Meskipun sama-sama terbuat dari qaz yang mengandung energi dari Gul, nyatanya vosta milik Shavkat tidak mampu menyusul vosta milik Sarvar secepat yang diinginkan oleh Husan. Ada perbedaan spesifikasi yang nyata antara vosta milik anggota keluarga kerajaan seperti Sarvar dengan vosta milik ‘rakyat jelata’ seperti Shavkat. Bahkan Husan sempat menyebut bahwa vosta milik pamannya sangat lamban seperti siput.
Setelah beberapa saat, vosta milik Shavkat akhirnya berhenti dalam jarak di mana mereka melihat bangkai vosta milik Sarvar hanya sebesar manusia. Itu jarak yang aman agar tak terlihat oleh pasukan Turan yang kini mengepung Sarvar. Apalagi, vosta milik Shavkat yang berukuran kecil bersembunyi di balik tanaman perdu.
Rupanya pertempuran sengit antara vosta milik Sarvar melawan lima vosta militer dan satu vosta yang setara dengan vosta milik Sarvar, baru saja usai. Meskipun vosta milik Sarvar memiliki persenjataan dan kekuatan yang sangat baik, namun dikeroyok oleh enam vosta sekaligus membuatnya menderita kekalahan telak.
Sarvar memang berhasil melumpuhkan empat vosta lawannya. Namun serangan dari vosta milik Turan melumpuhkan vosta miliknya. Sehingga di saat-saat terakhir, Sarvar terpaksa melompat keluar agar tak tewas oleh
medan listrik yang ditimbulkan oleh vosta-nya yang rusak berat.
Maka, Sarvar saat ini dikepung oleh Turan, abangnya sendiri, yang membawa tiga belas orang prajurit kerajaan. Kakak-beradik itu kelihatannya bertukar kata, namun tentu saja Shavkat dan Husan tak dapat mendengarnya.
“Paman, ayo mendekat! Kita bantu Ayah!” seru Husan. Satu tangannya menarik-narik lengan Shavkat sementara
tangan lainnya menunjuk ayahnya di kejauhan.
“Iya. Sebentar, Paman ambil qilich dulu,” jawab Shavkat, menyebut senjata khas Cratera. Ia meninggalkan panel kemudinya untuk membuka kompartemen di bagian belakang.
Dari kompartemen tersebut, Shavkat mengeluarkan sebuah kapsul berukuran setengah ruas jari dan berwarna merah. Itu bukanlah qilich seperti yang ia katakan pada Husan. Sementara Husan yang terus memandang ayahnya dari kejauhan, tak menyadari bahwa Shavkat memiliki maksud yang berbeda dengan ucapannya.
Qilich sendiri merupakan salah satu senjata canggih khas Cratera yang terbuat dari qaz yang mengandung energi dari Gul. Bentuknya seperti gabungan pedang pendek dengan pistol, dengan ukuran sepanjang lengan bawah orang dewasa. Pada beberapa bagian, terdapat pendar berwarna yang menghiasi sebuah qilich. Warna merah jika qilich tidak sedang digunakan dan biru pada saat qilich diaktifkan.
Pada pangkal qilich terdapat pelatuk untuk menembakkan cahaya dari ujungnya yang runcing. Cahaya yang dikeluarkan serupa dengan sinar laser putus-putus yang berbentuk menyerupai peluru. Sedangkan bagian tengah qilich tipis dan sangat tajam, hingga mampu membelah sehelai rambut menjadi dua. Karena senjata ini sangat berbahaya, layaknya vosta, qilich hanya dapat digunakan oleh pemiliknya.
Sementara itu, ketegangan antara Sarvar dan Turan memuncak hingga Sarvar mendorong abangnya. Turan yang tampaknya tak terima, mengarahkan qilich pada adiknya dan menembak hingga cahaya biru putus-putus menembus dada Sarvar.
