Terjebak Cinta Brondong
Gadis kurus tinggi langsing itu, bangun kesiangan. Secepat mungkin dia bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 10 menit, gadis itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit badannya, mencari baju yang akan di kenakan di dalam lemari pakaiannya. Susunan pakaian itu tak lagi rapi. Seperti orang yang sedang emosi, gadis itu membongkar semua isi lemarinya.
"Kenapa tidak ada! bukannya kemarin sudah di cuci!" dia mencari seragam kerjanya. Hari ini dia harus bergegas pergi bekerja, karena akan kedatangan direktur rumah sakit yang baru.
Akhirnya dia menemukan seragamnya tergantung dibalik pintu.
"Astaga, berarti aku mencucinya satu minggu yang lalu." Juna menepuk jidatnya hingga meninggalkan bekas merah disana.
"Aw" dia mengelus sendiri keningnya yang lebar.
"Pakai saja lah, dituang parfum sebotol juga wangi!" ucapnya menyeringai. Menyemprotkan minyak wangi ke sekeliling tubuhnya. Kemudian mengambil tasnya memasukkan beberapa alat make up dan sisir, tak lupa satu buah plastik toko yang dilipat rapi, tak terlalu tebal. Tapi pasti di dalam plastik itu ada sesuatu. Dia selalu membawanya tapi hanya sekedar dibawa saja, tak pernah dibuka apalagi di pakai.
Dia mengambil gawainya yang masih di isi daya. Beberapa menit di sibukkan dengan memainkannya.
"Oke beres!" ucapnya keluar dari kamarnya
Setelah lulus menyandang sarjana Farmasi, gadis itu melanjutkan pendidikannya untuk menjadi Apoteker. Dan sekarang dia sudah bekerja di sebuah rumah sakit di kotanya.
Perempuan itu setengah berlari menuruni tangga rumahnya.
"Pagi, Pa! Bunda! Hallo jelek!" sapanya kepada adik kecilnya Juni. Juni yang sedang sarapan mengacungkan jempolnya. Sudah hal yang biasa mendapat sapaan seperti itu dari kakak tersayangnya, Juni menganggap itu panggilan sayang dari Juna untuknya. Dia tidak akan pernah nakal lagi, karena kalau dia nakal kakak kesayangannya itu akan pergi lagi meninggalnya seperti sepuluh tahun yang lalu.
"Sarapan dulu, Kakak! paling tidak duduklah minumnya." ucap Bunda Cindy, melihat anak sambungnya yang minum susu dalam keadaan berdiri.
"Gak sempat bun! Sudah terlambat!" Juna menempel mulutnya dengan tissu, kemudian membukanya kembali dengan hati-hati, bukan hanya bekas susu yang menempel dipermukaan bibirnya yang hilang, melainkan lipstik merah meronanya juga ikut memudar. Dia mencium bunda dan papanya, juga Juni yang masih asik menghabiskan roti bakarnya.
\=\=\=\=
Itu adalah ritual setiap pagi. Karena susahnya tidur malam alias insomnia, aku jadi selalu bangun kesiangan. Sifat pemalasku masih selalu setia bersamaku, kalau saja bunda tidak ada, mungkin aku tidak akan memperdulikan penampilanku. Dari ujung kaki sampai kepala, bunda selalu mengurusnya, tak jarang omelannya selalu menjadi alarm pengingat setiap kali aku tidak mau memakai deodorant, jorok kan? itulah aku.
Tapi setelah aku memutuskan untuk kuliah dan tinggal bersama mama di Makassar aku tak lagi mendengar omelan bundaku. Sampai saat ini aku tinggal kembali bersama papa dan bunda pun, aku tak pernah lagi diomelin oleh bunda. Bunda membiarkan ku, aku bertindak semauku sekarang. Bukan karena bunda tak perduli lagi kepadaku, tapi kata bunda aku sudag dewasa sekarang. Ya, bunda Cindy adalah ibu tiriku, papa dan mamaku bercerai saat usiaku masih kecil, mama memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, sedangkan aku tetap tinggal bersama papa.
Beberapa tahun berlalu, aku dan papa hidup berdua saja, tanpa ada figur ibu dalam hidupku. Papaku menjadi ayah sekaligus ibu buatku, papa selalu ada untukku. Jadilah aku seorang gadis kecil yang tangguh, gak cengeng dan juga tomboy.
