Beberapa minggu berlalu. Lyra sudah terbiasa dengan pekerjaannya di dalam mansion. Tugas membersihkan seluruh mansion bukan pekerjaan yang mudah. Liam adalah seorang yang sangat sensitif, perfeksionis dan menurut Lyra sepertinya majikannya itu mengidap OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Liam adalah seseorang yang gila kebersihan. Seluruh penjuru mansion itu harus dipastikan bersih, barang-barang juga harus tertata rapi dan dalam keadaan mengkilap. Hal itu mengharuskan Lyra untuk memastikan seluruh mansion ini bersih tanpa setitik debu pun setiap harinya.
Saat ini Lyra sedang berada di dapur dengan Bi Mirah, mereka sedang menunggu Liam yang masih belum pulang. Laki-laki itu hari ini terlambat pulang dari jam biasanya. Jam sudah menunjukkan setengah sepuluh malam. Liam sudah mengabari Bi Mirah jika dia akan pulang terlambat, dan meminta untuk disiapkan makan malam karna meski pulang larut laki-laki itu akan tetap makan malam di rumah, dia tidak suka makan di luar kecuali terpaksa, jika dia harus menghadiri acara penting atau bertemu klien.
Lyra sedari tadi sudah bolak balik dari mansion ke paviliun untuk memeriksa keadaan putrinya yang sudah tertidur. Semoga saja majikannya itu segera pulang.
“Itu mobil Tuan Liam.” Lyra berseru kala matanya menangkap cahaya dari lampu mobil yang hendak masuk ke gerbang mansion melalui jendela besar dapur.
“Sebaiknya kau sajikan makanannya di atas meja, biar Bibi yang ke depan,” ucap Bi Mirah yang diangguki oleh Lyra.
Sepeninggalan Bi Mirah, Lyra segera menyajikan makan malam di atas meja makan, meletakkan piring gelas serta alat makan lainnya.
Tidak berapa lama kemudian Liam datang dari arah depan diikuti oleh Bi Mirah di belakangnya dengan membawa jas serta tas kerja laki-laki itu. Lyra hendak bergerak menarik kursi untuk diduduki oleh Liam namun laki-laki itu segera mengangkat tangannya memberikan isyarat menolak. Lyra pun mengangguk.
“Bi Mirah,” panggil Liam pada Bi Mirah yang hendak beranjak menuju ruang kerjanya meletakkan tas kerja Liam.
“Ya Tuan?” Jawab Bi Mirah sembari berbalik.
“Bibi bisa beristirahat, biarkan dia yang membereskan sisanya.” Setelah mengatakan itu Liam pun meraih sendoknya dan mulai menyantap makan malamnya.
“Baik Tuan, terima kasih.”
Bi Mirah pun berlalu dari sana, meninggalkan Liam yang menyantap makan malamnya dengan tenang dan juga Lyra yang beranjak menuju dapur.
Seperti biasa Liam makan dengan tenang, duduk di ujung meja panjang yang seharusnya cukup untuk dipakai oleh sepuluh orang. Lyra tidak habis fikir bagaimana majikannya itu bisa makan dengan suasana seperti itu. Melihat kursi-kursi kosong berjejer seperti itu Lyra rasa sudah cukup menghilangkan nafsu makan. Apakah laki-laki itu tidak kesepian? Seharusnya dia sudah cukup matang untuk menikah dan memulai keluarga baru, mansion ini terlalu luas untuk ditinggali sendirian.
Lima belas menit setelahnya piring di hadapan Liam sudah terlihat kosong namun laki-laki itu belum beranjak dari kursinya. Lyra ragu apakah dia harus kesana dan membereskan piring bekas makan malam Liam atau dia harus menunggu laki-laki itu beranjak dari sana, biasanya laki-laki itu akan langsung bangkit dari kursinya jika sudah selesai makan.
“Lyra...” Liam memanggil dengan mata fokus pada ponsel di tangannya.
Mendengar namanya dipanggil Lyra segera beranjak mendekat pada meja makan. “Ada apa Tuan?” tanyanya.
“Bereskan ini,” perintah Liam.
“Baik Tuan,” jawab Lyra dengan patuh. Dia mulai mengangkat piring dan gelas serta wadah tempat lauk pauk di atas meja.
Setelah meja makan sudah kosong dari piring dan gelas kotor, kini yang Lyra lakukan harusnya mengelap meja, namun karna Liam masih duduk di kursinya, perempuan itu jadi ragu-ragu, dia memegang kain yang akan digunakan untuk mengelap meja ditangannya dengan sedikit gugup, takut membuat kesalahan dan membuat Liam marah. Tapi Lyra harus segera menyelesaikan ini, dia harus segera pulang ke paviliun.
“Permisi Tuan,” ucap Lyra, dia mulai menyapukan kain di atas meja kaca di depan Liam.
Liam pun mengangkat wajahnya dan menatap Lyra yang memandangnya takut-takut. Laki-laki itu sedikit mengangkat tangannya dari atas meja agar Lyra dapat menyeka meja di hadapannya.
Posisi Lyra yang berdiri tidak jauh darinya membuat Liam bisa dengan mudah menghirup aroma tubuh perempuan itu. Lyra terlihat sedikit kesusahan menyeka meja dengan memanjangkan tangannya sembari menjaga jarak dari Liam.
