7 tahun berlalu.
Aku sudah hampir berumur 17 tahun beberapa hari lagi,dan aku masih saja home schooling.
Aku sudah terbiasa hidup seperti ini. Rumah berpindah pindah dari perkotaan hinga ke pelosok,dan di jaga dengan beberapa orang di sekitar aku dan Papa. Aku kesepian,namun aku juga mulai terbiasa dengan kesepian ku. Aku sudah lelah untuk mengeluh,aku lelah harus terus bertanya ada apa sebenarnya denganku. Semakin dewasa aku malah semakin tidak ingin tahu banyak hal,aku biarkan semuanya mengalir begitu saja.
Seseorang masuk ke dalam kamar ku yang kini suasana kamar sudah terlihat begitu berbeda dan dewasa,tanpa banyak nya boneka ataupun mainan.
“Hallo Nak” sapa Papa sambil menghampiriku yang sedang membaca novel di kasur.
Papa sudah semakin tua namun dia tetap tampan dan gagah,rambutnya kini sudah memutih tidak lagi sehitam dulu. Dia memakai baju lebih santai sekarang tidak seformal dulu.
Aku melipat buku ku dan aku membenarkan duduk ku untuk lebih sopan bertemu dengan nya.
“Kamu sedang apa ?” tanya Papa yang hanya berbasa basi.
“Aca lagi baca novel yang baru di belikan Papa Denis kemarin” ujarku.
“Coba Papa liat” ujarnya sambil mengambil novel di sampingku.
Dia membaca judulnya lalu dia hanya membulak balikan buku itu seperti hanya formalitas saja.
“Ada apa Pa?” Tanya ku yang ingin langsung kepada intinya saja.
“Sayang. Sebentar lagi kamu berumur 17 tahun,kamu belum bilang apa yang kamu mau sejauh ini ?” Tanya Papa,
Ya semenjak 3 tahun terakhir aku sudah tidak menginginkan apapun lagi,sudah tidak ada dalam fikiran ku untuk mendapatkan apa yang aku mau. Karena sepertinya semua sudah aku miliki di rumah ini,aku juga sudah di belikan mobil walau aku tidak bisa memakainya. Mobil itu hanya menjadi pajangan di garasi mobil.
“Aca ga mau apa-apa Pa?” Jawab ku.
Papa terlihat sedih.
“Sayang Papa sedih sekali,karena sekarang Papa merasa kamu jauh berbeda dari dulu” ujar Papa sambil mengusap pipi ku.
Aku tersenyum dan memegang lembut tangan nya.
“Pa. Memang sekarang Aca kan sudah besar,mungkin Papa tidak menyadari itu. Aca sudah mau 17 tahun. Aca sudah benar-benar dewasa sekarang. Papa tidak perlu khawatirkan apapun lagi,karena Aca sudah bisa jaga diri Aca”
Papa tersenyum mendengar jawaban ku yang sudah terdengar seperti orang lebih dewasa.
“Nak maafkan Papa ya,karena kamu harus hidup seperti ini”
“Pa,sudah lah. Aca sudah bisa menerima semuanya. Walaupun Aca tidak tahu sebab nya,tapi melihat Papa yang begitu sayang sama Aca,Aca tahu kalau ini yang terbaik untuk Aca”
“Nak..”
Papa seperti sedang merangkai kalimatnya untuk mulai berbicara lagi.
“Apa kamu sudah benar-benar tidak menginginkan sekolah di luar lagi?”
Aku bernafas begitu dalam. Karena mungkin rengekan itu sudah lama sekali tida Papa dengarkan dari mulutku.
“Kalau Papa tanya Aca mau apa ngga sekolah di luar,ya Aca pasti mau Pa,tapi emang Papa izinkan ?” Ledek ku.
Papa tidak menjawab.
“Yang penting sekarang untun Aca,yaitu Papa sehat dan Aca juga sehat. Kita harus bersama selamanya” ucap ku.
Papa langsung memeluk ku.
“Terimakasih sayang karena sudah mau mengerti Papa”
Raut wajah ku seketika berubah. Aku tau aku berbohong,tapi ini demi kebahagiaan Papa,aku tahu masih begitu besar harapan ku untuk bisa merasakan sekolah di luar bersama dengan teman sekolah. Aku ingin tahu bagaimana rasanya belajar bersama di dalam kelas,mengerjakan tugas bersama,menulis bersama seperti apa yang selalu aku lihat di dalam tv. Tapi aku juga tidak ingin melihat Papa sedih dan lelah menjelaskan jika semua itu yang terbaik untuk ku.