Husan menjerit memanggil ayahnya saat melihat pamannya menembak. Sarvar sendiri rubuh mencium tanah
sesaat kemudian. Entah masih sadar, atau tak sadarkan diri. Atau, mungkin pula ia langsung kehilangan nyawanya.
Husan mengamuk dan kembali mencoba mengendalikan vosta agar dapat mendekat pada ayahnya yang nasibnya belum jelas itu. Tentu saja anak itu gagal melakukannya, sehingga ia memukul panel pengendali dengan frustrasi yang memuncak. Sekali pukul, panel tersebut ringsek seperti dihantam benda keras. Husan ternyata sangat kuat untuk ukuran anak kecil.
Shavkat tak membiarkan pukulan kedua merusak panel pengendali. Ia cepat-cepat menempelkan kapsul merahnya di tengkuk Husan. Begitu menyentuh kulit Husan, kapsul kecil itu mengeluarkan sepasang capit mini dan mencengkeram tengkuk Husan.
Sesaat kemudian, Husan terbelalak dan tersentak saat kapsul tersebut mulai bekerja. Tubuh anak itu mulai kejang-kejang, lalu tumbang. Beberapa saat kemudian, kejang-kejangnya berhenti. Husan akhirnya berhasil dilumpuhkan.
“Sudah tidak ada yang dapat kita lakukan. Sekarang, mari kita kembali pada ibu dan adikmu,” kata Shavkat lirih.
Tubuh Husan diangkat dari lantai, lalu didudukkan di sebelah Shavkat kemudian yang mulai mengemudikan vosta-nya.
Meskipun tak dapat bergerak sama sekali, Husan masih dapat melihat apa yang terjadi pada Sarvar. Tampak Turan sedang membalikkan tubuh adiknya yang bersimbah darah.
Hanya sampai di situ Husan menyaksikan apa yang terjadi pada ayahnya. Sebab\, Shavkat sudah memutar balik *vosta-*nya. Kemudian terbang rendah menjauh\, kembali ke tempat di mana mereka meninggalkan Olesha dan Kaisha.
“Ayahmu kembali untuk melawan Paman Turan-mu supaya kau, ibu dan adikmu bisa selamat dan tiba di dunia permukaan. Jadi, kau harus mengikuti apa yang ayahmu inginkan. Jangan membuatnya kecewa,” kata Shavkat pelan.
Husan yang tak bisa menjawab, lagi-lagi hanya bisa meneteskan air mata. Sorot matanya berbeda dengan sebelumnya, di mana sebelumnya ia tampak cemas dan ketakutan. Kali ini, tatapannya tajam menghunjam. Rahangnya yang tak bisa digerakkan pun tampak semakin kaku. Shavkat yang melihatnya jadi tercekat. Ia tahu, keponakannya kini dibakar dendam pada orang-orang yang telah menyakiti Sarvar.
Shavkat melepaskan kapsul di tengkuk Husan saat mereka telah bertemu kembali dengan Olesha dan Kaisha.
Tentu saja hal itu ia lakukan setelah ia berhasil membuat Husan berjanji untuk patuh pada ibunya. Dengan isyarat berupa kedipan mata yang berat, Husan menyetujui persyaratan tersebut.
Di sisi lain, hanya dengan melihat keadaan Husan yang memendam murka dan duka, Olesha segera mengetahui
bahwa suaminya tak akan kembali lagi. Namun wanita itu berusaha tegar. Tak ada waktu untuk berduka. Masih ada dua orang anak yang harus ia jaga keselamatannya.
Medan yang mereka lalui berikutnya adalah gua yang menanjak dan dipenuhi bebatuan. Gua tersebut sempit, hanya dapat dilalui dengan kepala menunduk bagi orang dewasa. Belum lagi kecuramannya yang luar biasa, sehingga mereka harus mengandalkan sarung tangan dan sepatu yang mereka kenakan untuk menambah daya cengkeram pada tangan dan kaki yang menyentuh dinding dan lantai gua.
