Bab 3. Hate Komen

"Hate komen?" ulang Ellia.

Dia mengalihkan tatapan pada layar gawai dan mengambil gawai milik Rhea yang sedang digenggam oleh Rhea. Membaca komentar dari akun yang sama sekali tidak Ellia kenal.

'Ini kisah si penulis sendiri. Dia pengen orang-orang di sekitarnya dipandang buruk dan dia merasa paling tersakiti!'

'Kalian jangan percaya kalau yang jadi tokoh utama itu paling tersakiti. Aslinya tuh orang suka nyakitin. Orangnya aneh, pendiam tapi pendendam.'

Akun bernama Putri Salju itu seperti sangat membenci Ellia. Dari cara dia berkomentar di setiap bab, selalu menjelekkan Ellia. Padahal dilingkungan sekitar tidak ada yang tahu jika Ellia hobi menulis. Lalu siapa orang itu?

"Lima jam yang lalu?" gumam Ellia.

"Buka profilnya, El!" titah Rhea.

Ellia membuka foto profil akun tersebut. Beruntung akun itu memakai foto asli. Seorang wanita bersama putrinya. Ellia menatap foto tersebut dengan seksama dan mencoba mengingatnya. Namun, hasilnya nihil. Ellia tidak mengenal wanita itu.

"Lo kenal nggak?" tanya Ellia.

Rhea menggeleng. "Tetangga lo, kalau ibu-ibu di sini nggak mungkin!" tebak Rhea.

"Nggak ada yang tahu kalau gue suka nulis."

Rhea terdiam sejenak, berpikir untuk mencari tahu siapa orang yang berkomentar seperti ini. Memang di sekolah hanya Rhea yang tahu kalau Ellia seorang penulis, karena Ellia terlalu menutup diri jadi orang tidak akan pernah tahu siapa Ellia dan apa yang dia lakukan kalau sedang sibuk dengan gawainya. Bahkan kadang di ajak ngobrol pun Ellia tidak nyambung.

Ellia melepas headset dan mematikan lagu yang tadi dia putar. Mengaktifkan kembali data selulernya dan ...

Drrt...

Drrrrt ....

Drrrrt ...

Banyak pesan masuk dari Artha.

Oh, Astaga! Apa-apaan sih dia. Seolah tidak sabaran jika Ellia membalas pesan lebih lama. Ellia tidak menanggapinya dan memilih membuka aplikasi biru. Mencari nama akun yang tadi berkomentar dinovelnya.

"Coba ini bukan orangnya?" Ellia memperlihatkan layar gawainya yang menampilkan foto yang sama dari akun di aplikasi novel online tadi.

"Eh iya sama. Keren ih lo kayak detektif aja!" puji Rhea.

Ellia mengirim pesan kepada akun Putri Salju itu. Sebab dia penasaran kenapa sepertinya mengenal Ellia, sementara Ellia saja tidak mengenalnya.

"Itu lo punya akun fb katanya nggak punya!"

"Barusan gue aktifin lagi buat cari tahu siapa orang itu."

Rhea mengangguk paham. Lalu kembali membaca novel milik Ellia. Sambil menunggu balasan dari akun tadi, Ellia iseng mencari nama Artha Kusuma Rajendra.

Rupanya ada, hanya saja foto profil beda dengan foto profil pada nomornya. Jika di WhatsApp Artha memakai foto anak kecil yang sedang tersenyum, maka di aplikasi biru dia menggunakan foto asli.

Mungkin.

Sebab disana banyak sekali foto yang diunggah. Kebanyakan ya foto laki-laki yang mirip dengan foto profil di WhatsAppnya. Ada juga foto istri dan anaknya. Ellia menatap foto Artha dengan seksama. Sama sekali tidak mengingat laki-laki ini.

Terasa asing, tapi kenapa ada rasa berbeda ketika melihat Artha tersenyum.

"Ah, iya kalau dia kalau bukan?" ucapnya dalam hati.

Ellia ragu kalau itu bukan Artha. Dia memilih keluar dari aplikasi tersebut dan membaca pesan dari Artha.

[El, serius kamu nggak ingat?]

[Kamu baik-baik aja kan?]

[Hey]

[Kamu pernah kecelakaan?]

[El.]

[Kok centang satu?]

Artha nampaknya terlalu khawatir dengan Ellia atau hanya perasaan Ellia saja.

[Lo apa sih? Gue nggak inget atau Lo salah orang?]

Ellia takut saja jika hanya salah orang atau Kellan sedang mengisenginya. Makanya Ellia balas singkat dan seperlunya saja. Toh Ellia merasa tidak memiliki teman yang bernama Artha.

Tidak lama kemudian laki-laki itu mengirimkan foto. Kedua mata Ellia membulat dan mulutnya terbuka karena terkejut melihat foto Artha. Sama dengan foto di akun sosial media yang baru saja Ellia temukan.

[Aku dapat nomor kamu dari Bella. Coba deh mana foto kamu biar aku tahu salah orang atau tidak.]

Sudah Ellia duga, jika Bella pelakunya. Bella yang memberikan nomornya kepada teman-teman sekolah. Memang sejak kemarin ada saja yang mengirimkan pesan hanya saja Ellia tidak menggubrisnya. Ellia paling malas kalau ada yang mengirim pesan dengan huruf 'P' saja atau kata 'tes'.

Mereka juga tidak lagi mengirimkan pesan kepada Ellia. Tidak tahu itu nomor-nomor siapa dan Ellia tidak peduli. Berbeda dengan Artha yang malah terus mengirimkan pesan meski Ellia cuek.