Beberapa minggu berlalu. Papa berpamitan kepadaku untuk bekerja keluar kota selama beberapa hari.
“Paling hanya 3 hari” ujar Papa saat dia meminta izin untuk pergi keluar kota di kamar ku.
Aku tengah sibuk melukis di kamar dengan sebuah cat di tangan ku dan kanvas di hadapanku.
“Kapan Papa berangkat ?” Tanya ku dengan sambil terus berfokus dengan lukisan baruku.
Aku harus mencari kesibukan lain di rumah untuk mengalihkan fikiran ku tentang dunia luar.
”Papa pergi malam ini dengan Papa Denis” ujar nya, membuat ku terpatung untuk beberapa saat.
“Dan kalau jadi rencana Papa dan Papa Denis akan mempertemukan kamu dengan Aci” aku semakin tersentak mendengar nama itu di sebutnya.
“Kamu ingat Aci kan ?” Tanya Papa.
Tentu saja aku ingat, mana bisa aku lupa dengan satu satu nya teman yang aku miliki selama ini. Hanya dia teman yang ku punya, tidak ada orang lain lagi selain dia teman ku sejak kecil bahkan sampai sekarang.
“Ingat Pa” jawab ku seolah aku tidak tertarik mendengarnya.
“Kamu rindu Aci kan sayang ?” Tanya Papa.
Aku kembali melukis seolah tak memperdulikan pembicaraan ini.
“Rindu dong Pa, aku kan udah lama banget ga ketemu dia. Udah berapa lama ? 7 tahun ? Kita komunikasi pun ngga” sindir ku kepada Papa dengan nada yang terdengar biasa namun tetap akan terasa sindiran nya.
“Sayang, Papa kan sudah minta maaf tentang itu”
“Iya Pa. Aca ga apa-apa kok, Aca akan lakukan apa yang Papa perintah untuk Aca. Sekarang Papa mending siap-siap dulu, Aca mau beresin lukisan Aca dulu ini tugas bu guru” ujar ku mengalihkan, agar Papa bisa pergi dari kamar ku.
“Baiklah kalau begitu”
Lalu Papa pergi keluar kamar sambil menutup pintu nya. Setelah Papa keluar baru aku bisa mengekspresikan diriku, kesedihan ku dan keriunduan ku kepada Aci. Nama itu sudah lama sekali hilang di telinga ku, aku sudah tidak pernah lagi mendengar kabar nya hingga ini.
Aku memiliki handphone, namun akses pun di batasi oleh Papa dan anak buah nya. Aku tidak boleh memiliki akun media sosial atas nama ku sendiri, aku tidak boleh berkomunikasi dengan siapapun di handphone ataupun laoptop ku. Aku hanya di perbolehkan mengakses internet dan hanya menonton nya saja tanpa melakukan apapun lagi.
Aku sudah terbiasa dengan semua ini, bahkan jika tiba-tiba aku di minta untuk bergegas pergi, aku akan langsung membereskan barang yang aku perlukan saja dan pergi dari rumah satu ke rumah yang baru. Kadang hidupku penuh dengan ketegangan, harus bersembunyi di dalam hutan bersama anak buah Papa ku. Atau tiba-tiba aku di simpan di sebuah pulau tak berpenghuni dan tidur di sebuah gubuk yang kecil untuk satu malam, demi melengkapi pekerjaan Papa ku. Sampai saat ini aku masih belum di beri tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu apa pekerjaan Papa dan apa yang Papa lakukan sampai bisa membahayakan keluarganya. Aku hanya bisa diam dan menurut saja sampai waktunya tiba.
3 hari berlalu. Aku diam di depan laptop ku untuk membuka youtube tentang dunia luar. Aku melihat betapa indahnya tanah air ku ini,sungguh kaya raya yang di miliki oleh Indonesia. Pantai, gunung, bukit, lembah, pedesaan, tmpat wisata, tempat bermain semua ada di sekitarku, namun apa daya, aku hanya bisa menikmatinya lewat video youtube saja.
Beberapa saat kemudian, Om Bimo masuk ke dalam kamar ku dengan tergesa-gesa.
“Ada telepon dari Papa untuk Ka Aca” ucap Om Bimo yang sepertinya terlihat tegang.
