Raisa tersentak kaget karena Gita berteriak menyerukan namanya.
"Fokus, Re! Ini bukan operasi kecil. Kita harus waspada terhadap keluarga pasien dan juga harus jeli dan teliti. Andai saja keluarga pasien tidak menyembunyikan apapun perihal penyakit yang diderita oleh pria ini, pasti kita ada persiapan yang lebih. Tolong kali ini fokus! Nggak biasanya kamu kayak begini, mana Raisa yang aku kenal, hmm?" Pertanyaan yang diajukan Gita pada Raisa hanya mendapatkan senyuman yang tak kentara dari empunya.
Raisa kembali mengambil alih operasi tersebut setelah Gita memasang selang dari dada pasien karena banyak udara di paru-parunya juga. Setelah itu giliran Raisa dan Sefa serta dokter residen dibawah didikan Raisa. Raisa tidak pelit ilmu meskipun asisten utamanya adalah seorang dokter residen.
Tangannya cekatan dan sangat cepat membuat dokter residen tersebut kesulitan mengimbanginya dan berakhir Sefa yang harus menggantikannya.
"Fokus, Dokter Anjas!" bentak Raisa pada residennya.
Dokter Anjas terus menggelengkan kepalanya karena dia bingung dengan kecepatan tangan dan keahlian Raisa. Dia tak habis pikir mengapa bisa secepat kilat, Anjas akhirnya berakhir menjadi asisten Sefa yang merupakan perawat bedah yang mendampingi setiap operasi Dokter Raisa.
Raisa tampak acuh dengan residennya. Karena pikirannya sudah menjadi satu tujuan yaitu pasiennya. Tiba-tiba monitor berbunyi dan saturasi oksigen pasien juga menurun drastis. Dokter Gita melakukan pijat jantung dengan CPR. Sedangkan dokter anestesi menyuntikkan obat pada selang infus pasien tapi pasien tetap belum stabil.
"Tutup perut pasien sebentar, saya akan ambil alih. Dokter Gita tetap lakukan CPR. Maaf aku harus melakukan ini!" teriak Raisa yang masih tenang berbeda dengan lainnya yang tampak tegang dan gusar.
"Apa yang kamu lakukan, Raisa!" bentak Gita yang takut terjadi sesuatu dengan pasiennya.
Raisa tidak memperdulikan apa kata sahabatnya. Ia langsung berganti sarung tangan steril dan membuka jahitan yang ada di dada kanan pasien dan menarik selang tersebut. Gita sampai membelalakkan matanya menatap apa yang akan dilakukan Raisa.
"Jangan lakukan itu Raisa! Itu sangat resiko untuk kita!" pekik Gita yang sempat berhenti melakukan CPR.
"Sefa gantikan dokter Gita untuk lakukan CPR, cepat!" perintah Raisa, Sefa pun langsung menggeser dokter Gita tanpa permisi dan melakukan apa yang diperintahkan Raisa padanya.
Semua mata crew operasi gabungan itu membelalak tak percaya dengan apa yang dilakukan Raisa. Ya, Raisa melakukan pijat jantung langsung dengan memijat seperti melakukan pompa pada jantung pasien.
Tangan kanan Raisa masuk ke rongga dada pasien dan langsung melakukan pijatan di jantungnya. Cukup lama ia melakukannya, sampai tangannya terasa kebas dan pegal.
"Sudahlah, Re! Kita harus mengumumkan kematian pasien di meja operasi ini. Aku atau kamu yang akan mengumumkannya?" tanya dokter Gita yang sudah kehilangan harapan.
Semua crew sudah mundur termasuk Sefa. Sedangkan Raisa tetap melakukan pijat jantung pada pasien meskipun kondisinya sudah sangat lemah dan garis pada monitor tampak lurus saja. Bahkan angkanya sudah berubah nol semua. Raisa tak pantang menyerah, ia percaya akan sebuah mukjizat.
Setelah cukup lama memijat jantung pasien. Akhirnya monitor kembali berbunyi dan angka kembali menunjukkan stabil. Pijatan jantung oleh tangan Raisa juga berhenti. Raisa mengeluarkan tangannya dari sana dan memasukkan selangnya lagi dengan yang baru, kemudian menutupnya dengan straples jahitan medis.
