Mobil hitam melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibu kota menuju kediaman yang dirindukan.
Rudi dan Zuan duduk di depan, Zuan mengemudikan mobil pribadi milik Rudi.
Bukan karena tak punya, melainkan Rudi memang kebetulan sedang malas untuk menyetir.
"Permisi, Pak. Saya mohon izin beberapa jam kedepan. Adik saya hari ini pulang, saya akan menjeputnya di Bandara!" ucap Zuan memasuki ruangan atasannya. Rudi yang sedang duduk di kursi kebesarannya segera bangkit, mengenakan jaket hitam khas mereka. Merogoh kantong jaketnya. Kemudian melemparkan kunci mobilnya ke arah pemuda dihadapannya.
Dengan sigap Zuan berhasil menangkapnya.
"Kebetulan sekali, saya juga akan menjeput anak saya! Ayo, kau yang menyetir!" ucap Rudi saat melempar kunci tersebut.
\=\=\=\=\=
"Berapa lama kau disini, Adzka!" tanya Rudi membuka pembicaraan. Ia memalingkan wajahnya kebelakang. Dia dan Zuan duduk di depan, Zuan mengemudi. Sedangkan Adzka dan Juna di bangku belakang.
"Hanya sepuluh hari, Pak!" jawab Adzka.
"Setelahnya mungkin saya akan lama tidak pulang. Saya harus fokus agar bisa selesai sesuai target!" tambahnya lagi.
"Mantap! begitu anak muda, keren. Saya saja bangga, bagaimana lagi orang tuamu!" ucap Rudi takjup dengan pencapaian pemuda yang duduk di mobilnya itu. Bagaimana tidak, diusianya yang masih sangat muda, dia sudah menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang dokter dan sekarang sedang mengambil spesialis.
"Bisa di contoh itu semangatnya, Jun!" ucap Rudi.
"Juna!" panggil Rudi lagi, setelah ucapannya barusan tidak direspon sama sekali oleh putrinya.
"Dia pakai headset, Pak!" Adzka menyentuh bahu Juna dengan jari telunjukknya. Juna yang tersadar mengangkat dagunya. Sedangkan Adzka menunjuk ke arah depan.
"Iya, Pa! kenapa?" Juna membuka headsetnya.
"Gak ada, apa-apa!" ucap Rudi merasa kecewa. "Kenapa dia bukannya ngobrol dengan Adzka, malah mendengarkan musik!" Rudi merasa usahanya sia-sia.
Sejak dia melemparkan kunci mobilnya kepada Zuan, Rudi memiliki ide untuk membuat anak gadisnya dekat dengan Zuan. Tapi setelah melihat respon diantara kedua nya tadi, sama sekali tak memperlihatkan ketertarikan satu sama lain. Planningnya berubah. Saat Adzka datang dan melihat Juna, Rudi menangkap ada sesuatu dari mata Adzka. Seperti ada ketertarikan, walau ekspresi anaknya juga tetap sama seperti saat melihat Zuan.
\=\=\=\=
"Assalamu'alaikum!" Juna masuk kedalam rumah yang masih bercat hijau. Sama seperti empat tahun lalu. Hanya bedanya catnya masih terlihat baru. Mungkin lebaran kemarin baru saja di cat, pikirnya.
"Bunda!" Juna langsung menuju dapur, spot favorit semua ibu-ibu.
"Bunda!" Benar saja, Juna menemukan Cindy yang tengah menggoreng ikan.
"Ya, Allah. Anaknya bunda sudah pulang!" Cindy memegang kedua lengan Juna.
"Ini beneran, kan? Bunda gak mimpi kan?" Cindy menepuk-nepuk pipinya.
"Enggak, Bunda! Ini Juna, beneran!" Juna memeluk perempuan yang dirindukannya tersebut.
"Alhamdulillah, akhirnya pulang juga anak wedok ku!" ucap Cindy menyeka air di sudut matanya.
"Maafin bunda ya, Sayang!" ucap Cindy, mereka masih terus berpelukan.
"Udah dong, pelukannya. Papa dari depan mencium bau tak sedap dari arah sini!" ucap Rudi yang datang sudah memakai pakaian santai. Kaos oblong dengan celana training.
"Astaga, iya. Bunda lupa!" Cindy bergegas mematikan kompor, mengangkat ikan yang tadi di gorengnya. "Belum gosong sempurna kok. Masih bisa dimakan" ungkapnya merasa bersyukur.
"Kok abang gak bilang, Juna pulang hari ini?" ucap Cindy kepada suaminya.
"Biar surprise dong!" Rudi menyeringai.
"Ia, jadinya bunda gak masak apa-apa!" rengut Cindy, merasa tak enak, anaknya pulang tapi dia tidak bisa menyuguhkan makanan kesukaan anaknya.
