Menyusun Strategi

Raisa hanya memicing tajam pada Gita. Ya, dia heran mengapa sahabatnya itu sepertinya tahu siapa pria tersebut. Seolah tahu arti tatapan Raisa, Gita mengeluarkan ponselnya dari saku snelinya dan menunjukkan sebuah foto di masa lalu yang entah dia dapatkan darimana.

"Sini deh, lihat!" seru Gita yang tampak lebih antusias dibandingkan Raisa.

Raisa hanya menggeleng cepat dan kedua matanya membola sempurna seakan menuntut sebuah keyakinan bahwa apa yang dilihatnya hanya sebuah ilusi. "Benarkah?" tanya Raisa yang tak percaya.

"Dia Rangga yang dulu ngejar-ngejar kamu dan selalu sering membuatmu marah tanpa jeda sepanjang waktu," jawab Gita dengan mengangguk mantap.

Raisa memijat kedua pelipisnya, ia merasa bahwa hal itu tak akan sampai pada masa sekarang, tapi ternyata buntutnya panjang bahkan sampai sebuah pemaksaan. Menikah bukanlah hal main-main, Raisa ingin menikah jika sudah waktunya dan sudah ada jodohnya.

"Aku nggak mau nikah sama si kutu kupret itu, Gita! Aku nggak mau menikah dengan seorang pembunuh!" lirih Raisa yang menahan amarahnya sedari tadi akhirnya bulir bening itu meluncur tanpa permisi dari kedua matanya. Ya, Raisa menangis.

"Apa karena aku tidak memiliki orang tua lagi jadi orang-orang seenaknya memperlakukanku seperti ini, Gita?" Raisa menangis sesenggukan. Baru dua kali ini, Gita mendapati Raisa menangis pilu, ia langsung berdiri tepat disamping sahabatnya dan memeluknya.

Gita memang sahabatnya sejak kecil, tapi tidak semuanya tahu tentang kehidupan Raisa yang pindah-pindah tempat karena perintah dinas sang ayah dari ibu Pertiwi. Meskipun hanya tinggal berdua dengan ayahnya, Raisa tumbuh menjadi gadis yang cantik, multitalenta dan pintar.

"Re, dunia memang kejam padamu. Tapi kalau menurutku, iyain saja kemauan Rangga. Meskipun terlalu naif kalau sepertinya kita melampaui batas naluri seorang anak yang ayahnya tewas karena orang yang sudah melakukan ancaman dan paksaan pada kita. Aku melihat ada cinta dalam tatapan Rangga padamu. Cinta yang besar dari seorang pria yang sejak dulu menginginkanmu. Terlepas dari kelamnya keluarga tersebut. Aku yakin Rangga orang yang tepat untukmu," tegur Gita yang sedari tadi sudah menguping dan menatap gerak-gerik Rangga dari awal sampai yang terakhir menemui sahabatnya.

"Aku menjilat ludahku sendiri begitu, Git! Aku sudah bilang aku tidak akan memaafkan siapapun orangnya yang telah membuat ayahku meregang nyawa!" sungut Raisa yang masih tidak terima dengan keadaan.

"Kamu hanya tidak memberikan pengampunan pada mereka. Sumpah serapahmu hanya tentang sebuah kata maaf, Re! Bukan sebuah pernikahan. Kamu bisa menjebaknya dengan sebuah insiden dibalik rahasia keluarga tersebut jika mereka mau memperalat kamu dan suruh dia tanda tangan kontrak pada apa yang ingin tuangkan dalam sebuah kertas beberapa lembar itu. Aku yakin, Re... Dia akan langsung tanda tangan tanpa pikir lagi," balas Gita yang ikut prihatin dengan hidup sahabatnya.

"Kamu benar, Git! Harus menyusun strategi."

Raisa langsung membuka laptop miliknya dan mulai mengetik segalanya. Gita tersenyum melihat Raisa yang mau berperang dengan suasana kali ini. Gita merasa Raisa sudah cukup menderita selama ini.

Jari jemari Raisa dengan lihainya mengetik sampai tak terasa sudah di print out olehnya. Gita sampai menganga karena tebalnya sepuluh lembar.

"Isinya apa saja, Marimar!" pekik Gita sambil menjitak kepala sahabatnya.

"Singkirkan tanganmu itu, sakit! Aws..." rintih Raisa sambil mengusap-usap kepalanya.

"Sekarang sudah yakin dengan surat perjanjian ini?" tanya Gita, Raisa mengangguk cepat dan tersenyum lebar menampakkan deretan giginya.

