"Minggir!" seru Raisa dengan tatapan nyalang karena pria tegap tinggi itu menghalangi langkahnya untuk masuk ke IGD.
"Saya dari tadi tetap berdiri disini, kamu saja yang menabrak saya!" ketus pria tersebut sambil menatap mata Raisa dengan tatapan sinis.
Ingin rasanya Raisa menendang pusaka pria tersebut agar tidak meremehkannya, tapi sayangnya Sefa sudah menarik tangannya untuk masuk dan menghindari keributan. Pria tersebut memindai pergerakan Raisa yang sudah menjauh darinya dengan mata yang berbinar dan senyuman tipis di wajahnya.
"Dokter cantik," gumam pria tersebut.
Raisa dan juga Sefa mendekat ke brankar pasien yang merupakan pasien rujukan dari rumah sakit lain. Gita sibuk melakukan USG dada pasien tersebut sambil menatap monitor dengan raut muka yang tak biasa dan tangannya memindai dari dada kanan dan kiri secara bergantian.
"Gimana, Git?" tanya Raisa pada dokter Gita.
"Aku nggak bisa memastikannya dengan jelas jika tidak dilakukan pembedahan. Tapi ada hal yang serius perihal jantungnya. Aku rasa ini operasi gabungan. Untuk memastikan, USG perutnya juga, Re... Aku rasa keluarganya menyembunyikan sesuatu dari pihak medis. Silahkan, Re!" pinta Gita yang merasa harus waspada karena pasien tersebut berasal dari keluarga bukan orang sembarangan.
Mendengus kesal dan menggelengkan kepalanya, Raisa mengangguk cepat menatap kedua netra Gita. "Antara rekam medik dan juga pemeriksaan langsung kita hanya lewat USG sudah jauh berbeda. Kalau sudah begini baru pergi ke rumah sakit. Aku membutuhkan banyak darah untuk pasien ini mengingat usianya dan juga operasi ini akan berlangsung lama. Sefa tolong beritahukan dengan crew operasi yang lain untuk mempersiapkan segalanya. Aku berganti pakaian dulu. Aku tunggu di ruang operasi," ucap Raisa yang langsung dilakukan oleh Sefa.
Sebelum melakukan tindakan operasi, Raisa dan juga Gita memanggil wali pasien untuk datang ke kantor Raisa. Ya, seorang wanita paruh baya dan seorang pria yang menghalangi langkahnya tadi kini berada didepan Raisa.
Gita menjelaskan prosedur operasi pada wali pasien dan menyuruh mereka berdua untuk antisipasi golongan darah yang sama dengan pasien, mengingat kondisi pasien jauh dari kata baik. Wanita paruh baya itu sudah menangis sesenggukan. Raisa menghentikan tangisan wanita tersebut dengan menjelaskan rincian penyakit yang sengaja disembunyikan oleh pihak keluarga pasien dan itu sangat fatal.
"Dari pemeriksaan USG tadi saya menemukan bahwa beliau mengidap gagal ginjal parsial yang artinya hanya sebagian. Rusaknya hanya satu ginjal. Memang bisa hidup dengan satu ginjal tapi mengingat riwayat beliau seperti itu sudah kasep intinya. Kami tidak ada stok ginjal di rumah sakit ini. Tapi operasi harus tetap dilakukan. Hal seserius ini tidak bisa ditutupi yang berakhir sangat fatal. Limpanya juga rusak. Apakah pernah terjadi kecelakaan hingga menyebabkan benturan parah diarea perutnya?" tanya Raisa penuh selidik.
"I.. Iya dok, memang suami saya kemarin sempat kecelakaan dan perutnya menghantam setir mobil saat mengendarai bersama putra saya. Tapi beliau tidak mengeluh apapun cuma terasa mual katanya. Akhirnya saya membawa ke rumah sakit sebelum kesini dan ternyata harus di rujuk ke rumah sakit ini. Perihal riwayat penyakit lainnya, kami terpaksa untuk menyembunyikannya karena ada hal lain yang tidak bisa kami jelaskan karena privasi keluarga. Saya harap dokter bisa mengerti dalam hal ini," jawab wanita paruh baya tersebut.
