktu itu pula istrinya itu tidak pernah menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu.

    Navian tak peduli jika Vianna tidak menjalankan tugasnya sebagai seorang istri, tetapi putranya membutuhkan sosok ibunya untuk mengurusnya, bukan hanya asi, tetapi kasih sayang dan permainan hati seorang ibu dengan putranya.

    Kian hari tertelan oleh waktu Vianna semakin menunjukkan jika dirinya memang tidak menginginkan putranya. Malam gulita saat cahaya matahari meruyup di peraduannya, Navian baru saja tiba di rumahnya setelah seharian penuh dia habisnya di kantor untuk bekerja.

    "Tiara ... Cepat hentikan tangisannya, dia membuatku gila, aaargh ...." Laungan Vianna yang entah berada di mana menggema mengisi seisi rumah besar milik Navian bersama Vianna.

    "Iya Kak bentar, aku sedang menyiapkan susunya," sahut Tiara yang terdengar dari area dapur.

    Navian mengeras di ambang pintu, hidungnya mengernyit. Amarah lelaki itu meluap, dia tarik dasi yang mengerat di lehernya, lantas dia lempar dasi itu ke sembarang tempat, kancing kemeja dan lengannya dia pisahkan dari lubangnya.

    Berayun menjauh dari daun pintu, melempar tas kerjanya ke atas sofa yang tergolek di dekatnya. Lalu dia menyugar rambutnya dengan kasar, dia tekuk lehernya ke kiri dan kanannya.

    "Vianna benar-benar membuatku marah," ujar Navian menepi di depan undakan panjang yang akan membawanya ke lantai dua rumahnya.

    Belum habis Navian membaca setiap undakan yang dia pijaki, ponselnya segera berdering, itu adalah notifikasi dari bank yang memberikan informasi jika Vianna sudah menghabiskan uangnya lebih dari dua ratus juta dalam satu hari.

    Melihat hal itu jiwa Navian semakin bergejolak. "Vianna ... Kali ini aku akan tegas dengan kamu, maaf, bukan aku tidak mencintaimu, tetapi kamu sudah keterlaluan, jika seperti ini perusahaanku akan bangkrut karena ulahnya," urai Navian meneguhkan tekadnya, giginya mengerat sebagai isyarat bahwa kali ini Navian tidak akan kalah dengan perasaannya.

    Derap langkah berdenyut dari belakangnya, lekas Navian berputar dan menyaksikan adik iparnya yang terlihat masih mengenakan pakaian yang selalu digunakan untuk mengajar di TK yang memang tak jauh dari keberadaan rumahnya, mulai mendekat.

    Gadis itu berlari mendugas langkahnya sembari mengocok sebuah botol yang berisikan cairan putih yang manis, saat Tiara mendekatinya, gegas Navian menelentangkan salah satu tangannya, tepat di depan mata Tiara.

    Sehingga gadis itu terkesiap, pundaknya mengerjap beberapa detik bersamaan dengan matanya yang terpejam beberapa kali, lalu dia tertadah dan mendapati sosok Navian dengan kemarahan yang terlukis jelas di sana.

    "Berhenti, berikan botol itu padaku, dan kamu pulanglah, ini sudah malam, aku akan menyuruh sopir untuk mengantarmu pulang," ucap Navian merampas botol susu yang berada dalam genggaman Tiara.

    "Iya Kak." Pasrah, Tiara menyerahkan botol susu itu pada Navian.

    Tubuh gadis itu mengendur ke belakang, turun dari tangga dan melipir keluar, dia tak berani membantah Navian, paras tampan lelaki itu tiba-tiba saja lenyap kala amarahnya berdesir kasar.

