Mutia tiba dengan sebuah sepeda motor. Saat itu dirinya mengenakan rok panjang dan juga kaos.
"Mau kemana Jess?" tanya Jonathan yang tengah duduk di teras bersama sang istri Franda. Toko kelontong usaha mereka disamping rumah sudah di tutup. Karena memang dibuka hanya sampai jam 4 sore saja.
"Mau ngajak Jessica jalan-jalan bentar. Boleh ya om?" pinta Mutia.
"Tapi jangan ke jalan raya ya, di sekitaran sini aja. Kalian kan masih anak-anak dan belum punya SIM." ucap Franda.
"Lagipula bahaya, banyak mobil bus dan mobil besar lainnya." lanjut wanita itu.
"Iya tante, santai. Disini nggak usah pake SIM juga nggak apa-apa koq, kan kecamatan." ucap Mutia.
"Ya sudah, pokoknya kalian hati-hati." Jonathan menimpali.
Tak lama Jessica keluar dari dalam rumah dan mereka berpamitan. Awalnya mereka melintasi jalan sesuai instruksi dari orang tua Jessica. mereka hanya berkeliling di sekitar, tanpa menuju ke jalan raya.
Tapi yang namanya remaja memang suka bandel dan menantang apapun hal yang tidak diperbolehkan.
"Keluar dikit nggak apa-apa kali ya." ujar Jessica ketika mereka telah berada tepat di bibir jalan raya.
"Iya yuk!"
"Hehehe."
Keduanya sama-sama tertawa, lalu mengarahkan motor di jalan raya. Mereka berjalan perlahan dan sedikit demi sedikit.
Lama-lama mereka menjauh dan memasuki desa-desa berikutnya. Jalan di kecamatan tersebut sudah di aspal, bukan desa yang benar-benar kampung meski berada di pelosok.
Di atas motor layaknya cabe-cabean jaman sekarang, mereka pun tertawa cekikikan. Mereka saling bercerita mengenai hal lucu dan mereka suka diperhatikan oleh orang-orang sekitar.
Di usia segitu remaja memang sedang senang mencari atensi dari mana saja. Mereka tidak mengenakan helm dan saat ini sudah memasuki desa ke empat.
"Waw, ada air terjun ya disini."
Jessica takjub melihat air terjun ketika mereka melintasi sebuah tikungan yang menurun tajam.
"Iya, tapi masuknya ajak jauh itu." ucap Mutia.
"Lo pernah kesana Mut?" tanya Jessica penasaran.
"Pernah, nanti deh kapan-kapan gue ajak lo kesana. Enak tau airnya seger banget." ucap Mutia.
Jessica sudah membayangkan saja, padahal entah kapan Mutia akan mengajaknya ketempat itu.
"Mampir tempat saudara gue yuk di depan sana, dia jualan. Kita jajan dulu aja disana." tukas Mutia tatkala mereka telah memasuki desa ke lima.
"Lo punya saudara di daerah sini?" tanya Jessica.
"Banyak." jawab Mutia.
"Ya udah deh, gue mau." ujar Jessica.
"Tapi tempatnya sederhana gitu, nggak apa-apa?" tanya Mutia.
Jessica sendiri sudah mulai terbiasa dengan kehidupan barunya yang jauh dari kemewahan. Pertemanannya dengan Mutia dan Putri perlahan merubah kepribadian gadis itu.
"Ya nggak apa-apa, gue udah mulai terbiasa juga koq." jawab Jessica.
Pada akhirnya mereka mampir dan jajan di tempat tersebut. Lalu setelah hampir satu jam berlalu, mereka pun pamit. Sebab hari sudah hampir gelap.
Mereka juga harus mengembalikan motor, sebab motor yang digunakan Mutia adalah motor komandan prajurit angkatan darat yang menginap dirumah orang tuanya. Kebetulan komandan itu adalah teman lama ayah Mutia.
Mereka pulang dengan kecepatan sedang, sama seperti pergi tadi. Mereka melintasi jalan demi jalan sambil terus berbincang.
Saat kembali ke tikungan air terjun, Mutia harus memutar gas lebih kencang. Sebab jika tadi mereka menurun, kini mereka harus menikung dan menanjak.
Secara tiba-tiba dibelakang mereka muncul sebuah truk besar yang entah apa muatannya.
Mutia yang baru bisa mengendarai motor tersebut langsung panik, begitupula dengan Jessica yang dibonceng di belakang.
"Jess, gede nggak mobil di belakang kita?" tanya Mutia gemetaran, ia terus menarik gas motor dan motor mereka mulai menanjak.