Bermodalkan cahaya dari lampu berenergi Gul yang diletakkan di dada Olesha dan Shavkat, mereka menyusuri gua tersebut dengan pergerakan yang sangat lambat. Belum seperenambelas perjalanan, Kaisha yang masih sangat kecil sudah kelelahan sehingga harus digendong oleh Shavkat. Olesha sendiri terus-terusan mengawasi Husan, khawatir kalau-kalau putranya itu kelelahan seperti adiknya.
Namun Husan yang masih dibakar dendam, seperti mempunyai energi berlebih untuk melanjutkan perjalanan. Ia berhasil menyelesaikan perjalanan menyusuri gua tersebut meski beberapa kali harus beristirahat sejenak. Lengan dan tungkainya lecet dan tergores di sana-sini.
Namun, lelah dan sakit yang Husan rasakan segera menguap manakala di ujung gua, ia melihat cahaya putih dan asing yang menyeruak masuk.
“Ibu, apa kita hampir sampai di dunia permukaan?” tanya Husan yang semangatnya tiba-tiba berkobar lagi setelah kelelahan menempuh medan yang sulit.
“Iya, Nak. Kita hampir sampai,” jawab Olesha lemah.
Husan bersorak, lalu mempercepat langkahnya. Ia mendahului ibunya, tak menghiraukan panggilan wanita itu agar menunggu pamannya dan Kaisha. Ia tidak sabar lagi untuk melihat dunia permukaan yang selama ini baginya hanya dongeng yang diceritakan oleh orang-orang dewasa.
Husan akhirnya tiba di ujung gua dan menemukan pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia takjub
melihat kolam—ah, bukan, kumpulan air dengan volume yang sangat besar. Air itu berwarna kebiruan dan anehnya, bergerak terus-menerus mendekati tempat di mana Husan berpijak. Ada buih-buih yang timbul akibat pergerakan air tersebut, namun segera hilang tak berbekas.
Husan juga merasakan udara yang bergerak menerpa tubuhnya. Seperti membelai dan memanjakannya, hingga
Husan nyaris mengantuk karena terlena. Di Cratera, tidak ada udara yang bergerak seperti ini. Ini luar biasa!
Lalu, Husan mendongak. Kembali dibuat tercengang saat melihat langit yang berwarna biru dengan dihiasi sesuatu yang mirip asap putih yang entah apa namanya. Husan akan menanyakannya pada ibunya.
Di langit yang sama, Husan juga melihat sebuah benda bulat menyilaukan. Apakah itu matahari seperti yang
ia dengar dari cerita para gurunya di Cratera? Cahayanya sepertinya berwarna putih, namun mengapa langit dunia permukaan ini memiliki warna yang sama dengan warna air yang terus bergerak dan berbuih itu?
Husan melangkah mendekati kumpulan air yang bergerak dan menyadari bahwa ia sedang menginjak permukaan
yang lunak. Rupanya ia menginjak pasir berwarna putih yang sangat lembut. Saat Husan berusaha menggenggamnya, pasir itu malah mengalir keluar dari sela-sela jarinya. Lagi-lagi, ia menemukan hal menakjubkan seperti langit berwarna biru dan air yang terus bergerak.
Beberapa saat kemudian, Olesha dan Shavkat akhirnya dapat menyusul Husan. Anak itu rupanya sedang asyik
membasahi kaki kecilnya dengan air yang berbuih tersebut.
Melihat ibunya, Husan memeluknya dan bertanya dengan riang. Untuk sejenak, ia melupakan dukanya karena telah kehilangan ayah.
“Ibu, kita sedang berada di mana? Apa kita sudah sampai di dunia permukaan?”
Olesha mengusap kepala Husan dan menjawab, “kita berada di tempat yang disebut sebagai pantai. Iya Nak, kita telah tiba di dunia permukaan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments