Suasana di dalam kantor Raisa berubah menjadi tegang. Bagaimana tidak? Setelah pertanyaan yang diajukan oleh Raisa mampu membuat lawan bicaranya membisu dan memucat. Semakin kuat dugaan Raisa bahwa keluarga pasien tersebut ada kaitannya dibalik kematian sang ayah.
Raisa memicing tajam dan menaikkan sebelah alisnya. Kedua tangannya dilipat depan dada.
"Saya rasa diamnya anda sudah menjawab pertanyaan saya bahwa anda dan ayah anda dalang dibalik kematian ayah saya. Satu kata yang paling cocok untuk anda adalah..." Raisa sengaja menggantung pembicaraannya untuk menarik rasa penasaran lawan bicaranya yang awalnya songong itu.
"Apa memangnya?" tanya pria tersebut.
"Pengecut!" sindir Raisa dengan penuh penekanan.
Pria tersebut tampak sedang menahan emosinya. Harusnya yang emosi disini adalah Raisa tapi ternyata pria tersebut juga terpancing hanya dengan satu kata.
"Anda tidak tahu malu ya! Sudah menabrak ayah saya hingga beliau meninggal di tempat. Bukannya tanggung jawab malah melarikan diri dan mengendalikan semuanya dengan uang yang anda dan keluarga anda miliki. Tapi anda juga dengan teganya mau menjebloskan saya ke penjara kalau tidak mau menuruti perintah anda. Lucu sekali hidup ini ya!" seru Raisa dengan tawa yang renyah.
"Anda pikir saya mau-mau saja disuruh berlaku demikian? Setelah anda melarikan diri tanpa rasa peduli tanpa rasa kemanusiaan, terus anda datang kemari dengan ancaman ke saya apa yang anda perlukan sebenarnya? Apa yang anda cari? nabung itu nabung uang kek nabung emas, ini malah nabung dosa!" cecar Raisa tanpa ampun.
Pria tersebut mendengarkan dengan seksama semua kata-kata yang keluar dari mulut Raisa. Meskipun Raisa tampak seperti marah padanya tapi menurut pria tersebut marahnya Raisa terdengar lucu mengundang tawa tapi sebisa mungkin pria tersebut menahannya, untuk menghargai Raisa.
"Dilarang senyum-senyum! Saya ini sedang marah dengan anda kok malah senyam senyum sendiri!" bentak Raisa yang menatap nyalang pada kedua netra lawan bicaranya.
'Sedang marah saja cantik apalagi kalau senyum, tapi senyumnya mahal banget. Aku harus bisa menaklukkan hatinya meskipun tampak sulit bin rumit,' batin pria tersebut yang semula senyum-senyum sendiri berubah menjadi muka tembok.
"Apa yang anda cari sampai sejauh ini?" tanya Raisa kembali yang masih penasaran mengapa pria tersebut masih kekeh untuk melontarkan ancaman setelah Raisa mengetahui alasan dibaliknya.
"Nama kamu Raisa Anjani, dulu sekolah di TK Pertiwi dekat alun-alun kota Yogyakarta. SD di SDN Kota baru 1, SMP sampai SMA di Bandung, kuliah kedokteran di Jakarta dan London. Benar?" tanya pria tersebut mengalihkan pertanyaan dari Raisa.
Raisa terkejut dan matanya membola, 'Darimana dia tahu sedetail-detailnya aku tinggal dimana saja,' batin Raisa yang tak habis pikir dengan semuanya.
"Hmm, ternyata kamu penggemar berat saya ya! Sampai segitunya," cicit Raisa yang sebenarnya juga penasaran siapa pria tersebut, namanya saja dia tidak tahu.
"Ayahmu pensiunan perwira tinggi TNI 'kan?" tanya pria itu lagi dan ya, membuat Raisa semakin terkejut.
"Apa mau anda sebenarnya, sih?" Raisa sudah geram sekali dengan percakapan yang tak kunjung usai ini.
"Saya mau kamu, Raisa Anjani!" seru pria itu menatap dengan tatapan teduh bukan tatapan sengit lagi.
"Mau nebus kesalahan anda? Saya tidak pernah memaafkan orang yang telah andil dalam kecelakaan yang merenggut nyawa ayah saya!" teriak Raisa yang kesabarannya setipis tisu dibagi delapan.
