“Coba tebak cewe apa cowo?”
“Cowo."
“BENER JE, KO BISA NEBAK SI?”
Elena heboh sendiri dan masih terheran. Padahal Jemima hanya asal menebak saja dan tadi menambahkan kata "mungkin" di hatinya. Namun, karen respon Elena yang kelihatan begitu terkejut hingga pupil matanya membesar mau tak mau membuat Jemima menertawakan temannya itu. Kemudia, tiba - tiba saja pintu dibuka oleh seseorang dari luar, seketika perhatian seluruh orang di ruangan itu melihat ke sana.
“Itu pasti orang yang kita omongin barusan Je! Insting seorang Elena ga akan salah kali ini,” ujar Elena sambil menutup mulutnya karena tidak sabar ingin teriak.
“Selamat pagi semuanya,” sapa laki-laki tersebut. Saat Jemima menoleh ke sumber suara, betapa terkejut dirinya.
“Ka Joy?”
“Jemima?”
Keduanya sama-sama tidak menyangka akan berada di satu kantor yang sama. Hampir semuanya memperhatikan ke arah Joy dan Jemima. Mungkin mereka bingung, mengapa keduanya saling mengenal. Jemima menatap ke arah Elena yang sudah tidak heboh. Tatapan Elena seakan-akan menyuruh Jemima untuk menceritakannya nanti.
“Hai Je! Kita ketemu lagi,”
“Hai juga Ka! Ga nyangka banget bakal ketemu di tempat kerja,”
“Oh iya, Kaka di sini jadinya ngekost atau gimana?”
“Ga ngekost Je. Aku masih tinggal di rumah yang dulu,”
“Oalah, gimana tadi nyari alamat kantor ini susah ga Ka? Atau nyasar dulu wkwkwk”
“Parah ngeledek gitu Je. Aku ga terlalu susah sih nyari alamatnya, tapi berkasnya hampir aja ketinggalan,”
“Makanya jangan buru-buru Ka. Santai aja,”
“Siap Je siap,”
“Baju sama celana punya si Marcel bakal aku balikin nanti sore ya Je. Sekalian pulang bareng mau?”
“Aku bawa motor Ka, paling nanti Kaka ngikutin di belakang aja,”
“Oke oke.”
“Aku mau liat meja dulu ya Je, Semangat kerjanya!”
“Semangat juga Ka!”
Elena melihat ke arah Jemima dengan senyum senyum. Ia bertanya mengapa Elena senyum seperti itu. Namun tak ditanggapi, justru pergi ke mejanya. Hingga jam makan siang tiba, barulah Elena kembali datang ke meja milik Jemima.
“Cie udah akrab banget ni ya,”
“Kenal dari mana sih Je?”
“Kita satu SMA. Dia kakak kelas aku,”
“Oh satu sekolah dulunya, pantesan udah akrab.”
Jemima berdiri dari meja dan pergi bersama Elena keluar untuk mencari makan siang. Sebagai karyawan, keduanya sudah terbiasa dengan antrian yang panjang saat makan siang. Jemima memutuskan untuk membeli mie ayam seperti biasa. Kali ini Ia tidak mengajak berbicara teman makannya. Entah mengapa Jemima tiba-tiba kehilangan semangatnya dan tidak ingin membicarakan apapun saat ini.
“Kamu pake bumbu pedas ga Je?” Jemima hanya menggelengkan kepala.
“Ayo dong ceritain tentang si Joy Joy itu! Udah ga sabar nih.”
“Je.”
Tak ada jawaban apapun darinya. Elena melambaikan tangan di depan wajah Jemima. Tatapannya kosong, Ia pasti sedang melamun. Lalu Elena menepuk pundak Jemima, agar tersadar dan tidak melamun lagi. Ia sudah tersadar dan segera menyuapkan mie ayam ke dalam mulutnya. Elena sengaja tidak mengajaknya mengobrol, karena terlihat dari wajah Jemima yang berubah drastis. Padahal dirinya sudah tidak sabar ingin mendengarkan cerita. Sebagai teman yang baik, dia tidak mau mood temannya semakin buruk bila dipaksa cerita.
Jemima meneguk minumannya dengan tidak bersemangat. Tidak biasanya Jemima terlihat pendiam saat makan siang. Biasanya Jemima yang paling banyak berbicara, menceritakan semua hal yang ada di pikirannya. Elena menyimpulkan bahwa temannya sedang memiliki masalah yang tidak bisa diceritakan. Serba salah berada di posisi Elena. Jika dia bertanya “Ada masalah apa?” pasti akan membuat Jemima semakin tidak mau bercerita. Di sisi lain, jika dia tidak bertanya sama sekali. Elena takut dikira tidak peduli dengan temannya.