"Aku akan langsung menemuinya agar cepat selesai urusannya." Raisa berdiri hendak berjalan melewati Gita tapi lagi-lagi lengannya di cekal oleh sahabatnya, Gita menggelengkan kepalanya cepat. "Jangan dulu, ada hal yang harus diperhatikan lagi," pinta Gita yang mampu membuat langkah Raisa terhenti, "Apa lagi?" tanya Raisa.

"Kamu harus hubungi Dean," jawab Gita.

"Kenapa jadi Dean?" tanya Raisa yang berubah lemot.

"Kamu butuh kuasa hukum, Dean 'kan kuasa hukum kita, pengacara hebat dan selalu menang di meja hijau. Kalau kamu lupa!" peringat Gita yang langsung memancarkan binar mata dari Raisa.

"Pinter kamu! Kenapa nggak kepikiran dari tadi!" gerutu Raisa dengan senyuman yang mengembang.

Raisa langsung menghubungi Dean seketika itu juga dan memintanya untuk datang ke rumah sakit tempatnya bekerja. Dean adalah teman kampusnya hanya berbeda jurusan dengannya. Gita juga. Mereka bertiga adalah sahabat. Ayah Dean juga seorang hakim yang mematikan bagi setiap orang yang tengah bergelut dengan hukum di meja hijau.

Koruptor, petinggi dan konglomerat sekalipun tak ada yang berani dengan ayahnya Dean. Karena tak segan-segan menjatuhkan hukuman tanpa ada negosiasi antara kuasa hukum terdakwa dan terdakwa itu sendiri jika sudah berhadapan dengan beliau.

Raisa langsung menutup teleponnya setelah mendapat jawaban Dean. Tapi tak cukup sampai disitu, Raisa masih tampak gusar karena tidak tenang jika Dean belum juga datang.

Setengah jam berlalu, Dean sudah berada di ruangan Raisa. Pria tersebut sangat tampan dan berkharisma. Siapapun yang berpapasan dengannya akan langsung jatuh hati padanya.

"Ada apa bidadari menyuruhku kesini?" tanya Dean sambil menaik turunkan alisnya.

Gita menjelaskan situasi dan kondisi yang dialami oleh sahabatnya. Dean mendengarkan dengan seksama, seolah mengerti arah pembicaraan itu, Dean mengambil lembaran yang berada diatas meja Raisa. Membaca ulang dan memahami apa yang diinginkan sahabatnya dalam negosiasi dengan pria yang diceritakan oleh Gita.

"Mana laptopmu, sini!" pinta Dean.

Raisa langsung menyerahkannya dan Dean membuka file dokumen yang tadinya sudah di print out oleh Raisa. Dean tampak mengetik dengan sepuluh jarinya sekaligus. Raisa tak mengerti dan penasaran. Tahu kalau sahabatnya itu sangat kepo, Dean tertawa dan memberikan laptopnya pada pemiliknya.

"Semuanya sudah ku ringkas, dan ada tambahan beberapa poin dariku. Bacalah, aku yakin kamu setuju dengan pemikiran ku. Jadi pria itu namanya Rangga? Dia tak akan berpikir sejauh itu jika mau membubuhkan tanda tangannya karena sudah dibutakan oleh cinta dan sebuah obsesi pada dirimu, Re!" seru Dean yang mampu membuat bibir Raisa menganga tak percaya dengan ide brilian sahabatnya itu.

"Wah posisiku untung banyak dong!" girang Raisa yang membuat kedua sahabatnya geleng-geleng kepala.

"Rangga itu pewaris tunggal keluarga Pramudita. Seorang konglomerat berwibawa dan baru kali ini mereka tersandung kasus yang menewaskan ayahmu. Mereka menjaga betul kelakuan dan segalanya untuk kehormatan mereka. Karena mereka memang keluarga terhormat. Bisnis mereka pun bersih aku bisa pastikan itu, karena aku dan ayahku sendiri yang mengetahui jatuh bangun keluarga mereka dari nol," ucap Dean yang malah membuat kedua sahabat perempuannya itu menaruh curiga padanya.

"Mereka itu masih saudara denganku, tapi dari pihak ibu. Aku yakin dengan mereka. Meskipun aku dan mereka masih saudara yang namanya pekerjaan tidak bisa diganggu gugat, jadi tenanglah aku nggak bakalan memihak kok! Rangga itu baik, Re! Percayalah padaku," seloroh Dean dengan senyum manisnya.

"Tapi Dean..." Mereka bertiga menoleh dan terkejut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!