Cratera dan Mimpi

Hanif sudah mengenal Hasan—demikian ia mengenal Husan—saat keluarga Hasan pindah ke sebelah rumah keluarga Hanif, sepuluh tahun silam. Saat itu Hanif dan Hasan sama-sama berusia tujuh tahun dan duduk di bangku kelas dua di sekolah dasar yang letaknya tak jauh dari rumah mereka.

Selama sepuluh tahun, Hanif dan Hasan tumbuh bersama dan nyaris tak terpisahkan. Mereka selalu bersekolah di sekolah yang sama dan kadang-kadang berada di kelas yang sama pula. Saat pulang sekolah juga dihabiskan dengan bermain dan belajar bersama.

Bermain bersama di sini berarti menghabiskan waktu di dalam freezer tua yang disebut oleh Hasan sebagai vosta.

Meskipun pada awalnya terheran-heran setiap kali Hasan mengajaknya bermain di dalam freezer yang pengap itu, Hanif akhirnya menikmati kebersamaan mereka.

Dalam imajinasinya, Hasan sering mengajak Hanif berjalan-jalan berkeliling negeri yang pada awalnya sulit untuk Hanif ucapkan namanya, Cratera. Mereka kerap berkeliling di pusat kerajaan yang indah dan penuh warna. Bahkan, menurut Hasan, langitnya pun berwarna-warni. Sangat berbeda dengan langit yang Hanif ketahui hanya berwarna biru.

Terkadang pula, Hasan dan Hanif terlibat dalam pertempuran seru di mana mereka sama-sama bersenjatakan benda bernama qilich yang dapat mengeluarkan sinar biru dan dapat pula digunakan sebagai pedang. Mereka

dikepung oleh pasukan kerajaan karena dituduh sudah merusak sesuatu bernama Gul, sehingga terpaksa melawan. Tentu saja, skenario akhirnya adalah kemenangan bagi mereka berdua sehingga mereka dapat berjalan-jalan di pusat kerajaan lagi dengan mengendarai vosta.

Namun, bukan berarti permainan yang mereka berdua lakukan selalu berjalan lancar. Setelah beberapa tahun, Hanif menyadari bahwa Tante Esha dan Om Afka—demikian ia mengenal Olesha dan Shavkat—tidak suka jika Hasan menyebut-nyebut berbagai istilah aneh seperti vosta dan Gul. Mereka akan menegur dan melarang setiap kali mendengar Hasan mengucapkannya.

Om Afka pernah hendak membuang freezer tua tersebut karena Hasan terus membandel, mengucapkan kata-kata aneh itu saat bermain dengan Hanif. Saat itu Hasan menangis, memohon agar freezer itu dibiarkan di tempatnya, teronggok di halaman belakang rumah. Hanif sebenarnya juga ingin membantu Hasan membujuk Om Afka, tapi orang tuanya melarang.

Setelah Hasan berjanji bahwa ia tidak akan menyebut-nyebut tentang Cratera  dan hal-hal yang berhubungan dengannya lagi, Om Afka akhirnya membiarkan freezer tua itu tetap berada di tempatnya.

Hanif juga tetap diizinkan bermain di dalamnya bersama Hasan. Namun kali ini mereka hanya memperlakukan freezer itu sebagai pesawat biasa yang berkeliling berbagai negara. Membosankan, namun Hanif tak keberatan selama ia diizinkan bermain bersama Hasan.

Kemudian, saat mereka berusia sepuluh tahun, Hanif mulai berlatih karate. Hasan sebenarnya ingin ikut latihan bersama Hanif, namun dilarang oleh ibunya. Tante Esha hanya mengizinkan Hasan menemani dan menyaksikan Hanif berlatih. Entah apa alasannya.

Padahal Hasan sangat kuat dan berbakat. Setelah ia menyaksikan latih tanding pertama Hanif—yang berakhir

dengan kekalahan Hanif, Hasan mulai membantu Hanif berlatih.

Bermodalkan internet, buku-buku dasar ilmu bela diri dan pengalaman Hanif dalam berlatih tanding, kedua anak itu berdiskusi mengenai apa-apa yang seharusnya Hanif lakukan dan tidak lakukan saat latih tanding.

Hasan juga menjadi lawan Hanif saat berlatih di halaman sekolah saat sekolah usai. Mereka melakukannya secara

diam-diam karena Tante Esha tidak mengizinkan Hasan berkelahi dengan siapa pun dan dengan alasan apa pun sekalipun hanya berpura-pura. Hanif sempat berpikir bahwa Tante Esha hanya tak ingin anaknya terluka. Namun setelah mengetahui kemampuan Hasan, Hanif mengubah pikirannya.

Meskipun tidak pernah berlatih khusus sebelumnya, Hasan mampu mengalahkan Hanif. Tak sekalipun Hanif menang saat melawannya. Hanif sempat frustrasi, namun perasaan itu terhapus oleh kenyataan bahwa latihan tambahan dengan Hasan justru membawa hasil yang luar biasa.

Hanif berhasil menjadi juara di berbagai kejuaraan. Saat ini, puncak prestasinya adalah menjadi juara dalam kejurnas kategori yunior kelas kumite dan best of the best. Boleh dikata, saat ini Hanif adalah salah seorang pelajar yang paling kuat dan tangguh di provinsi-nya.

Namun, sukses Hanif tak menggoyahkan Hasan untuk meraih keberhasilan yang sama meskipun ia lebih dari mampu untuk mendapatkannya. Hasan tetaplah Hasan yang menyaksikan gegap gempita kemenangan muridnya dari kejauhan.

Hanif tahu, Hasan sedang menyembunyikan kemampuannya. Namun setiap kali Hanif menanyakan alasannya, Hasan hanya memberikan seulas senyum tipis sebagai jawaban. Menjadikannya misteri terbesar saat ini karena Hanif juga tidak berani menanyakan alasannya pada Tante Esha maupun Om Afka.

***

“Aku mau bicara,” ujar Hasan.

“Bicara saja. Aku mendengarkan, kok,” balas Hanif sambil menembakkan bola ke ring basket. Namun rupanya tembakan tiga angka itu gagal.

“Soal Cratera,” kata Hasan sambil mengambil alih bola basket. Ia melakukan tembakan tiga angka yang sukses, lalu menoleh pada Hanif yang ternyata sedang menatapnya.

Sudah lama sekali Hanif tak mendengar nama negeri yang aneh itu disebut. Tante Esha yang galak dan Om Afka tidak akan membiarkan Hasan mengucapkannya. Atau, karena saat ini Hasan dan Hanif hanya berdua di lapangan basket sekolah, sehingga Hasan berani mengatakannya? Akan tetapi, mengapa baru sekarang?

“Mau main naik vosta lagi? Aku senang-senang saja sih, masuk ke dalam freezer, tapi apa kita tidak terlalu tua untuk berkhayal?” tanya Hanif. Ia mengambil bola dari tangan Hasan lalu kembali menembak. Masih gagal juga. Hanif meringis agak kesal.

“Itu bukan khayalan, kok,” balas Hasan, membuat Hanif urung mengambil bola yang gagal memasuki ring.

Hanif pikir, telinga Hasan menjadi lebar karena terlalu seing dijewer oleh ibunya. Namun, ia tidak mengira bahwa sahabatnya akan berkata aneh sebagai efek dari jeweran tersebut.

“Cratera, vosta, qilich, Gul… Semua itu nyata, bukan khayalan. Aku dan keluargaku berasal dari Cratera. Sepuluh tahun yang lalu kami terpaksa pindah ke dunia permukaan—maksudku, ke kota ini,” sambung Hasan.

Hanif melihat ke sekelilingnya. Sekolah usai satu jam lalu dan hanya mereka berdua dan segelintir siswa yang masih tinggal. Mungkin sudah saatnya untuk pulang agar Hasan tidak lagi mengoceh tentang hal-hal yang tak masuk akal itu.

Melihat Hanif memungut tasnya yang tergeletak di pinggir lapangan, Hasan menghembuskan napas berat.

“Kamu pikir aku berbohong atau berkhayal?” seru Hasan dari tengah lapangan.

“Sudah sore, kita pulang saja!” balas Hanif.

Hasan memungut bola, lalu mengembalikannya ke gudang. Kemudian, ia menyusul Hanif yang tengah menunggu di dekat motornya dengan sabar. Mereka berdua memang selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.

“Dalam satu minggu ini, sudah empat kali aku bermimpi tentang almarhum ayahku,” ujar Hasan sambil memakai helm.

Hanif yang hendak menyalakan mesin motornya, menoleh. Ia tahu, ayah Hasan sudah meninggal dunia.

“Tapi aku hanya bisa cerita padamu. Kalau Ibu tahu, Ibu pasti akan menyuruhku untuk mengabaikan mimpi-mimpi itu,” lanjut Hasan lirih.

“Kalau begitu, kunjungi makam ayahmu. Di mana? Aku antar sekarang juga, mumpung masih sore,” jawab Hanif

prihatin. Ia tidak tega melihat sahabatnya murung.

“Tidak bisa. Ayahku meninggal di Cratera. Jadi aku harus ke sana kalau mau mengunjungi makamnya.”

Hanif tercengang. Bingung harus mengatakan apa dalam situasi seperti ini.

Setelah beberapa saat, Hanif dan Hasan akhirnya keluar melalui gerbang sekolah dengan menggunakan motor Hanif. Mereka berdua tidak menyadari bahwa seorang pria—lagi-lagi—tengah mengawasi dari kejauhan. Pria yang sama dengan pria yang dilihat oleh Hanif saat melompati pagar tempo hari.

Kali ini, pria tersebut mengamati Hanif yang mengendarai motornya. Pandangannya baru beralih setelah Hanif dan Hasan menghilang di balik sebuah belokan. Pria tersebut lalu menghubungi seseorang melalui ponsel.

“Kelihatannya, kita bisa memanfaatkan anak laki-laki yang selalu bersama target. Untuk detilnya, kita bahas saat aku kembali.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!