Waktu berlalu dengan begitu cepat. Jemima menyalakan handphonenya untuk melihat jam. Ia belum sempat melihat jamnya dengan benar, karena ada yang memegang pundaknya dari belakang.
“Kenapa Ka?”
“Ayo pulang bareng Je.”
“Emangnya sekarang udah jam berapa?”
Joy menyalakan handphonenya dan menunjukkan jam kepada Jemima.
“Oh iya udah jam 5.”
Jemima mengisyaratkan agar Joy menunggu sebentar. Ia langsung membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja. Tidak lupa juga berpamitan pada teman-teman yang lain.
“Guys kita pulang duluan ya!” seru Jemima dan Joy bersamaan seraya membuka pintu.
“Iyaa hati-hati di jalan kalian berdua” jawab yang lain dengan serempak dan juga melambaikan tangan.
Jemima menunggu kehadiran Joy di parkiran. Jemima heran, mengapa Joy bisa tertinggal. Padahal langkah kaki mereka hampir sama. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Ia melihat Joy berjalan sambil membawa dua helm. Jemima baru tersadar setelah melihat itu, kalau dirinya belum mengambil helm.
“Ini helm punya kamu kan?” tanya Joy memastikan. Dia takut salah mengambil helm.
“Iya bener. Sekali lagi makasih ya Ka,” jawab Jemima dan mengambil helm dari tangan Joy.
“Kok Kaka bisa tau ini helm punya aku? Terus tau darimana juga aku lupa ambil helm?”
“Kemarin aku liat helm ini di rumah kamu. Terus tadi kan kamu nyelonong aja ga ambil helm, jadi aku mikir itu punya kamu.”
Ia hanya menyengir dan menertawai betapa ceroboh dirinya. Sampai-sampai mengambil helm pun tidak ingat. Untung saja selalu ada Joy yang siap membantunya. Jemima mencoba melepas pengait helm miliknya, tapi Ia tampak sedikit kesulitan.
“Astaga Je. Di sini kan jelas-jelas ada aku, kenapa ga minta tolong aja?” kata Joy sembari meraih helm dan mengambil alih membuka pengaitnya.
Pengaitnya berhasil dibuka dan dikembalikan pada Jemima. Ia hanya tersenyum malu, karena merepotkan terus menerus. Joy membiarkan Jemima agar melajukan motornya terlebih dahulu. Dengan tujuan, supaya Ia bisa mengikuti sekaligus menjaganya dari belakang. Mereka melewati jalanan yang cukup ramai. Jemima tidak kesal, karena berhasil melihat senja yang begitu indah. Selama perjalanan, keduanya bersampingan dan mengobrol ringan. Walaupun ada sedikit hambatan yaitu sama-sama memakai helm. Sehingga sedikit sulit untuk mendengarkannya.
Menemukan Jemima adalah kebetulan yang paling baik di hidupnya. Joy sesekali melihat ke arah wajah Jemima yang fokus melihat jalan. Ia bersyukur bisa dipertemukan kembali di tempat yang sama dengannya. Ia sudah menaruh rasa kagum pada Jemima sejak SMA. Bukanlah waktu yang sebentar. Pikiran Joy tentang Jemima seketika buyar saat motor yang diikutinya tiba-tiba berhenti. Ternyata mereka sudah sampai di rumah Jemima.
“Ayo masuk dulu Ka.”
“Lain kali aja ya Je. Aku mau ke rumah saudara dulu,”
Joy mengambil pakaian Marcel kemarin dari bagasi motornya. Segera Ia berikan pada Jemima dan mengucapkan terima kasih.
“Aku pulang ya, sampein juga salam ke Bunda.”
“Hati-hati Ka!” seru Jemima seraya melambaikan tangannya.
Ia mengajak Joy untuk melakukan tos seperti saat ekskul dulu. Joy menuruti kemauan Jemima dengan mengepalkan tangannya. Setelah itu keduanya saling mendekatkan tangannya dan tos. Joy membunyikan klakson motornya dan langsung pergi dari perumahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
fauzi dmstra
seru seru, semangat thorr
2024-01-22
1
argya
joy pengganti candra kayaknya
2024-01-13
2