Deg
Rasanya jantung Raisa berhenti berdetak, pikirannya menerawang dengan peristiwa kecelakaan yang menimpa sang ayah hingga menewaskan ayahnya. Ia mencoba untuk tetap tenang meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya geram dengan penuturan wali pasien. Kenapa waktunya tepat sekali kemarin ayahnya baru dikebumikan karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawanya. Bukan tidak mungkin bahwa pria yang akan dioperasinya adalah pria yang telah menabrak ayahnya.
"Apapun alasannya itu hanya menyulitkan dokter yang menanganinya. Operasi kali ini gabungan, bukan hanya limpanya yang rusak tapi hatinya juga. Tapi kalau melihat dari hasil USG tadi saya belum bisa melakukan tindakan pengambilan ginjalnya. Maka dari itu saya membutuhkan tanda tangan wali pasien untuk melakukan tindakan." Raisa menyerahkan beberapa lembaran persetujuan untuk ditanda tangani wali pasien.
Wanita paruh baya tersebut bergeming untuk menandatanganinya. Ia menoleh pada putranya yang tampak masih tenang.
Raisa menatap keduanya secara bergantian, ia tak mengerti mengapa keduanya bertelepati dengan lirikan mata. Apa yang sebenarnya sedang disembunyikan oleh keluarga tersebut. Rasanya mencurigakan sekali, atau mungkin mereka berdua menginginkan pasien tersebut meninggal dunia saja daripada harus dirawat dengan penyakit yang komplit dan pastinya membutuhkan biaya yang sangat besar.
"Pak, Bu... Waktu adalah nyawa. Silahkan tanda tangan!" seru Raisa membuyarkan lamunan ibu dan anak didepannya.
"Baik dok. Saya akan tanda tangan tapi dengan satu syarat," ucap wanita paruh baya tersebut.
Mengernyitkan dahinya, merasa aneh dan bingung mengapa pakai mengajukan persyaratan segala, "Mengapa ada syaratnya?" tanya Raisa yang merasa ada yang janggal.
"Menikahlah dengan putra saya dok!" seru wanita paruh baya tersebut.
Bagaikan disambar petir, jantung Raisa berdetak cepat, tatapannya berubah tajam dan ia geram. Persetan dengan persyaratan itu untuk apa menikah dengan orang yang tidak pernah ada dalam list kehidupannya. Kenal saja tidak, apalagi mencintainya.
Gita yang sedari tadi diam juga syok dibuatnya. Baru kali ini dia mendapati wali pasien yang menginjak harga diri seorang dokter yang sangat kompeten di bidangnya. Ya, Raisa dokter tersebut.
"Ada apa ini? Dokter Raisa hanya meminta tanda tangan anda untuk dilakukan tindakan pembedahan. Mengapa ada persyaratan seperti itu? Kita tidak memiliki banyak waktu, Bu. Kondisi pasien semakin lama semakin buruk kalau sampai tertunda lebih lama lagi. Lagian perihal pernikahan itu bisa dibicarakan nanti. Kesampingkan kepentingan pribadi karena sekarang ada kepentingan yang lebih urgent menyangkut nyawa seseorang yang merupakan suami anda dan ayah dari putra anda ini. Tolong kerja samanya," tegur Gita yang membuat wanita paruh baya tersebut tersentak.
"Maaf dok, saya gugup dan bingung harus bagaimana. Baiklah saya akan membubuhkan tanda tangan saya. Tolong lakukan yang terbaik untuk suami saya. Maaf dokter sudah membuat kegaduhan," ujar wanita paruh baya tersebut yang langsung membubuhkan tanda tangannya dan menyerahkan beberapa lembar persetujuan yang sudah ditanda tanganinya pada Raisa dan juga Gita.
Keduanya berpamitan untuk menunggu di depan pintu kamar operasi. Raisa dan Gita pun juga menyimpan lembaran persetujuan tindakan operasi di laci kantornya Raisa dan bergegas berganti pakaian menuju ruang operasi yang mana disana sudah siap.
Berjalan beriringan dengan Gita dan melakukan cuci tangan terlebih dahulu sebelum masuk ruang operasi. Semenjak mendengar persyaratan yang diajukan wali pasien tadi membuat Raisa banyak diam dan berubah fokus mengoperasi pasiennya setelah Gita mengoperasi pasien yang sama lebih dulu.
"Raisa!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Tae Kook
Bawaan emosi
2024-01-09
1