"Gede banget, Mut. Ngeri gue." jawab Jessica.
Maka semakin truk tersebut mendekat, semakin gemetar pula tangan Mutia. Sementara posisi mereka harus segera menikung dan terus menanjak ke atas.
Mereka melambat, dan truk tersebut menaikkan kecepatan. Mutia semakin panik, begitu pula dengan Jessica, karena berada sedikit ke tengah, akhirnya truk tersebut menyerempet motor mereka.
Mutia dan Jessica berteriak, motor oleng dan keduanya masuk ke dalam sebuah got kering. Dengan posisi Jessica di bagian bawah, Mutia, diikuti oleh motor mereka sendiri.
Semua terjadi begitu cepat dan terasa gelap. Sampai akhirnya para warga berdatangan untuk membantu. Jessica terdiam bengong saat salah satu warga menariknya ke teras sebuah rumah. Ia melihat banyak sekali warga lain.
"Mut, kita kenapa Mut?" tanya nya heran pada Mutia.
"Kita kecelakaan, Jess. Lo nggak lihat tangan sama kaki kita luka semua gini?" jawab Mutia.
Seketika Jessica pun tersadar jika banyak terdapat luka lecet baik di tangan dan kaki Mutia, maupun tangan dan kakinya sendiri.
Jessica baru kali itu mengalami kecelakaan dalam hidupnya. Ia pun lalu diberi air minum oleh warga setempat, tak lama ayah Mutia beserta komandan prajurit angkatan darat yang dipinjam motornya tiba.
Kebetulan di desa tersebut ada yang mengenal Mutia serta keluarganya, sehingga kejadian tersebut langsung dilaporkan.
Jessica dan Mutia dibawa pulang ke rumah Mutia, Jonathan ayah Jessica pun dipanggil dan buru-buru langsung kesana. Berhubung itu desa, ketika ada kejadian, maka semua tetangga pun berkumpul.
Jessica dan Mutia langsung diobati lukanya oleh dua orang prajurit angkatan darat, anak buah si komandan yang motornya kini ringsek.
Jessica serta Mutia menahan rasa sakit sambil diomeli oleh nenek dan juga ibu Mutia. Sedangkan ayah Jessica dan ayah Mutia tak ikut-ikutan marah. Sebab dua mulut sebelumnya saja sudah sampai kemana-mana suaranya.
Jessica diajak pulang, Franda sepertinya sudah di wanti-wanti oleh Jonathan untuk tidak marah. Sebab tadi ia dan Mutia sudah dimarahi.
"Makanya kalau mama bilang itu, nurut Jess." ucap Franda dengan nada biasa saja, namun sedikit kecewa.
Mutia pun masuk ke dalam kamar. Esok harinya ia tetap sekolah dan sekolah juga sama heboh, dengan penampakkannya serta Mutia yang dipenuhi perban.
Pulang sekolah ia dan Mutia diajak pergi ke Polsek setempat. Sebab mobil yang menabrak mereka kabarnya akan bertanggung jawab atas kerugian. Tetapi mereka diwajibkan melapor dan membuat BAP.
Cukup lama keduanya di tanya-tanyai. Meski posisi mereka juga salah, sebab mereka mengemudi di bawah umur. Namun di desa-desa seperti itu, remaja membawa kendaraan bermotor adalah lumrah. Sehingga mereka bisa saja menuntut kerugian.
Usai membuat laporan, mereka semua pulang. Ditengah perjalanan tiba-tiba ayah Jessica yakni Jonathan, diminta berbelok pada pekarangan rumah yang berada di dekat air terjun.
Tak jauh dari lokasi kecelakaan kemarin. Jessica bingung, kenapa sang ayah membelokkan mobilnya kesana.
"Kita mau kemana, pa?" tanya Jessica heran.
"Ke rumah Kapolsek." jawab ayah Mutia.
"Ngapain om?" tanya Jessica lagi.
"Kapolseknya itu teman baik ayah, Jess. Tadi beliau nggak masuk dan pengen ketemu kita. Beliau mau lihat keadaan kita gimana." jawab Mutia.
Tampak ayah Mutia seperti mengiyakan dan Jonathan telah sepakat jika mereka akan mampir. Lagipula dari sana air terjun cukup dekat dan Jessica penasaran dengan tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Mei Indarsih
baca part ini sambil senyum2 ingat kelakuan pas remaja, bandel tp masih tahap yg wajar,😃😃😃
2024-01-11
0