BAB 2

Siang ini, Olivia ada jadwal belajar di kampus. Ia berjalan dengan beberapa buku di lengannya. Rambutnya terurai berterbangan terkena angin, sepertinya cuaca sedang tidak bagus hari ini. Untung saja ibunya sudah diperbolehkan pulang kemarin, itupun karena keinginan ibunya sendiri untuk dirawat di rumah.

Olivia tidak bisa menolak keinginan ibunya untuk dirawat di rumah. Jadi, ia meminta pada dokter yang menangani ibunya di rumah sakit untuk memperbolehkannya pulang. Dokter mengijinkannya dengan beberapa syarat.

Olivia menatap gedung kampus didepannya, memperhatikan kanan kiri dan menyebrang. Ia berjalan dengan santai, sesekali bersenandung ringan. Kakinya tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Ia mendengar suara tertawa di belakang, Olivia bangkit, membersihkan debu ditubuhnya dan mengambil kembali buku-buku yang berserakan.

Ia berdiri dan menatap beberapa wanita yang menatapnya dengan sinis.

"Rasain, siapa suruh kamu suka sama kak Alex. Pakek nyatain cinta lagi"

Wanita itu berkata dengan sinis, menatap Olivia dengan senyum meremehkan.

"Kamu itu tidak pantas sama kak Alex, sebaiknya jauh-jauh deh dari kak Alex. Awas saja kalau masih berani deketin"

Teman disebelahnya juga

ikut-ikutan memperingatinya.

"Oh iya, bagaimana keadaan ibu kamu? Pasti sakit ya semalam?"

Wanita itu berkata dengan seringai disudut mulutnya. Olivia mengerutkan dahinya. Ia menatap curiga pada wanita didepannya.

"Jangan bilang kamu yang membayar preman itu untuk melukai ibu aku!?"

"Iya! Memang kenapa?"

Wanita itu menjawabnya dengan santai, acuh tak acuh.

"Kalau kamu benci sama aku, seharusnya kamu tidak melibatkan ibu aku didalamnya"

Olivia mengepalkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah. Seandainya ia bukan berada di daerah kampus, pasti tangannya sudah melayang ke wajah wanita didepannya.

"Terserah aku, itu masih belum seberapa. Kalau kamu masih berani mendekati kak Alex lagi, aku akan mengeluarkan kamu dari kampus ini"

Wanita itu berkata sombong, tertawa bersama teman-temannya.

"Oke, bahkan sebelum kamu usir pun, aku sudah ingin mengundurkan diri dari sini"

Olivia mengatakannya dengan percaya diri.

"Bagus kalau kamu sadar"

Wanita itu akhirnya pergi dari hadapan Olivia, meninggalkan Olivia yang masih setia berdiri di tempat awalnya. Ia kehilangan mood belajarnya dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke gedung belakang kampus.

.....

Di gedung belakang kampus tergolong sunyi, hanya ada pepohonan besar yang rimbun. Lantai gedung terlihat bersih walaupun jarang dibersihkan. Ia berjalan dipinggir lantar dan memutuskan untuk duduk.

"Aku harus cari kampus lain sekarang"

"Kalau kamu menyerah itu tandanya kamu pengecut"

Sebuah suara dingin tiba-tiba masuk ke dalam telinganya, Olivia memutar kepalanya untuk mencari sumber suara. Matanya terpaku pada sosok laki-laki yang masih berbaring di lantai dengan mata yang masih tertutup.

Ia menatap wajah tampan laki-laki yang masih tertidur, karena sadar akan diperhatikan oleh wanita di depannya. Pria itu membuka matanya dan bangkit dari tidurnya. Pria itu menatap tajam Olivia.

"Aku Allano"

Melihat keterdiaman wanita didepannya, Allano membuka suara untuk mencairkan suasana tegang itu.

"Olivia"

Olivia membalas salam perkenalan pria dihadapannya.

"Aku sudah tau namamu, kau langsung terkenal dalam sehari gara-gara pernyataan cintamu"

Allano menggaruk rambutnya yang tidak gatal, tersenyum tipis disudut bibirnya.

"Seharusnya aku tidak perlu mengatakannya"

Olivia menjawab kalimat pria itu dengan nada pelan. Menyadari nada yang tidak menyenangkan datang dari wanita didepannya, Allano memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan.

"Ini"

Allano memberikan selembar kertas kepada Olivia. Olivia mengambilnya, memperhatikan kata-kata yang tertulis di atas kertas.

"Apa ini?"

Kalimat pertama kali yang ia baca di kertas itu adalah "Beasiswa+Biaya Hidup+Biaya Tempat Tinggal". Judul di kertas sangat menarik perhatian Olivia. ia menatapnya dengan mata berbinar.

"Aku pikir kau lebih membutuhkannya saat ini, aku menemukannya di selokan kemarin"

Allano menjawabnya dengan asal. Pria ini sepertinya sangat suka berbuat jahil kepada orang lain, benar-benar mengesalkan.

"....."

Menyadari keheningan sekitar, Allano memutuskan untuk bangkit dan pergi. Meninggalkan Olivia seorang diri.