...See you next part....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Episodes
1 Part 1
2 Part 2
3 Part 3
4 Part 4
5 Part 5
6 Part 6
7 Part 7
8 Part 8
9 Part 9
10 Part 10
11 Part 11
12 Part 12
13 Part 13
14 Part 14
15 Part 15
16 Part 16
17 Part 17
18 Part 18
19 Part 19
20 Part 20
21 Part 21
22 Part 22
23 Part 23
24 Part 24
25 Part 25
26 Part 26
27 Part 27
28 Part 28
29 Part 29
30 Part 30
31 Part 31
32 Part 32
33 Part 33
34 Part 34
35 Part 35
36 Part 36
37 Part 37
38 Part 38
39 Part 39
40 Part 40
41 Part 41
42 Part 42
43 Part 43
44 Part 44
45 Part 45
46 Part 46
47 Part 47
48 Part 48
49 Part 49
50 Part 50
51 Part 51
52 Part 52
53 Part 53
54 Part 54
55 Part 55
56 Part 56
57 Part 57
58 Part 58
59 Part 59
60 Part 60
61 Part 61
62 Part 62
63 Part 63
64 Part 64
65 Part 65
66 Part 66
67 Part 67
68 Part 68
69 Part 69
70 Part 70
71 Part 71
72 Part 72
73 Part 73
74 Part 74
75 Part 75
76 Part 76
77 Part 77
78 Part 78
79 Part 79
80 Part 80
81 Part 81
82 Part 82
83 Part 83
84 Part 84
85 Part 85
86 Part 86
87 Part 87
88 Part 88
89 Part 89
90 Part 90
91 Part 91
92 Part 92
93 Part 93
94 Part 94
95 Part 95
96 Part 96
97 Part 97
98 Part 98
99 Part 99
100 Part 100
101 Part 101
102 Part 102
103 Part 103
104 Part 104
105 Part 105
106 Part 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Part 109
110 Part 110
111 Part 111
112 Part 112
113 Part 113
114 Part 114
115 Part 115
116 Part 116
117 Part 117
118 Part 118
119 Part 119
120 Part 120
121 Part 121
122 Part 122
123 Part 123
124 Part 124
125 Part 125
126 Part 126
127 Part 127
128 Part 128
129 Part 129
130 Part 130
131 Part 131
132 Part 132
133 Part 133
134 Part 134
135 Part 135
136 Part 136
137 Part 137
138 Part 138
139 Part 139
140 Part 140
141 Part 141
142 Part 142
143 Part 143
144 Part 144
145 Pengumuman—Terima kasih
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Part 1
2
Part 2
3
Part 3
4
Part 4
5
Part 5
6
Part 6
7
Part 7
8
Part 8
9
Part 9
10
Part 10
11
Part 11
12
Part 12
13
Part 13
14
Part 14
15
Part 15
16
Part 16
17
Part 17
18
Part 18
19
Part 19
20
Part 20
21
Part 21
22
Part 22
23
Part 23
24
Part 24
25
Part 25
26
Part 26
27
Part 27
28
Part 28
29
Part 29
30
Part 30
31
Part 31
32
Part 32
33
Part 33
34
Part 34
35
Part 35
36
Part 36
37
Part 37
38
Part 38
39
Part 39
40
Part 40
41
Part 41
42
Part 42
43
Part 43
44
Part 44
45
Part 45
46
Part 46
47
Part 47
48
Part 48
49
Part 49
50
Part 50
51
Part 51
52
Part 52
53
Part 53
54
Part 54
55
Part 55
56
Part 56
57
Part 57
58
Part 58
59
Part 59
60
Part 60
61
Part 61
62
Part 62
63
Part 63
64
Part 64
65
Part 65
66
Part 66
67
Part 67
68
Part 68
69
Part 69
70
Part 70
71
Part 71
72
Part 72
73
Part 73
74
Part 74
75
Part 75
76
Part 76
77
Part 77
78
Part 78
79
Part 79
80
Part 80
81
Part 81
82
Part 82
83
Part 83
84
Part 84
85
Part 85
86
Part 86
87
Part 87
88
Part 88
89
Part 89
90
Part 90
91
Part 91
92
Part 92
93
Part 93
94
Part 94
95
Part 95
96
Part 96
97
Part 97
98
Part 98
99
Part 99
100
Part 100
101
Part 101
102
Part 102
103
Part 103
104
Part 104
105
Part 105
106
Part 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Part 109
110
Part 110
111
Part 111
112
Part 112
113
Part 113
114
Part 114
115
Part 115
116
Part 116
117
Part 117
118
Part 118
119
Part 119
120
Part 120
121
Part 121
122
Part 122
123
Part 123
124
Part 124
125
Part 125
126
Part 126
127
Part 127
128
Part 128
129
Part 129
130
Part 130
131
Part 131
132
Part 132
133
Part 133
134
Part 134
135
Part 135
136
Part 136
137
Part 137
138
Part 138
139
Part 139
140
Part 140
141
Part 141
142
Part 142
143
Part 143
144
Part 144
145
Pengumuman—Terima kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!