This is just fiction.
••••••••••••••••••••••••••
Vianna tidak gentar, paras cantik wanita itu mengeras, matanya memerah, bibir tipis itu pun bergetar, dia cengkeram selimut yang sedang melindunginya dari hunjaman dinginnya pendingin ruangan yang ada di ruangan itu.
"Salah! Karena aku harus melahirkan anak dan menghancurkan tubuhku yang indah, aku menikah denganmu karena cinta, tetapi bukan berarti aku ingin melahirkan anakmu," sungut Vianna geram.
"Jika klienmu itu tidak menginginkanmu lagi ya sudah, lepaskan saja dan kamu bisa fokus mengurus anak dan keluargamu," sahut Navian berdiri tak jauh dari keberadaan sang istri.
"Jaga mulutmu ya! Kamu tidak berhak mengatur hidupku, jangan lancang kamu menyuruhku untuk meninggalkan pekerjaanku!" berang Vianna, hidungnya mengerut dengan tatapan tajam yang menghunus.
"Aku suamimu!" Navian terpancing emosinya, nada suaranya memuncak menggetarkan dinding rumah sakit yang membisu.
Getaran di kaca membuat semua yang menunggu di luar menyadari jika ada pertengkaran yang terjadi di dalam ruangan itu, Viara bersama sang istri gegas masuk ke dalam ruangan di mana putrinya dirawat.
Begitupun dengan Meriza dengan sang suami mengekor di belakang besannya, deru jantung keduanya berdebaran, ada ketakutan yang tak diinginkan dalam diri Meriza. Dia genggam dadanya.
"Ada apa? Jangan bertengkar di rumah sakit, malu sama pasien lain dan suster, dokter di sini," tegur Viara, wanita berpenampilan modis itu bergerak ke samping Vianna, dia mengelus punggung sang putri dengan lembut.
Navian di depan menyugar wajahnya dengan kasar, lantas dia menghela napasnya panjang nan berat, embusannya terdengar sangat kasar, dia mendelik, kedua tangannya menggantung di pinggang.
Meriza dan Marwan melekatkan langkahnya dengan sang putra yang ketara tak senang, wajah merahnya menandakan kemarahan tengah mendekap pria berahang tegas itu, Meriza berusaha mendekatkan dirinya dengan menggenggam tangan putranya.
"Tenang Nak, jangan emosi. Kenapa? Istrimu baru saja melahirkan putramu, salah besar kamu memarahi istrimu," bujuk Meriza.
Walau dia tidak tahu pokok permasalahan yang tengah merundung putranya, tetapi wanita itu ingin mendidik putranya agar tetap berlaku baik dan meredam emosinya dalam menghadapi sang istri.
"Mama ...," rengek Vianna menoleh pada sang ibu dan melabuhkan dirinya dalam pelukan Viara. "Navian menghancurkan masa depanku." Vianna menangis di dalam pelukan sang ibu.
Mendengar penuturan sang istri Navian semakin berang, embusan napasnya kembali kasar terburai keluar. "Ya! Salahkan saja saya, kalian yang menginginkan cucu dan saya yang salah! Terserah! Saya capek!" Navian beranjak dari sana berlari keluar dari ruangan itu dan membanting pintu ruangan itu dengan kasar, kaca yang menempel di pintu itu bergetar begar.
"Navian ... Nak, kamu mau ke mana?" panggil Meriza berayun untuk menyusul putranya.
"Sudah biarkan saja dulu, Navian tidak bisa dibujuk, kalau dia marah terus dibujuk jadinya malah makin marah dia," tahan Marwan.
Tatapan Meriza meleleh, dia menoleh ke arah Vianna yang masih terisak dalam pelukan ibunya, lantas dia mengangguk. Meriza tentu tahu pokok permasalahan antara putra semata wayangnya dengan sang istri.
Itu adalah anak, Vianna memang sudah sering bermanuver jika dia tidak ingin melahirkan karena takut tubuhnya yang indah akan menurun. Vianna adalah seorang top model yang tengah naik daun, pernikahannya dengan Navian sangat diagung-agungkan oleh semua pihak.
Hanya saja manager wanita itu mewanti-wanti untuk tidak melahirkan terlebih dulu, setidaknya sampai Vianna siap untuk pensiun dari dunia modeling, dengan pemikiran itu Vianna meracuni pikirannya sendiri untuk menentang tentang kelahiran seorang putra.
"Jika tidak menginginkannya kenapa dia selalu meminta untuk berhubungan, dia yang selalu meminta jatah berhubungan intim, bahkan saat aku dalam keadaan lelah pun dia selalu memaksa, ahh ...," gerutu Navian di lorong putih menuju lokasi di mana putranya berada.
Vianna melahirkan bayi laki-laki dalam keadaan sehat berparas tampan layak sang papa, Navian. Vianna melahirkan secara normal, bayi itu di bawa ke ruangan khusus untuk dimandikan dan dibersihkan.
Navian hendak mengunjungi ruangan itu untuk melihat putranya yang baru saja lahir beberapa jam yang lalu, dia seret langkahnya dengan gerakan cepat sampai dia menyaksikan sosok gadis muda yang hanya terpaut umur dua tahun saja sedang menuliskan sesuatu di kaca ruangan para bayi.
"Tiara?" serunya menyebutkan nama seseorang.