[Nggak punya foto!]

Ellia memang tidak lagi memberikan fotonya ke sembarang orang. Juga di akun sosial medianya dia tidak ada unggahan foto dirinya, suami ataupun anaknya. Ellia hanya menyimpannya di galeri saja.

Ellia ... Memiliki trauma tentang sebuah foto.

[Kamu punya kamera kan di hp? Foto sekarang masa nggak bisa?]

Rupanya Artha mulai kesal dan tanpa sadar Ellia tersenyum.

[Rusak.]

Ellia merasa senang saja mengerjai Artha. Lagi pula untuk apa sebuah foto? Ellia selalu mengatakan kepada para pembacanya yang penasaran dengan siapa dibalik tulisan itu. Bahwa ...

"Cukup sukai saja karyanya tanpa tahu siapa penulisnya."

Ellia takut jika dia memperlihatkan siapa dirinya maka orang-orang dimasa lalunya pasti akan hadir. Belum saatnya Ellia menampakkan diri karena apa yang dia inginkan belum tercapai.

[Astaga!]

[Digaleri ada kan? Ya udah nama sosial media kamu apa?]

[Atau foto anakmu deh.]

[Pinjam hape suamimu dan ambil fotomu. Kalau nggak foto ijazah.]

[Aku mewakili teman-teman buat mastiin kamu Ellia karena sulit dihubungi. Bahkan undangan grup saja kamu tolak. Aku nggak akan kasih ke siapapun foto kamu.]

Memang benar, dua hari yang lalu ada undangan grup alumni SMP dan Ellia menolaknya. Ellia tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang telah melukai hatinya. Hanya mereka orang-orang yang Ellia ingat. Sebab mereka telah menggoreskan belati terlalu dalam dihati Ellia.

[Maaf, foto hanya untuk konsumsi pribadi.]

Ellia membuka aplikasi biru dan membaca pesan balasan dari akun Putri Salju tadi.

'Tetangga saya kan kamu! Masa nggak kenal sama saya? Anak tukang sayur yang biasa kamu beli!'

Tadi Ellia mengirim bukti screenshot komentarnya dan menanyakan tentang siapa pemilik akun Putri salju itu dan kenapa berkata seperti itu. Namun, jawabannya membuat Ellia semakin bingung. Tukang sayur langganan? Tetangga?

Bahkan Ellia tidak memiliki langganan tukang sayur. Ellia selalu berpindah tempat ketika belanja sayuran. Dia juga membeli sayuran hanya satu kali dalam seminggu, karena Ellia belanja sekalian untuk seminggu agar tidak bolak-balik tukang sayur.

Ellia sudah lama tinggal di tempat tinggalnya jadi paham dengan lingkungan sekitar dan orang-orangnya. Tidak ada wanita itu. Apa mungkin dia salah orang?

'Maaf, saya tidak kenal anda. Mungkin anda salah orang. Saya tinggal di Bekasi.'

Ellia membuka profil akun Putri Salju. Disana tertera jika dia tinggal di area Jawa Timur. Tentu saja jauh sekali dengan tempat tinggal Ellia. Sudah jelas pasti orang itu salah orang. Mungkin namanya saja sama dengan tetangganya.

"Woy!" Rhea menepuk pundak Ellia.

Membuat Ellia terkejut dan mengelus dadanya.

"Ngagetin ih! Ngeselin!" Ellia mencebikkan bibirnya.

Rhea terkekeh, "Lagian serius banget. Tuh udah pada pulang!" Rhea menunjuk ke arah pintu gerbang dengan dagunya

Ellia merentangkan kedua tangannya dan langsung disambut oleh Khai yang memeluknya dengan erat.

"Mama, tadi aku dapat nilai A+ kata Bu guru Khai hebat jawabannya benar semua!" kata Khai antusias.

"Pinternya anak Mama!" Ellia mengusap kepala Khai.

Sementara Rhea celingukan mencari anaknya yang belum keluar juga.

"Rasya belum jawab tebak-tebakan! Kata Rasya nanti aja terakhir biar nggak usah jawab!" kata Khai yang melihat Rhea mencari Rasya.

Rhea menepuk keningnya. Khai dan Ellia tertawa. Rasya memang agak random anaknya.

"Ya udah kita tunggu ya. Habis ini Mama sama Mamanya Rasya mau makan bakso."

Khai melompat-lompat gembira. "Khai mau mie ayam!" ucapnya sedikit keras.

Membuat ibu-ibu yang masih di bale menoleh. Ellia langsung menutup mulut Khai.

"Jangan keras-keras!" bisik Ellia.

Khai langsung memeluk Ellia karena malu.

"Mamaaaaaa!" Rasya berlari menghampiri Rhea.

Benar saja anak itu paling akhir karena malas menjawab pertanyaan dari guru saat pulang sekolah.

"Kenapa lama?"

Rasya hanya mengangkat kedua bahu saja dan melangkah menuju motor.

"Ya udah kita langsung ke tukang bakso aja ya," kata Ellia.

Baru satu langkah gawai milik Ellia bergetar panjang. Sebuah telepon masuk dari nomor Artha. Ellia segera menekan tombol merah untuk menolak panggilan itu.

[Aku tidak menerima panggilan telepon!]

Bersambung....

Kasih komen dan like nya ya ... Biar author semangat nulisnya. Terima kasih ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!