“Hmm ... ya mending gitu, jangan fokus pada tokomu sendiri. Sering berbaur sama yang lebih pengalaman, biar enggak monoton ilmu kamu.”
Episode 4-Lamaran
Masih di sebuah salon yang sedang santer di perbincangkan banyak orang lantaran hasil dan pelayanannya sangat bagus. Dua orang wanita tengah berada di sana, sembari menunggu salah satu rekan kerja juga beberapa pegawai lainnya.
“Lit?” ucap Fanni memanggil gadis yang tengah duduk di sofa tamu selepas membantunya beberapa saat yang lalu.
Gadis itu sontak menatapnya penuh tanya. “Kenapa, Tan?” tanyanya.
“Aku butuh satu set rancangan kebaya, yang bagian belakangnya pendek. Tapi, di bagian atas dada ada pernak perniknya.”
“Buat Tante Fanni?”
Ibu dari tiga anak itu menggeleng. “Bukan, sizenya kecil kok. Aku pesen buat salah satu pelanggan salon, anak dia mau nikahan. Terus aku rekomenin kamu buat jadi perancang.”
Jelita manggut-manggut saja. Bukan perkara sulit baginya, apalagi tadi malam ia menyelesaikan satu karya terbaru. Senyumnya mengembang menghias bibirnya yang manis. Rezeki memang tidak ke mana, bahkan belum sempat ia publish di internet atau tempat kerjanya sendiri, sudah ada pesanan berikut kebaya pengantin.
Fanni yang mendapati gadis itu tersenyum, mengernyitkan dahinya. “Kamu kenapa, Lit? Sanggup enggak, kalau misal dua bulan lagi?” tanyanya kemudian.
Jelita menatap manik mata wanita itu. Lantas, menghampiri hendak membahas lebih detail lagi.
“Aku sanggup, Tante. Malahan, aku udah selesaiin satu buah karya,” ucap Jelita bangga, seiring senyum yang semakin merekah sampai membuat giginya yang rapi terlihat jelas. “Tinggal jahit aja, Tan. Tapi, ... pelanggan Tante Fanni cocok enggak?”
“Aku bakal kabarin beliau nanti, Lit. Asal kamu siap kapan aja.”
“Gampang, Tante. Lagian, masih dua bulan lagi, ‘kan, nikahannya?”
Fanni mengangguk pelan. “Ya, Dek. Tapi, jangan menyepelekan deh kesannya, karena kita enggak tahu apa yang terjadi. Siapa tahu kamu punya urusan lain yang justru buat pekerjaan kamu perihal pesanan itu jadi tersendat.”
Jelita menyeringis sekaligus merasa malu.
“Yuhuuu!” Seruan seseorang dari luar yang masuk ke dalam salon berhasil membuat Fanni juga Jelita terkejut, bahkan sampai mengelus dada. Bagaimana tidak, jika suara Mita terdengar sangat nyaring bahkan cempereng.
Ya, Mita—rekan kerja—sekaligus sahabat Fanni saat ini. Ia masuk ke dalam salon dengan menggandeng seorang anak laki-laki bernama Abian, yang merupakan anak dari wanita itu dengan Richard.
Mendapati Mita yang tidak pernah berubah dari sifat bar-barnya, Fanni hanya menggeleng. Namun tidak dengan Jelita, gadis itu justru tertawa. Ia menghampiri Abian dan menggendongnya dengan erat, bahkan pipi anak kecil itu tak lepas dari kecupan manis dari Jelita.
“Kamu kok ikut Mama Mita, Abi?” tanya Jelita pada bocah kecil berusia lima tahun itu.
“Iya, Kak Jel. Papa aku masih kelja,” jawab Abian dengan kosa kata yang masih cadel di bagian huruf R.
“Mau main ke rumah Kakak Jel lagi, enggak?”
Mendapat tawaran dari Jelita, Abian spontan menatap ibundanya. Sayangnya, Mita justru menggeleng tanda memberikan penolakan.
“Enggak boleh, kata Mama, Kak,” ucap Abian begitu menurut diiringi lesu di wajahnya yang masih suci dan polos akan dosa-dosa.
Jelita bangkit, menatap Mita sembari memberikan cibiran bibir.
“Apa, Lit?” tanya Mita detik itu juga.
Jelita menggeleng. “Enggak, Kak!” jawabnya tegas sarat dengan ketidaksukaan, tetapi perihal penolakan Mita.
“Ye! Jangan bawa-bawa anak guelah, enggak enak sama bokap loe!”
“Apaan sih? Papa aku masih di luar kota, Kak! Pelit banget deh!”
“Masalah gitu buat, loe?!”
“Iya, banget!”
Fanni tidak habis pikir dengan semua orang, tanpa terkecuali Arlan yang sudah pulang. Masih pagi, mereka harus terlibat perdebatan. Memang, bukan sesuatu yang tidak biasa, bahkan sering. Sampai-sampai, para pegawainya merasa telah terbiasa. Hanya saja, bagi Fanni mereka tak kunjung dewasa. Terlebih, ketika satu sama lain tak ada yang mengalah.
Memangnya, tidak merasa malu pada anak? Berikut pertanyaan yang sering terlintas di benaknya. Namun, ia sudah malas untuk mengucap mempertanyakan hal itu pada Mita, Jelita juga suaminya. Ya, selama tidak ada masalah yang serius menurut Fanni tidak apa-apa.
