“No! Sekali no, ya no. Kamu sih, Mas, coba jangan terlalu manjain anak. Boleh sayang, tapi waktunya juga diatur, enggak mulu' turuti kemauannya. Pokoknya satu minggu hanya boleh makan ice cream satu kali. Selain itu lebih baik makan empat sehat lima sempurna. Enggak ada yang boleh bantah Mama ...!”
Episode 3-Om Galak dan Tante Fanni
Jelita menatap dua sejoli yang sudah terikat dalam pernikahan manis, bersama ketiga anaknya. Yang tak lain adalah Arlan, Fanni, Selli, Sella, juga Aksa Putra Mahendra—balita umur dua tahun—putra pasangan tersebut. Sontak, Jelita terkejut tepatnya ketika ia mengingat tadi malam yang menganggu suasana malam hangat milik om Galak juga istrinya. Ia spontan menelan saliva, kemudian bersembunyi di balik tembok kelokan buntu mal di mana dekat dengan salon Fanni juga Mita menjalankan kegiatan pelayanan.
“Kamu enggak apa-apa, Mas, jaga anak hari ini? Mbak Yuni ‘kan lagi mudik?” tanya Fanni pada suami tercintanya.
Arlan menggeleng. “Ada si kakak yang bantuin Papa, kok? Selli mau, ‘kan?” jawabnya diiringi tanya perihal bantuan pada Selli yang semakin tumbuh dewasa.
Selli mengangguk. “Mau dong, Papa. Mama jangan khawatir, Selli udah gede. Sebentar lagi masuk SMP,” ucapnya tulus penuh antusias juga rasa sayang pada kedua adiknya bahkan kedua orang tuanya. Tidak peduli, jika ibu yang saat ini ada di samping ayahnya merupakan ibu tiri.
“Hmm ... Selli jadi goodgirl, ya? Hari ini hari minggu, jadi enggak full seharian kok. Mama akan cepat pulang kalau urusan kelar.”
“Mama, jangan lupa beliin Sella ice cleam, ya?” sela Sella yang usianya hampir memasuki enam tahun.
Sayangnya, ibundanya justru menggeleng sebagai bentuk tidak setuju atau menolak permintaan bocah bule itu. “No! Papa kemarin udah beliin, kok. Enggak boleh lagi! Harus belajar hemat dan enggak boleh makan jajanan sembarangan!” tegasnya tetapi sarat dengan kasih sayang.
Sella mengerucutkan bibirnya, tidak terima dengan penolakan dari ibundanya yang saat ini tengah menggendong Aksa—balita laki-laki berparas tampan. Lalu, ia berbalik menghampiri sang ayah yang justru lebih sering menuruti permintaannya daripada Fanni.
“Dek ...,” ucap Arlan berikut rasa tidak setuju dengan penegasan sang istri pada buah hati keduanya. “Ja—“
“No! Sekali no, ya no. Kamu sih, Mas, coba jangan terlalu manjain anak. Boleh sayang, tapi waktunya juga diatur, enggak mulu turuti kemauannya. Pokoknya satu minggu hanya boleh makan ice cream satu kali. Selain itu lebih baik makan empat sehat lima sempurna. Enggak ada yang boleh bantah Mama ...!”
“Kena lagi deh gue,” lirih Arlan sembari menggaruk kepalanya.
Memang, sejauh pertumbuhan Sella, ia lebih sering memanjakan tetapi tetap adil bagi semua buah hatinya. Namun, caranya justru salah di mata Fanni yang terkesan tegas dan disiplin, tanpa terkecuali soal jajan. Hal itu, yang membuatnya kerap mencuri-curi kesempatan ketika sang istri sedang tidak ada di rumah dan ia menjaga ketiga anaknya termasuk Aksa. Entah, Arlan merasa tidak tega saja jika salah satu dari anaknya merengek-rengek bahkan bukan perkara sulit untuk menuruti.
Langkah Fanni terhenti, ia berbalik lagi dan menatap sang suami dengan tajam. “Awas aja, kalau curi-curi kesempatan!” tegasnya kemudian.
Arlan spontan menelan saliva. Betapa istrinya itu cukup peka terhadap semua rencana hatinya, bahkan sesuatu yang bisa luput dari mata orang lain, tetapi Fanni justru tahu.