Semua anak buah Papa memanggil ku dengan Ka Aca.
“Hallo sayang” panggil Papa dengan nada begitu tertekan.
“Kenapa handphone mu tidak aktif ? Papa sudah berusaha menghubungi kamu beberapa kali”
“Maaf Pa, mungkin habs bate Aca ga cek. Ada apa?” Tanya ku dengan khawatir dan penasaran.
“Sayang..” panggil nya lirih.
Aku mendengar isakan tangis Papa.
“Ada apa Pa ? Ada apa lagi?” Tanyaku seolah aku lelah harus mendengar berita buruk dari Papa.
“Papa Denis..”
“Kenapa Papa Denis?”
“Papa Denis meninggal”
Jantung ku seperti berhenti berdetak, nafasku sesak, ku sedih mendengar kabar buruk kembali menimpaku dan Papa.
Aku tahu persis Papa Denis adalah orang kepercayaan Papa, dia sudah Papa anggap sebagai adik nya sendiri, walaupun aku tidak pernah tau bagaimana awal mula pertemanan mereka di mulai, tapi sepertinya Papa ku begitu menyayangi Papa Denis.
“Nanti akan ada orang yang menjemput mu, seperti biasa, kamu bergegas, bawa barang-barang yang kamu butuhkan lalu ikuti arahan anak buah Papa”
“Oke Pa” jawab ku dengan singkat.
Aku memberikan handphone ku kepada Om Bimo lalu air mataku akhirnya menetes. Aku ikut sedih atas kepergian Papa Denis, aku merasa Aci juga pasti merasa sedih disana, dia juga merasakan apa yang sudah aku rasakan dulu ketika kehilangan Mama ku.
Aku di bawa pergi jauh menggunakan mobil, aku tertidur di mobil dan ketika sampai hari sudah mulai sore. Sepertinya aku sudah berada di luar kota, jauh dari tempat yang aku tinggali sebelum nya. Kita berhenti di sebuah pemakaman umum,mobil di parkiran di pinggiran makam.
“Ka Aca di minta untuk diam di dalam mobil, ga boleh ada orang yang lihat sama Papa” ujar Om Bimo.
Aku menganggukan kepalaku.
Om Bimo ikut keluar dari mobil lalu dia mengunci mobil iti. Mobil ini mobil sedan kecil berwarna hitam, dengan kaca film yang hanya bisa melihat dari dalam saja keluar, sementara dari luar terlihat gelap ke dalam mobil.
Aku memperhatikan sekerumunan orang yang sedang sedih di atas gundukan tanah bertabur bunga. Itu pasti makam Papa Denis. Mataku terkesiap, mulut ku sedikit terbuka, tangan ku memegang erat tas yang aku pegang, aku meliat Aci di sana.
Ya dia Aci, teman masa kecil ku. Dia sudah sama sama dewasa, dia memakai aju serba hitam dengan rambut yang di kuncir berwarna pirang itu. Dia jauh lebih cantik dari yang aku bayangkan, tingginya pun sekarang sudah melebihi tinggi Mama Shani yang berada di samping Aci dan terus memeluk nya. Aci begitu terlihat terpukul sekali dengan kepergian Papa nya itu,dia sepertinya masih tidak bisa terima.
Lalu aku melihat Papa ku sendiri yang masih menangis di sisi lain nya. Dia menangis sambil menatap gundukan tanah itu, dia menangis lalu kembali memakai kacamatanya. Papa berdiri lalu dia mengusap punggung seorang laki-laki yang juga sedang berjongkok membelakangi ku. Dia juga seprtinya sedang bersedih namun aku tidak bisa melihat jelas wajah nya. Rambut nya pun pirang seperti Aci, apakah dia kakak nya Aci dulu ?
Papa datang menghampiriku, dia masuk ke dalam mobil dan menutup mobil kembali.
Papa membuka kacamata hitam nya dan mengucap air matanya dengan tangan. Aku mengambil tisu di dalam tas ku dan aku berikan kepada Papa. Papa mengambil tisu itu dan menghapus air mata nya yang ada di pipi nya.
Aku menatap Papa sejenak lalu aku memeluk nya. Aku tahu persis bagaimana hancurnya Papa di tinggalkan oleh orang-orang yang di cintai nya,dan aku berjanji untuk tidak pernah meninggalkan Papa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Jois Johaeti
sad
2024-02-11
0