Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, terdengar suara mobil Hanan memasuki pekarangan rumah. Hanan baru saja pulang karena sepulang dari rumah sakit, ia nongkrong bersama Rendi di kafe terlebih dahulu.
Rendi Adiyaksa seorang pria tampan berperawakan tinggi dengan tubuh atletis yang merupakan sahabat Hanan sejak SMA. Semenjak orang tua nya meninggal, Rendi hanya tinggal dengan pembantunya.
"Assalamu'alaikum."ucap Hanan ketika memasuki rumah
"Wa'alaikumsalam, kok baru pulang, Nan?."tanya pak Adam di ruang keluarga yan sedang sibuk dengan majalah di tangan nya.
"Iya yah, tadi nongkrong dulu sama Rendi."jawab Hanan sembari mencium punggung tangan kedua orang tua nya.
"Oh gitu."
"Iya yah, Ara mana, Bun?"
"Udah tidur."
"Kok cepat banget? Nggak kayak biasa nya."tanya Hanan heran
"Iya, adik mu itu tadi sore badan nya panas banget, tapi udah bunda kasih obat, panas nya juga udah turun."
Mendengar itu, Hanan langsung berlari ke kamar adik nya.
"Lihat lah putra mu itu, yah."ujar Bu Sinta yang dibalas senyuman oleh pak Adam.
Sementara di kamar, terlihat Zahra bersembunyi di balik selimut tebal nya. Hanan mendekati tempat tidur, pipi Zahra masih terlihat memar akibat tamparan Vina tadi siang.
Hanan menempelkan telapak tangan nya di kening Zahra dan benar saja panas nya sudah turun. Zahra terlihat tertidur pulas mungkin juga karena pengaruh obat.
Setelah mengecek keadaan Zahra, Hanan menutup kembali pintu kamar. Kemudian menuju kamar nya.
Di dalam kamar, Hanan langsung membersihkan tubuh nya yang terasa begitu lengket akibat seharian bekerja, setelah melakukan ritual mandi dan mengganti pakaian. Hanan kembali keluar kamar menemui kedua orang tua nya di ruang keluarga.
Hanan duduk bersama kedua orang tuanya sembari ngobrol kecil dan menikmati secangkir kopi dan juga cemilan.
Huek....huek
Hanan menoleh ke arah lantai dua "Ara."ucap Hanan panik lalu dia berlari menuju kamar Zahra
Zahra tidak terlihat lagi di atas tempat tidur melainkan sudah beralih ke wastafel yang ada di kamar mandi. Zahra terlihat menundukkan kepalanya sembari mengeluarkan semua makanan yang ada di perut nya.
"Dek."panggil lembut Bu Sinta
"Sakit, bun." Lirih Zahra. Wajah nya terlihat sudah berubah menjadi pucat fasih.
Zahra pun dibopong kembali ke tempat tidur.
"Kita ke rumah sakit aja ya."ucap pak Adam lembut
"Nggak mau yah. Ara mau di rumah aja. Lagipula paling cuma masuk angin aja kok."tolak Zahra
"Udah nurut aja sama ayah, kamu itu udah pucat banget lho dek."ujar Hanan
"Tapi kak."
"Tidak ada tapi-tapian, kita ke rumah sakit sekarang."
Mau tidak mau Zahra pun di bawa ke rumah sakit, Zahra tidak bisa bohong kalau tubuhnya benar-benar terasa lemah. Hanan langsung menggendong Zahra seperti bridal style dan membawa nya menuju mobil.
"Bentar ya, bunda ambil dompet dulu."ucap Bu Sinta lalu berlari ke kamar nya.
"Kak, Ara belum pake jilbab."ucap Zahra yang baru menyadari rambut nya masih terurai.
"Sebentar kakak ambil dulu ya, kamu tunggu disini."
Zahra mengangguk lemah sembari bersandar di bahu ayah nya.
"Ayah, tubuh Ara lemes banget."lirih nya
Pak Adam pun memeluk putri kesayangannya itu "Sabar ya, sebentar lagi kita ke rumah sakit."ucap pak Adam sedih.