"Saya tahu, saya yang salah dalam hal ini, karena saya gila tak mau dijodohkan dengan wanita pilihan keluarga. Saya tak mencintainya Raisa! Apa anda tak mengenal saya sama sekali? Apa anda tak mengingat saya sama sekali barang secuil pun?" tanya pria tersebut dengan wajah memelas.
"Saya tak mengenal anda, bagaimana saya bisa mengingat anda kalau saya sendiri tidak kenal Anda siapa. Lagian nih ya, situ yang dijodohin kenapa saya yang harus diribetkan dengan masalah anda sih! Kalau anda tetap dengan ancaman anda, saya juga bisa menuntut atas kematian ayah saya!"
"Silahkan tapi saya pastikan Dokter Raisa Anjani akan mendekam dalam jeruji besi lebih lama dan bukan hanya itu, anda juga kehilangan pekerjaan anda juga lisensinya!" ancam pria tersebut yang membuat kesabaran Raisa habis.
"Anda buta atau bagaimana? Tentang kecelakaan yang merenggut nyawa ayah anda tidak ada yang berani mengusutnya karena kekuasaan keluarga saya. Polisi pun tidak bertindak juga hanya alibi dalam proses penyelidikan terus. Tuntutan anda tidak akan bisa menembus saya dan keluarga yang ada anda sendiri yang akan berurusan dengan hukum. Pilihan hanya ditangan anda. Jika anda mau menikah dengan saya, saya pastikan anda tidak akan pernah kehilangan lisensi anda seumur hidup!" balas pria tersebut menatap dalam bola mata Raisa yang sudah berkaca-kaca.
Ya, Raisa tidak memiliki pilihan lain selain mengiyakan apa yang diminta oleh pria tersebut. Rasanya konyol tapi lagi-lagi dunia bercanda dengannya.
"Bagaimana? Deal?" tanya pria tersebut sambil tersenyum semirik. Menghela napas, Raisa meminta waktu untuk memikirkannya tapi lagi-lagi pria itu tidak memberinya celah untuk penolakan atau sekedar sebuah pertimbangan.
"Saya meminta tenggat waktu sebentar saja. Silahkan anda kembali nanti, saya harus visite sebentar lagi," dalih Raisa yang rasanya kepalanya mau pecah.
"Oke, saya akan kembali ke ruang rawat ayah saya dan saya tunggu jawaban anda hari ini juga!" peringat pria tersebut yang beranjak dari duduknya menuju ke pintu.
Pria tersebut keluar dari kantor Raisa. Raisa bisa bernafas lega, setidaknya beban yang sedari tadi dipikulnya terhempas lewat udara dari balik pintu. Belum sempat Raisa berbalik, pria tersebut kembali lagi dan mengulurkan tangannya, "Kenalkan namaku Rangga Dea Pramudita, panggil saja Rangga." Tangan itu masih terulur tidak disambut ramah oleh Raisa. Raisa hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis tak kentara.
Setelah mengenalkan namanya tapi tak disambut ramah oleh Raisa. Pria itu kemudian berpamitan dan menutup pintu kantor Raisa kembali. Raisa langsung terduduk lemas di kursi kebesarannya. Kepalanya rasanya cenat-cenut memikirkan nasibnya.
Tak lama kemudian, Dokter Gita masuk ke ruangan Raisa tanpa ketuk pintu. "Kebiasaan, tutup kembali pintunya!" peringat Raisa yang langsung dilakukan oleh sahabatnya itu.
"Maafkan aku sebelumnya, aku sudah mendengar semua pembicaraan kalian. Antara kamu dengan pria wali pasien yang kita operasi tadi. Bukan maksud menguping tapi ya sudah terlanjur sayang kalau tidak di cerna dengan baik," ucap Gita yang mendapatkan tatapan tajam dari Raisa.
"Kalau menurutku nih, iyain aja. Tapi kamu harus bermain cantik, agar dia luluh sama kamu. Rangga itu cowok culun yang dulunya selalu ngejar-ngejar kamu waktu SMP ingat kagak?" tanya Gita untuk mengingatkan Raisa akan sebuah masa lalu.
Tapi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Bonny Liberty
kenapa kaga di rekam pembicaraan annya,
2024-03-09
0
Yuki Nagato
Bahasanya keren abis.
2024-01-11
1