Liam menghirup nafasnya dengan tenang, matanya terlihat fokus pada layar ponsel di tangannya namun sebenarnya fokusnya ada pada perempuan di sampingnya, pada aroma tubuh perempuan itu.
Sebisa mungkin Liam menangkap aroma Lyra untuk menebak, dia tidak pernah mencium aroma semanis ini sebelumnya. Namun sekeras apa pun Liam mencoba dia tidak bisa menebak. Apa itu aroma lotion? Sabun? Atau parfum yang digunakan perempuan itu? Namun dia ragu aroma itu berasa dari produk-produk tersebut, perusahaannya juga memproduksi parfum juga produk-produk pengharum lain dan tentu saja Liam sangat hafal dengan aroma-aromanya meski itu bukan dari merek milik perusahaannya.
Setelah memastikan meja makan sudah kembali bersih, Lyra pun beranjak ke dapur untuk mencuci piring dan membereskan beberapa alat-alat dapur yang sudah digunakan.
Liam masih belum beranjak dari duduknya, pandangan matanya kini terpaku di dapur, laki-laki itu kini menatap pada Lyra yang sedang memunggunginya. Rasa penasaran yang membuncah membuat Liam tidak sadar bahwa kini Lyra sedang menatapnya bingung.
Lyra kemudian menghampiri Liam setelah pekerjaannya di dapur selesai. “Pekerjaan saya sudah selasai Tuan, apakah saya sudah boleh kembali ke paviliun?” tanya Lyra. Sebenarnya dia tidak tau apa dia perlu menanyakan itu namun karna Liam sedari tadi menatapnya, dia memilih bertanya, bisa saja Liam hendak menyuruhnya melakukan hal lain.
Liam mengangguk, laki- laki itu kembali menatap ponselnya, berpura-pura fokus pada benda pipih itu.
Setelah sampai di paviliun Lyra segera membersihkan diri, bersiap untuk tidur, putrinya sudah tertidur dengan lelap di atas kasur. Lyra membelai kepala putrinya dengan sayang, sejujurnya dia sangat merasa bersalah karna selalu meninggalkan putrinya itu sendirian, namun dia tidak punya pilihan lain. Dia beruntung Sofia tidak terlalu rewel, bahkan putrinya itu cenderung mencoba untuk mandiri.
“Terima kasih sudah menjadi anak yang kuat sayang,” ucap Lyra sambil merebahkan badannya dan memeluk tubuh putrinya dengan hangat.
***
“Mama...”
“Mama bangun...”
Dengan pelan Sofia berusaha membangunkan Lyra yang masih tertidur lelap. Sekarang masih pukul dua dini hari. Lyra menggeliat dari tidurnya dan segera membuka mata kala mendengar suara Sofia.
“Ada apa sayang?” tanya Lyra. Dia segera duduk dan memeriksa suhu tubuh putrinya. Masih normal.
“Sofia mimpi dikejar monster.” Sofia merengek sambil masuk ke dalam pelukan Lyra.
“Sudah tidak apa-apa, monster itu hanya ada di mimpi, itu bukan kenyataan. Jadi Sofia tidak perlu takut, ada Mama di sini. Sekarang Sofia tidur lagi ya,” ucap Lyra mencoba menenangkan Sofia.
“Mama, teddy bear Sofia menghilang.” Sofia bergerak gelisah menyadari boneka kesayangannya itu tidak berada di sekitarnya.
Mendengar itu Lyra segera menyalakan lampu kamar dan ikut mencari ke seluruh penjuru kamar, namun boneka yang dimaksud oleh Sofia sama sekali tidak ditemukan.
“Terakhir Sofia letakkan di mana?” Tanya Lyra pada putrinya yang terlihat gelisah. Sofia mengerutkan alisnya mencoba mengingat di mana terakhir kali dia memegang boneka kesayangannya itu.
“Sofia terakhir main di teras saat menunggu Mama,” jawab Sofia.
“Yasudah, Mama akan cari di teras, Sofia tunggu di sini ya..”
Lyra bergegas keluar menuju teras paviliun untuk mencari boneka kesayangan Sofia tersebut. Itu adalah boneka pemberian Harris kepada Sofia saat gadis kecil itu merayakan ulang tahunnya yang ke tiga. Karna merupakan satu-satunya hadiah pemberian Papanya, boneka teddy bear itu menjadi favorit Sofia di antara bonekanya yang lain.
Benar saja, teddy bear yang dimaksud oleh Sofia benar-benar tertinggal di kursi teras. Lyra pun segera mengambil boneka berwarna coklat tersebut.
Saat akan kembali masuk ke dalam paviliun, mata Lyra tidak sengaja melihat ke arah lantai dua mansion, di mana kamar Liam berada. Lampu itu tidak dimatikan lagi. Sebelumnya Lyra juga melihat jika lampu di kamar Liam tidak dimatikan. Padahal menurut Bi Mirah, majikannya itu tidak akan bisa tidur dengan lampu menyala. Apa Liam masih belum tidur?
Tak ingin terlalu penasaran dengan kehidupan Liam, Lyra pun bergegas masuk ke dalam paviliun, Sofia sedang menunggunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Vannya.bee@gmail.com Septiani.bee
akn jth cinta g ya Liamnya k Lyra?
2024-05-26
0