"Santai, Bun! Juna akan disini terus kok, gak pergi lagi! Jadi, besok bunda bisa masak makanan kesukaan Juna! dan memang hari ini, Juna juga tidak mau makan dirumah." ucap Juna panjang lebar.
"Trus mau makan di mana? udah ada janji, siapa! siapa! kenalin ke Papa dong!" Rudi mengira Juna sudah punya janji dengan pacarnya.
"Papa kenapa sih? Juna belum punya pacar, Papa! kepikiran aja, enggak!" ucap Juna melengos, meninggalkan kedua orangtuanya naik menuju kamarnya.
"Kamar Juna masih utuh kan?" tanyanya menaiki tangga, membawa kopernya yang lumayan berat.
"Masih dong, Sayang. Setiap hari bunda bersihkan!" Cindy sedikit berteriak, karena Juna sudah hampir sampai ke depan pintu kamarnya.
Ckleek... knop pintu terbuka. Kamar bernuansa biru dengan ornamen origami yang menggantung di bagian atas, serta tirai glitter dan karpet berwarna ungu menghiasi kamar itu. Masih sama seperti dulu. Rudi dan istrinya tetap melestarikan keadaan kamar Juna seperti anak mereka itu masih berada bersama mereka.
Juna mengambil handuknya didalam koper yang di letakkannya diatas kasur. Kemudian membersihkan dirinya di dalam kamar mandi. Dengan menggunakan celana jins biru dengan baju kaus lengan panjang, Juna mengikat rambutnya, menambahkan ciput rajut ke atas kepalanya. Kemudian menutup seluruh kepalanya dengan jilbab berbahan sutra berwarna hitam.
"Bunda, Juna pergi dulu, Ya!" Cindy dan Rudi yang masih berada di dapur, saling menatap satu sama lain.
"Baru nyampe rumah, udah mau pergi lagi?" Suara Rudi sedikit meninggi.
"Papa...." Juna memeluk Papanya, mencoba meredakan amarah sang ayah yang sudah mulai terasa.
"Besok sahabat Juna menikah, Papa. Hari ini Juna ingin menemuinya, sebentar juga gak apa-apa! boleh ya, Pa. Juna sudah rindu sekali! Papa... boleh ya, Papa!" Juna merayu Rudi, masih tetap memeluknya manja.
"Nginap?" Rudi menaikkan kedua alisnya.
"Kalau boleh!" dengan cepat Juna menjawabnya.
"Enak aja! gak boleh. Besok kesana lagi. Papa juga di undang kok!" balas Rudi yang tak mengijinkan anaknya itu menginap dirumah sahabatnya.
"Oke deh, Papa!" di izinkan pergi saja Juna sudah sangat senang. Dia mengambil gawainya dalam tas.
"Juna pesan taxi online ya, Pa!" Juna mulai membuka aplikasi berwarna hijau yang ada di handphonenya.
"Gak usah, biar Zuan yang antar!" Rudi menempelkan benda pipih miliknya, beberapa detik kemudian telah terjadi percakapan diantara mereka.
"Tunggulah sebentar, Zuan masih di kantor!" ucap Rudi meletakkan hapenya, menyeruput kopi yang sudah mulai dingin diatas meja.
"Zuan-Zuan lah, yang penting aku sampai kesana!" gumam Juna dalam hati.
Di tempat lain, Zuan sudah mengemudikan mobil milik Rudi keluar dari parkiran kantor, menuju rumah atasannya itu.
Dengan Headset bluetooth yang dikenakannya terlihat dia berbicara dengan seseorang.
"Ka, ikut gak? aku otw jeput Arjuna mu! mau ngantar dia ke rumah sahabatnya!" Zuan berbicara dengan sesorang.
"Duh, aku capek banget. Lagipun Mama pasti tak mengijinkan, kalau tau aku pergi bersama Arjunaku! kau kan tau Mama gimana!" ucap laki-laki yang di telepon.
"Ya sudah lah. Semoga dia tak jatuh cinta padaku!" Zuan mematikan panggilan dengan seulas senyum penuh arti.
"Heh!" laki-laki itu tampak marah karena panggilan itu sudah berakhir.
"Awas saja kalau kau berani!" umpatnya meninju samsak yang tergantung di balkon kamarnya.
ZUANDRIKA SAFAR
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nur Atikah
nahhh kan gagah...kebanyakan visual novel oppa2 korea..tapi gak tau kenapa akuh suka yg lokal..lebih gagah..hahaha
2021-07-30
1
Fitriyani
aaah.....
maniiis bangeet si zuan.......😘
2021-03-06
2
Aminuddin Marpaung
Pak Polisi ganteng...
2020-11-30
0