“Jadi gimana, Fan? Udah bilang sama Lita, soal pesanan Nyonya Reyna?” Mita melangkah menuju keberadaan Fanni, meninggalkan anaknya yang asyik dengan Jelita di sofa tamu.
Fanni mengangguk.
“Kamu bisa, Lit?” Mata Mita beralih pada gadis muda perancang busana itu, sesaat setelah mendapatkan anggukan dari sahabatnya.
“Bisa, Kak!” jawab Jelita tanpa menunggu lama.
“Yang kayak Agnes Mo, itu lho, Dek.”
“Terlalu sexy kali itu, Kak Mit. Aku udah bikin semalem, belakang pendek buat warna belum sih baru sketsanya. Nanti aku cocokin dulu sama si nyonya-nyonya itu.”
“Okelah, atur sendiri deh. Gue kagak ngerti, nanti gue buat janji temu kalian berdua.”
Jelita mengacungkan jempolnya tanda setuju. Selepas itu, ia kembali berfokus pada bocah kecil—anak dari Mita dan Richard. Betapa gemasnya gadis itu pada sosok Abian, seoalah ingin dikecupnya habis-habisan. Sayangnya, itu tidak bisa dilakukan karena sang ibunda dari Abian begitu keras dan galak.
“Lit, bukannya kamu udah jalan tiga bulan ya?” tanya Fanni pada Jelita, setelah ia mengingat perihal karir Jelita.
Jelita menatapnya, lalu memberikan anggukan. “Udah, Tante. Bahkan, lebih,” jawabnya.
“Enggak pengin ngadain fashion show, gitu? Ada kali modal mah.”
“Balum ada rencana, Tan, tapi mungkin aku udah serahin beberapa rancangan pada kompetisi sih.”
“Hmm ... ya mending gitu, jangan fokus pada tokomu sendiri. Sering berbaur sama yang lebih pengalaman, biar enggak monoton ilmu kamu.”
“Iya, Tan.”
Bertambah lagi rasa kagum Jelita terhadap Fanni. Ketika ia bersama wanita itu, seolah mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Hal itu pula yang membuatnya begitu dekat dan tidak lagi menjaga jarak seperti awal kali bertemu. Bahkan, kadang kala ia merasa iri terhadap Selli—anak sambung—dari Fanni.
Lalu, tiba-tiba seorang tamu yang merupakan pelanggan setia salon itu datang. Nyonya besar dari keluarga terpandang, mungkin salah satu rekan dari Nur Imran. Wanita paruh baya itu melenggang-lenggok bagaikan berjalan di atas catwalk, memasuki salon milik Fanni juga Mita.
“Selamat pagi, Nyonya Reyna,” sapa Fanni yang telah maju menyambut wanita bernama Reyna itu.
“Eh, Dek, pagi juga,” jawab Reyna detik berikutnya. Sedangkan, pasang matanya sibuk menatap Jelita, merasa tidak asing terhadap gadis itu. “Kamu ...?”
“Jelita, Nyonya, salam kenal,” ucap Jelita menyahuti ucapan Reyna.
“Oh! Saya tahu, kamu anak dari pengusaha besar nomor dua setelah Sanjaya, ‘kan?”
Jelita mengangguk. “Iya, Nyonya, itu saya.”
“Tunggu!” Reyna menatap Fanni juga Mita. “Jadi, ... gadis ini yang akan kalian rekomendasikan untuk pernikahan putri saya?”
Mita dan Fanni kompak memberikan anggukan. Terselubung rasa khawatir, jika Reyna justru marah dan kecewa melihat perancang busana yang masih terlalu muda.
Reyna menatap Jelita, kali ini lebih teliti seolah sedang menghapal setiap jengkal bagian tubuh gadis itu. Tentu, sikap Reyna sukses membuat Jelita bergeming tegang. Ada apa? Apakah ia tidak layak sebagai perancang busana? Kedua pertanyaan itu kini sedang mengisi seluruh benaknya.
Setelah puas menatap Jelita, Reyna mengulas senyum manis di bibirnya yang sudah dihiasi kerutan meski telah ditutupi make up tebal.
“Kamu cantik, mm ... bagaimana kalau saya jodohkan dengan anak saya? Keluarga saya enggak jauh terpandang seperti keluarga kamu lho,” ucap Reyna.
Ketiga wanita, selain Reyna kompak terkejut. Penawaran yang bahkan tidak pernah terlintas di benak mereka semua. Bagaimana bisa, Nyonya Reyna melayangkan lamaran pada Jelita untuk anaknya yang bahkan tidak diketahui siapa?
Lantas, apakah Jelita menerima? Dan siapa anak dari sang Nyonya?
****
Tekan three tanda, like, komen, vote!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
mbak i
jangan jangan Reza🤣🤣🤣
2020-08-11
0
Siska Fajarrany
Hai kak aku bawa boom like, 5 bintang dan menambahkan ke fav. Bantu untuk mendukung karyaku juga ya kak, yg berjudul Cerita di Sudut Kafe. Ditunggu yaa, terima kasih :)
2020-07-25
0
Indah Permana
eeeeeemmm eng ing eeeeng...iya mungkin jangan-jangan Reza...
2020-07-24
0