Dokter Raisa melanjutkan operasinya. Sedangkan residen dan dokter Gita masih melamun sejenak mengingat hal yang baru saja terjadi di depan matanya, rasanya kakinya lemah tak berdaya menopang tubuhnya. Bahkan tangannya sudah memegang brankar pasien. Ia seolah kehilangan arah dan tujuan.
Raisa? Masih tetap fokus melanjutkan operasinya begitupun dengan Sefa. Operasi tersebut awalnya memakan waktu tiga belas jam tapi bisa dipangkas menjadi sepuluh jam tiga puluh menit oleh kecepatan Raisa. Harusnya bisa diselesaikan dalam waktu sembilan jam tiga puluh menit tapi mundur karena pasien mengalami henti jantung.
Operasi sudah selesai dilakukan, dan dokter Gita juga dokter Raisa menyampaikan pada wali pasien bahwa operasi lancar dan berhasil. Hanya saja untuk tindakan pada gagal ginjalnya belum bisa dilakukan sebab harus ada donor ginjal. Sedangkan stok di rumah sakit sedang kosong. Raisa dan Gita masih terus mencari donor ginjal untuk pasien ini.
Tiba-tiba tangan Raisa dipegang erat oleh pria yang membersamai wanita paruh baya yang merupakan wali pasien. Pria tersebut membawa Raisa menjauh dari keramaian. Raisa tidak memberontak hanya menatap nyalang pada pria yang dengan berani menyentuhnya padahal tidak mengenal satu sama lain.
"Duduklah dokter, saya perlu bicara serius dengan anda," pinta pria tersebut setelah sampai di sebuah taman rumah sakit.
Raisa? Tidak menuruti ucapan pria tersebut dia langsung melenggang pergi yang membuat pria itu geram padanya tapi tetap mengikuti kemana perginya dokter itu.
"Jutek banget, untung cantik!" seru lirih pria tersebut.
Raisa membukakan pintu kantornya dan mempersilahkan pria tersebut masuk dan duduk di kursi depan mejanya.
"Duduklah, apa yang ingin kamu katakan cepat katakan, saya nggak memiliki banyak waktu untuk meladeni hal yang tidak penting!" sindir Raisa yang tampaknya mengerti kemana arah pembicaraan kali ini.
"Maafkan saya dan keluarga jika harus menutupi riwayat penyakit ayah saya, dan saya juga minta maaf atas persyaratan yang diajukan oleh ibu saya tadi pada anda."
"Cukup basa basinya, Pak. Silahkan langsung ke intinya!" peringat Raisa yang tak ingin banyak drama.
"Baiklah saya akan mempersingkat waktu, saya tahu anda sibuk. Saya akan punya pendonor untuk ayah saya yang saya jamin cocok dengan tubuh ayah. Tapi saya tidak main-main dengan persyaratan yang diajukan oleh ibu saya. Jika anda tidak menyetujui persyaratan ini, saya akan melaporkan anda atas tujuan mal praktek. Dan saya pastikan anda masuk dan mendekam di jeruji besi!" ancam pria tersebut.
"Apa maksud anda bicara seperti itu? saya tidak melakukan mal praktek, semua berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Bagaimana bisa anda menekan saya seperti itu?" tanya Raisa yang mulai gusar dengan situasi yang membingungkan sekaligus menyulitkan dirinya.
"Saya pastikan tidak ada stok ginjal di rumah sakit manapun dan tidak ada pendonor yang mau mendonorkan ginjalnya pada ayah. Sehingga anda bisa mendekam di hotel bintang lima," jawab pria tersebut terdengar angkuh.
"Biar saya pikirkan dulu dan beri saya waktu satu Minggu untuk mencari donor ginjal yang cocok untuk ayah anda." Raisa tetap kekeh pada pendiriannya.
Hal tersebut mengundang tawa sumbang dari pria yang duduk didepannya. Seolah diremehkan dan dihinakan, Raisa kembali buka suara.
"Anda mengancam saya dengan dalih mal praktek karena anda dan ayah anda adalah pembunuh ayah saya bukan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Anita Jenius
3 like mendarat buatmu thor . semangat ya.
aku cicil baca sampai sini dulu. thanks
2024-04-13
0
foxy_gamer156
Suka banget sama karakter dan hubungannya dalam kisah ini!
2024-01-10
1