“Iya, iya, enggak, Sayang. Kakak, Adek Sella udah denger ‘kan kata Mama?” jawabnya diiringi pertanyaan khusus untuk kedua putrinya.
Selli mengangguk. Sedangkan, Sella masih merengut sembari memeluk tubuh Arlan dengan erat yang sudah menggendongnya. Raut bulenya tetap terlihat menggemaskan, meski dalam kondisi masam.
Namun, senyum Sella justru merekah ketika ia melihat sosok Jelita dari balik tembok kelokan di mana gadis itu bersembunyi. Jelita memberikan goda lucu pada Sella secara diam-diam, sembari menunggu Arlan pamit pergi. Ia malas, bahkan malu setelah insiden tadi malam pada Arlan. Belum lagi, jika Arlan akan menjitak kepalanya layaknya sebelumnya ketika bertemu, dengan gemas berarti kesal yang mendalam.
Sayangnya, suara tawa Sella yang semakin kencang justru membuat Arlan bertanya-tanya. Ia menghentikan langkah, membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam salon dan menyusul sang istri. Ia berbalik dan menyusuri keadaan mal dengan mata bernetra hitam legam miliknya, di mana masih teramat sepi.
Arlan bergidik. Siapa yang tengah ditertawakan Sella saat ini? Sedangkan Selli sudah berada di dalam kios salon bersama Fanni juga Aksa. Meski tubuhnya tegap dan otot-otot hijau yang besar menghiasai kedua lengannya, Arlan agak riskan jika berhubungan dengan hal yang tak kasat mata.
“Siapa, Adek?” tanyanya pada Sella lirih.
“Itu, Pa,” jawab Sella yang sudah pintar dan fasih dalam berucap, meski ada beberapa kosa kata yang masih cadel.
“Siapa? Kamu ketawa sama siapa?”
“Sama kakak cantik.”
Dahi Arlan semakin mengernyit, juga degupan jantungnya yang semakin tidak karuan. “Kakak cantik? Kuntilanak?” batinnya kemudian.
“Kamu ikut masuk sama Mama dulu, ya? Papa mau panggil kakak cantiknya dulu,” ucap Arlan sembari menurunkan tubuh bule kecil itu.
Sella mengangguk. Setelah itu, ia berlarian kecil menyusul ibundanya, kakak serta adik laki-lakinya.
Sementara, Jelita yang masih bersembunyi di balik tembok itu, kini merasa getir sekaligus tegang. Ia tidak ingin tertangkap oleh Arlan. Sialnya, posisinya justru berada di ujung mal, di mana kelokan itu adalah jalan buntu. Ia menelan saliva, tanpa tahu sedikit pun apa yang dilakukan oleh om Galak itu.
“Enggak mau ketemu om Galak, Ya Allah,” gumam lirih Jelita. Berharap sang Tuhan menghindarkan dirinya dari sosok Arlan detik itu juga.
Namun, satu kaki justru terlihat oleh pandangan matanya. Kaki yang terbalut sepatu kulit berwarna hitam, kemungkinan besar milik Arlan. Jelita menelan saliva lagi, ia tetap diam sekaligus tegang. Pada akhirnya, ia memilih menunduk sembari terpejam.
“Bocah nakal!” ucap Arlan beberapa detik berikutnya. Ia memberikan jitakan di kepala Jelita yang masih bertahan dalam pejam dan tundukan kepala.
“Eh, si Om.” Mau tidak mau dan sudah tertangkap basah, Jelita mengangkat kepalanya sembari mengusap bekas jitakan dari Arlan. Meski begitu, ia tetap mengulas senyum meski terkesan kecut.
“Jadi, kamu kuntilanaknya?”
“Eh, apa? Enak aja, kalau ngomong! Mana ada kuntilanak secantik aku!”
“Dasar! Udah mengganggu malam manisku, juga mengagetkanku. Masih aja berkilah dan membela diri. Kamu itu, ya? Kenapa selalu bikin kesal hatiku? Bocah, bocah!” Arlan geram dan menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan ulah Jelita yang menurutnya ada-ada saja.
Arlan menghela napas dalam, bercampur kesal. Lalu, ia kembali menyusul istrinya di dalam salon. Sedangkan, Jelita mengikutinya dari belakang dengan beberapa ceracau. Ceracaunya itu pula, yang membuat Arlan terpaksa menghentikan langkah dan menatapnya tajam beberapa kali seperti sebuah ancaman agar gadis itu cepat diam.