Semua pekerjaan laki-laki lebih suka ku lakukan dari pada menjadi anak perempuan yang manis yang selalu menangis jika di ganggu oleh anak laki-laki.
Semuanya berubah, saat perawat cantik bernama Cindy Malinda merawat ayahku saat kecelakaan dulu. Saat melihatnya ada perasaan yang tak bisa ku lukiskan, aku merasakan keluarga ku lengkap bersama dengannya. Waktu itu aku memanggilnya dengan sebutan "Kakak" badannya yang tak terlalu tinggi dan wajahnya yang cantik membuatku canggung untuk memanggilnya tante.
Singkat cerita, gayung bersambut. Papa ku dan wanita yang kupanggil kakak itu menikah, dan saat itu dia menjadi Bundaku!
Juna wati, S.Farm, Apt. Itulah aku, Sosok gadis yang sangat periang namun menyimpan luka mendalam. Umurku sudah 29 tahun. Usia yang terbilang matang untuk seorang perempuan. Bahkan terhitung "tua" di kalangan pecinta nikah muda bukan?
Dari perceraian orang tuaku aku tak percaya cinta itu membawa kebahagiaan. Cinta itu hanya akan menyebabkan pertengkaran yang berlarut-larut, tak bisa diselesaikan kecuali dengan perpisahan, seperti layaknya pertempuran walaupun ada yang menang tapi tetap menyisakan sakit yang membekas. Walaupun mereka berpisah secara baik-baik, tapi sebagai korban dari keputusan yang mereka buat, memberikan efek trauma dalam hidupku.
Karena itulah, aku masih betah "Sendiri" dalam usiaku yang sekarang ini. Teman-teman ku sekolah semuanya sudah menikah bahkan anak mereka sudah ada yang duduk di bangku Sekolah menengah pertama.
Hari-hariku ku habiskan dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Pergi pagi pulang petang! seperti itik ya. Tapi aku lebih senang seperti ini, setelah pulang kerja aku hanya diam dirumah, bermain bersama adik kecilku Juni, yang saat ini sudah duduk dibangku SMP. Aku merasa berdosa, saat dulu meninggalkannya. Dia termasuk orang yang paling sedih, saat aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ku di luar pulau, selain Papa. Ini saatnya aku menebus semuanya. Aku tak akan meninggalkannya lagi.
Tapi ternyata papa dan bunda mengkhawatirkan ku. Berbagai cara dilakukan mereka, mulai dari mengenalkan ku dengan anak teman mereka, guru lesnya Juni dan banyak lagi, namun semuanya tak ada yang berhasil. Setelah melalui tahapan-tahapan yang ku rasa "aneh" itu. Akhirnya mereka bisa merasa lega.
"Baiklah, Juna mau menikah!"
Tak pernah terpikir olehku, kata-kata itu keluar dari mulutku, entah apa yang ada di fikiranku saat itu.
"Perempuan punya masa emas untuk mempunyai keturunan, Nak? ada istilah resiko tinggi, jika nanti kau mengandung dalam usia yang tak lagi muda. Apa kau mau terus sendiri begini? Bunda, Papa, dan Mama tak selamanya ada di dunia ini!" aku teringat ucapan bunda saat itu.
Cinta itu belum ada di hatiku, aku hanya sekedar sayang kepadanya. Ya, hanya sayang. Usia kami yang terpaut enam tahun membuatku merasa canggung memanggilnya dengan sebutan "Abang".
"Kalau halal nanti, aku akan mencoba mencintaimu!" itu ucapanku saat meminta waktu berdua dengannya saat dia datang memberanikan diri melamarku.
"Iya, aku akan membuatmu cinta kepadaku!" ucapnya mantap saat kedua manik mata kami bertemu. Ada perasaan aneh yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Walau aku masih berusaha menghindarinya.
Inilah kisahku, Menemui laki-laki yang katanya sudah dari dulu mencintaiku, haha... hal yang lucu menurutku. Katanya dia mencintaiku saat dulu aku mengambilkan layangannya yang tersangkut di atas pohon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lestary Sudaryanto
.m
t y q
2021-08-22
0
Anasstasia Karni
kayaknya bikin penasaran dari ertama bacanya
2021-08-01
1
🍃🥀Fatymah🥀🍃
Hadir kak 🤗
Salam kenal dari MAYLEA SI GADIS MASA DEPAN
2020-12-02
1