"Bercanda. Aku akan pergi sekarang"

Olivia mengabaikannya, matanya fokus membaca seluruh isi kertas. Ada beberapa hal yang membuatnya bingung dari keterangan isi kertas itu. Kemudian ia memutuskan untuk bertanya dengan wakil dekan.

.....

Disinilah Olivia berada, Lantai 5 ruang dekan. Untungnya lift bisa digunakan (biasanya khusus untuk tamu), jika tidak maka ia tidak punya pilihan lain selain menaiki tangga. Menaiki tangga sampai lantai 5 bukan langkah yang mudah, belum sampai ke ruang, ia sudah kehabisan nafas.

Tok....tok...

Agar terlihat sopan, ia mengetuk pintu terlebih dahulu. Hingga suara didalam menjawab, barulah ia memutuskan untuk masuk.

"Masuk"

Olivia masuk kedalam, tidak lupa menutup pintu kembali. Saat akan berbalik ia dikejutkan oleh sesuatu yang sangat ingin ia hindari. Ia ingin segera melarikan diri sekarang, tapi itu pasti terlihat tidak sopan. Ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya, duduk disebelah pria itu. Pria itu masih belum menyadari kehadirannya, karena masih sibuk menulis dihadapannya wakil dekan.

"Olivia?, Ada apa kamu datang kemari"

Wakil dekan berkata dengan terkejut. Wakil dekan merupakan teman dekat ayahnya saat masih di sekolah menengah. Tentu saja ia mengenal nya dengan baik.

"Ada yang ingin saya tanyakan kepada ibu"

"Apa itu?"

Olivia mengeluarkan selembar kertas yang diberikan oleh Allano tadi dari tasnya. Kertasnya agak terlihat kusut karena terlipat.

"Teman saya memberikan kertas ini pada saya, setelah saya melihat isi kertasnya, ada beberapa hal yang saya tidak mengerti"

Wakil dekan mengambilnya dan membacanya sekilas.

"Isi kertas ini memang asli dan kampus yang ditujukan kebetulan bekerjasama dengan kampus ini. Makannya seandainya kamu ingin mendapatkan beasiswa untuk bisa melanjutkan dikampus tujuan, maka kamu harus lulus ujian di kampus ini"

Olivia berpikir sebentar, Tes Masuknya cukup terbilang sulit. Untuk bisa mendapatkan beasiswa di kampus tujuan, harus mengikuti ujian dikampus ini bulan depan. Ujian di kampus ini cukup sulit, banyak mahasiswa yang tidak lulus.

"Tapi saya tidak melihat jadwal ujian yang tertulis didalamnya?"

Olivia yang awalnya tidak mengetahui kalau ada ujian langsung berkecil hati.

"Iya, sepertinya ada kesalahan didalam percetakan. Sebentar ibu ambil kertas yang baru di revisi"

Wakil dekan pergi, setelah itu keheningan melanda. Pria disebelahnya masih sibuk menulis. Pria itu bahkan tidak menoleh atau menatapnya sebentar. Mungkin benar, menyatakan perasaannya pada pria ini seharusnya tidak pernah ia lakukan. Walaupun secinta apa pun dia dengan laki-laki ini.

Setelah wakil dekan datang, ia memberikan kertas yang baru saja dibawahnya. Olivia mengambilnya dengan sopan dan keluar ruangan setelah berpamitan. Meninggalkan ruangan tanpa menyapa laki-laki itu sedikitpun.

.....

Alex tidak tuli sedikitpun, sejak awal wanita ini datang, ia sudah mengetahuinya. Mengetahui dari nama yang disebutkan oleh wakil dekan. Bahkan saat wanita itu duduk disebelahnya, ia masih berpura-pura untuk melakukan kegiatannya sendiri, tanpa mempedulikan wanita disampingnya.

Sampai ketika, kalimat "Beasiswa di kampus lain" terucap, ia terdiam, menghentikan kegiatan menuliskannya untuk sesaat. Matanya masih enggan menatap wanita disebelah, tapi telinga dan pikirannya fokus pada wanita disebelahnya.

Kalau wanita ini membahas Beasiswa di kampus lain di ruang wakil dekan, itu menandakan kalau wanita ini memiliki niat untuk pindah ke kampus lain. Alex sudah mengetahui isi kertas itu, karena ia yang mencetak revisinya kemarin. Isi kertasnya terbilang cukup menguntungkan, terutama bagi mahasiswa yang terkendali biaya.

Tapi ia tidak pernah berpikir kalau wanita disebelahnya akan tertarik. Saat wakil dekan pergi pun, wanita ini masih diam. Apakah dia berpura-pura untuk tidak mengenalku? Tapi aku tidak peduli sedikitpun! Seharusnya aku senang karena wanita ini tidak akan mengangguku lagi.

Sampai setelah wakil dekan datang kembali, suasana ruangan mencair. Wanita itu menerima kertas yang diberikan wakil dekan dan pamit untuk undur diri. Setelah kepergiannya, Alex hanya menatap pintu yang sudah tertutup. Menandakan bahwa wanita yang mengusik dirinya sudah hilang.

...Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!