Tangannya dia bawa ke dalam saku, tertidur di sana adalah kebiasaannya, sudah terlalu sering dia memerintah kedua tangannya untuk tertidur di dalam saku tanpa melakukan apapun, tetapi hal itu membuatnya nyaman, terkadang membantunya meredam emosi yang tengah membuncah.
"Duh tampannya ponakan ateu, anak ganteng yang sehat ya ... Ateu gak bisa kunjungi kamu sering-sering ya, nanti oma marah, nanti ateu ke sini lagi," urai Tiara, matanya mengembun, dia memerah membendung air mata yang bertumpukan di kelopak matanya.
Punggung tangannya dia seret di antara pipinya, menyeka tetesan bening yang hangat yang mulai mengunjungi pipi tirusnya, dia tempelkan kedua tangannya di depan kaca di mana bayi tampan milik Vianna dan Navian tertidur di sana.
Sebenarnya bayi itu tidak tertidur, matanya terbuka sedikit, bibirnya tersenyum tipis, membayangi Tiara yang merekamnya dan menyimpan sang bayi dalam bola mata pipihnya.
"Anak pinter ... Ateu pergi ya, mungkin kalau kamu udah pulang, ateu gak bisa lihat kamu lagi, oma kamu sangat membenci ateu, tapi ateu yakin kalau sama anak ganteng pasti sayang banget deh, percaya sama ateu," papar Tiara sendu, suara paraunya menjaring tetesan bening Tiara untuk berhamburan.
Dari kejauhan Navian menyaksikan perbincangan pilu Tiara dengan putranya, tetapi dia sengaja tidak medekati Tiara, karena dia tahu, jika gadis itu akan segera berlari dan menghindarinya.
Tiara kerap kali berlari kala Navian berada di dekatnya, entah saat sekarang di mana mereka sudah terjalin ikatan ipar, atau kala beberapa tahun yang lalu saat status mereka hanya sebagai orang lain.
Denting jarum jam tiba-tiba saja berdering memisahkan pertemuan Navian dan Tiara, lagi dan lagi, denting itu menunjukan pukul 23.00 wib, dan benar saja Tiara segera berlari. Gadis berambut panjang lurus hitam legam itu mengayuh kakinya hingga tembus ke lorong di ujung sana.
"Ada apa dengan adiknya Vianna, kenapa kayaknya dia selalu menghindari siapapun, bahkan saat ada acara keluarga pun dia selalu tidak ada, aneh," ujar Navian menyadari suatu hal setelah beberapa kejadian terjadi.
Navian berayun, berjalan sampai dia menepi di depan kaca yang semulanya ditempati oleh Tiara, netranya terus menangkap angin di depan, memasati lorong putih di ujung sana, lorong yang telah menelan Tiara hingga lenyap.
"Jika dia ingin melihat keponakannya kenapa harus sembunyi-sembunyi seperti itu." Navian heran dengan tingkah adik iparnya itu.
Berulang kali dia menyaksikan Tiara yang selalu bersembunyi dari siapapun tentang apapun yang dia lakukan, dan ini adalah kesekian kalinya Navian menyaksikan Tiara menangis sambil berbicara dengan bayinya.
"Ada yang aneh dengan keluarga istriku, tapi apa? Tanya Vianna pun dia selalu menghindar dan aku tidak pernah mendapatkan jawaban apapun," ujar Navian lagi sembari dia melepaskan kancing lengan kemejanya dari lubangnya, lalu dia melingkisnya.
"Navian ...," panggil seseorang dari arah yang berlawanan dengan sorotnya yang kini masih terhipnotis oleh lorong itu.
Mertua dan kedua orangtuanya datang menghampiri, bisikan angin mendorong Navian untuk menoleh, memutar tubuhnya sampai dia mendapati ke-empat orangtuanya tengah mendekat padanya.
"Kamu lagi lihat apa Nak?" tanya Meriza sesaat dia tiba di depan Navian.
"Euum ...," gumam Navian menolehkan kembali kepalanya ke arah yang tadi, dia terdiam beberapa saat.
Tiara ... Dia baik-baik aja kan?
Batin Navian mengkhawatirkan adik iparnya itu.
Navian kembali menoleh.
"Tidak ada, aku hanya ingin melihat bayiku," kilah Navian.
Entah mengapa hatinya mengatakan Tiara dalam masalah jika dia mengatakan jika gadis itu mengunjungi bayinya tadi, untuk itu dia terdiam dan tidak mengatakan apapun, pria bertubuh kekar itu sengaja menutupi semua hal yang dia lihat tadi.
"Maafkan Vianna ya sayang, dia masih terlalu kecil untuk melahirkan seorang putra, jadi emosinya sangat tidak terkendali, tetapi sepertinya Vianna membutuhkan baby sitter dan asisten pribadi untuknya selama masa pemulihan pasca melahirkan," urai Viara yang membuat Navian semakin berang.
Hah?! Wanita berumur 25 tahun? Masih kecil untuk melahirkan seorang anak, kocak.
Sepertinya Vianna mendapatkan hasutan dari ibunya ini, sialan!
Aku harus menyelamatkan rumah tanggaku tanpa campur tangan siapapun termasuk orangtua kita.
Batin Navian geram.
"Jika Vianna belum siap melahirkan putra, kenapa dia bersedia untuk menikah denganku?" tanya Navian menekan ibu mertuanya itu.
...See you next part....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Mamah Kekey
mampir kk
2024-03-13
0
marrydiana
yaampun kalau ada didunia nyata wanita kayak vianna ini bener-bener deh😡
2024-01-24
0