“Om! Kapan sih enggak galak sama aku?” tanya Jelita kemudian.
“Enggak akan!” tegas Arlan detik berikutnya.
Fanni hanya menggeleng, mengelus dada tidak habis pikir dengan ulah kedua orang tersebut. Bahkan, sedetik pun tidak pernah akur satu sama lain. Hal itu membuatnya seperti mengurus lima orang anak, Arlan juga Jelita sebagai tambahan.
“Mas! Udah ah, Lita juga. Masih pagi ini, banyak bocah, emang enggak malu?” tanya Fanni setelah kedua orang itu masuk ke dalam salon yang baru dibuka setengah di bagian pintu.
Arlan mendatanginya, memberikan pelukan hangat di tubuh sang istri yang tidak kunjung turun angka timbangannya. Ia menambahkan kecupan manis di kening dan pipi. Hal itu, membuat Jelita seakan ingin muntah detik itu juga. Bagaimana tidak, jika kelakuan Arlan justru terlihat menggelikan di matanya.
“Mas tunggu sama anak-anak di rumah. Malam nanti kita ke resto steak kesukaan kamu, Dek. Si kakak juga mau,” ucap Arlan pada istri tercintanya itu.
“Iya, Mas. Tunggu, ya? Aku usahakan cepat pulang, misal kamu kewalahan minta bantuan Bi Onah aja,” jawab Fanni sembari menyerahkan Aksa—balita yang juga memiliki manik mata biru itu, meski parasnya lebih ke arah Asia.
“Aksa masih tidur. Jangan dibangunin, bawa aja ke mobil biar dipangku si kakak,” tambah Fanni. Ia beralih pada Selli. “Bantu Papa dulu, ya? Adek Sella juga.”
“Enggak mau! Kalau enggak ada ice cleam!” sahut Sella melipat kedua tangannya ke depan bak orang dewasa.
“Aish! Kan, Mama udah bilang tadi. Masih enggak mau nurut? Apa Mama enggak pulang aja?”
Selli mendekap dan mengecup kening adik keduanya itu. “Adek enggak boleh nakal! Nurut kata Mama, dong. Nanti Kak Selli enggak mau main lagi sama Adek lho.”
Sella berangsur mengangguk. “Iya, Ma, Kakak. Maafin Sella, ya?”
“Goodgirl!” pekik sang ibunda.
Lalu, Arlan mengajak ketiga anaknya untuk pulang, sesaat setelah memberikan gertakan pada Jelita. Dan hanya dibalas cibiran oleh gadis berusia 20 tahun itu.
Sepeninggalan mereka, Jelita langsung menghampiri Fanni yang saat ini sibuk merapikan ruangan pelayanan di salon. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa kagum terhadap sosok ibu dari tiga orang anak itu. Bagaimana tidak, jika seorang Fanni yang bahkan menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangan justru mendapatkan keluarga kecil yang bahagia. Bahkan, cara mendidik anak-anaknya begitu tegas tetapi masih sarat dengan kasih sayang dan pelajaran.
Jelita ingin seperti Fanni, bahkan hampir semua sifat baik Fanni ingin ditirunya. Namun, pada kenyataannya setiap orang memiliki karakkter yang berbeda, juga nasib di kemudian hari. Ya, semoga saja Tuhan memberikan kehidupan bahagia meski tidak sama, tetapi tetap melegakan hatinya.
"Lita bantu, Tante," tawar Jelita pada wanita yang selalu ia kagumi itu.
Fanni mengulas senyum di bibirnya diiringi anggukan pelan. "Boleh, kalau enggak ngerepotin."
"Haha ... Tante ini kayak sama siapa aja."
"Sama si bocah nakal."
"Jangan ikut-ikutan, Tante!"
****
Jangan lupa like dan komen. juga poin heheh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Shety
kek nyaa adem benerrr tu keluargaa😘
2020-07-23
1
Imas Masrifah Priyadi
visual selli remaja atuh teh...😄😘
2020-07-23
0
Amalia gunawan
Hemmm hangatnya keluarga fanny dan arlan.. Gemes banget sama sella.. Boleh dong kak d kasih visualnya...
Semangat nulisnya kak...☺☺☺
2020-07-23
0