Tak lama Bu Sinta dan Hanan pun kembali, mereka pun menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Zahra dibawa ke ruang UGD dan langsung di periksa.
"Siapa yang sakit, Nan?"tanya seorang wanita, teman Hanan waktu SMA yang kebetulan suster di rumah sakit itu.
"Zahra, san."jawab Hanan di depan ruangan UGD, sementara Zahra sedang di periksa di dalam.
"Sus, tolong pasangkan infus ya."
"Baik dok."
Tangan Zahra dipasangkan jarum infus, sebenarnya Zahra sangat tidak ingin berurusan dengan alat medis, namun kondisinya saat ini mengharuskan dia merasakan sakitnya tusukan jarum infus. Untung saja dia tidak di bawa ke rumah sakit tempat kakak nya bekerja kalau tidak pasti teman-teman kakak nya pasti akan heboh mengurus dirinya.
"Keluarga pasien."panggil dokter setelah memeriksa kondisi Zahra
"Bagaimana keadaan adik saya, dok?"tanya Hanan pada dokter muda yang bernama Zidan.
"Setelah pemeriksaan ternyata Asam lambung pasien sangat tinggi. Di tambah lagi ada gejala tipes pada pasien. Jadi untuk saat ini pasien harus di rawat terlebih dahulu, sebentar lagi dia akan dipindahkan ke ruang perawatan."jelas Zidan
"Terima kasih, dok."Ucap Hanan pada Zidan
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu."ucap Zidan karena dia masih ada pasien.
Setelah Zidan pergi, ketiga nya pun masuk ke dalam ruangan UGD untuk melihat keadaan Zahra.
"Apa yang Ara rasain sekarang, dek? Apa yang sakit?"tanya Hanan lembut
"Tubuh Ara sakit kak, perut Ara juga nggak enak."lirih Zahra
"Sabar ya, kita berobat dulu disini."ucap Hanan
"Permisi mas, kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan."ucap suster
"Oh iya, silahkan sus."
Zahra pun di bawa ke ruang VVIP. Sesampainya di ruangan perawatan, Zahra diminta untuk beristirahat.
"Bunda sama ayah istirahat aja dulu ya. Biar Hanan yang jagain Ara."ujar Hanan pada kedua orang tua nya mengingat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam.
"Nggak apa-apa nak, kamu saja yang istirahat. Biar bunda yang jagain Ara."ucap Bu Sinta
"Bunda istirahat aja dulu ya, nanti gantian sama Hanan."ucap Hanan lembut
"Tapi bunda mau jagain adek kamu."
"Bunda, istirahat lah. Biar kakak yang jagain Ara."sahut Zahra lemas
"Iya Bun. Istirahat lah."tambah pak Adam
Akhirnya bu Sinta pun menurut, sementara Hanan duduk di samping Zahra sembari terus menatap wajah lemah adik nya.
"Cepat sembuh ya. kakak nggak tega lihat Ara kayak gini."
"Ara juga nggak mau kayak gini kak."
"iya, sekarang Ara istirahat ya. kakak temani disini okay."
"iya kak."
Zahra mencoba memejamkan mata nya, namun kembali dia buka. Dia merasa begitu kesulitan untuk tidur.
"Kenapa dek?"
"Nggak apa-apa kak."
"Tidur lah."
"Iya kak."
Setelah mencoba beberapa kali, Zahra pun tertidur. Begitupun dengan Hanan tak lama dia pun tertidur sembari memegang tangan Zahra yang terasa begitu dingin.
Sesekali Hanan bangun untuk memastikan kalau Zahra baik-baik saja. Hanan begitu menyayangi Zahra lebih dari rasa sayang nya untuk diri nya sendiri.
Jam menunjukkan pukul setengah empat pagi, Hanan pun sudah berpindah ke sofa karena Bu Sinta yang meminta.
uhuk...uhuk.
Mendengar suara batuk Zahra, Bu Sinta terbangun "Minum dulu sayang."ujar Bu Sinta
Zahra pun mengangguk, tenggorokan nya terasa kering. Kemudian dia kembali membaringkan tubuhnya.
"Istirahat lagi ya nak."
"Iya bunda."lirih Zahra
...To be continued 👇...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments