Hujan mulai turun di saat keduanya masih di pintu gerbang perumahan. Alhasil mereka sampai di rumah dengan basah kuyup. Jemima segera turun dari motor dan mengajak Joy masuk. Karena sore ini anginnya benar-benar kencang, untungnya dia tidak menolak. Sesudah motornya terparkir di garasi, mereka masuk ke dalam rumah. Bunda yang berada di ruang tamu langsung heboh menyambut kehadiran putrinya dan Joy.
“Aduh si Mima, tunggu di sini! Bunda mau ambil handuk dulu buat kalian berdua.”
“Makasih banyak ya Ka udah mau anter. Maaf banget udah bikin repot, Ka joy jadi kehujanan juga.” Ia begitu merasa bersalah, takut kalau Joy sakit karena harus mengantarnya.
“Iya sama-sama. Stop buat minta maaf ya Je, Ini kan aku sendiri yang ngajak bareng. Lagian hujan-hujanan seru kok, ga ngerepotin sama sekali.” Joy menjawab sembari tersenyum, seakan-akan membuktikan kalau dia memang tidak keberatan mengantarnya.
Bunda datang dengan dua handuk yang berada di tangannya. Kedua handuk segera diberikan ke tangan Jemima dan Joy.
“Tuh Ka ada handuk, gih mandi. Nanti pake baju Bang Marcel aja,” Jemima mengatakan seperti itu karena Joy yang mengendarai motor. Sudah pasti dia lebih basah.
“Ga usah lah Je. Ini juga udah cukup kok,” tolaknya sambil mengelap rambutnya menggunakan handuk. Jemima langsung mendorongnya ke arah kamar mandi.
Joy tidak memberontak sama sekali dan menuruti perintah. Jemima sudah menaruh bunga di kamarnya. Sekarang Ia akan pergi ke kamar Marcel
Tok tok tok …
Tidak ada jawaban dari dalam kamar. Ia sudah memegang gagang pintunya dan baru saja ingin membukanya. Tiba-tiba ada tangan yang memegang pundaknya, Ia reflek menepis tangan itu. Saat berbalik untuk melihat orang itu, ternyata si pemilik kamar.
“Ih si Abang bikin kaget aja!”
“Pinjem baju sama celana dong Bang,”
“Ga punya baju ya?” tanya Marcel dengan senyum meledek. Memang dasar manusia aneh.
“Bukan buat aku.”
Marcel tidak menggubris perkataannya. Dia hanya lewat dari depan Jemima dan masuk ke dalam kamarnya. Akan tetapi, pintu kamarnya sengaja tidak ditutup si pemilik kamar. Jadi, Jemima menyimpulkan kalau Marcel mengizinkannya. Ia masuk dan segera mencari baju dan celana yang pas untuk Joy. Lalu Ia mengucapkan terimakasih dan keluar dari kamar. Tidak lupa juga menutup pintu, Marcel akan kesal jika pintunya dibiarkan terbuka begitu saja.
Joy sudah selesai mandi dan memakai pakaian Marcel. Begitu cocok di badannya, yang memilih pakaiannya pun merasa bangga. Bunda membuatkan minuman hangat dan ditaruh di meja. Selang beberapa menit Marcel keluar dari kamarnya. Dia duduk di sebelah Jemima serta berhadapan dengan Joy. Tatapannya terlihat sedang mengingat siapa lelaki yang berada di hadapannya ini. Sepertinya mereka memang mengenal satu sama lain. Hal yang wajar, karena satu angkatan di SMA.
“Joy bukan?” tanya Marcel memastikan bahwa ingatannya tidak salah dan Joy mengangguk.
“Iya, masih inget kan Sel?” tanya Joy memastikan kembali. Setelah itu mereka mengobrol tentang masa sekolah dulu. Jemima tidak ikut mengobrol, karena Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Tidak ada hal yang sedang dipikirkan saat ini dan membuatnya menjadi melamun. Lagi-lagi hanya wajah Chandra yang muncul di dalam ingatannya. Bagaimana Ia bisa melupakannya kalau hal seperti ini terjadi terus menerus? Jemima tersadar dari lamunannya dan tiba-tiba saja terlintas sebuah pertanyaan. Mengapa Joy tidak terlihat di pemakaman Chandra? Setahunya mereka masih satu angkatan dan pastinya saling kenal juga.
“Tadi lo dateng ke pemakaman si Chandra?” Pas sekali Marcel bertanya seperti itu. Joy terlihat sedang memikirkan jawaban, apakah dia sedang mencari alasan?
“Sampe di sini juga baru 1 jam yang lalu Sel. Sebenernya si mau ke sana, tapi kayaknya sekarang udah ga ada siapa-siapa,” Jemima bingung saat mendengarnya, memangnya kenapa kalau dia sendirian di sana?
Kini Joy pamit untuk pulang, karena hujan sudah reda. Jemima dan Marcel mengantarnya sampai depan gerbang. Tidak lupa juga sambil mengucapkan terimakasih. Dalam waktu sekejap, motornya sudah tidak terlihat lagi di sekitar sini. Angin di luar masih terasa dingin. Tidak cocok untuk keadaan Jemima saat ini yang butuh kehangatan.
Jemima melihat atap kamarnya dengan tatapan kosong. Ia perlahan mencoba menutup mata, harapannya hanyalah bisa tidur dengan tenang. Rintik hujan mulai terdengar lagi. Awalnya hanya gerimis, tapi semakin lama semakin deras. Bayangannya pun datang kembali. Teringat ketika Chandra melewati kelasnya saat hujan deras. Dia memang tidak tersenyum pada Jemima ataupun menyapa. Walaupun begitu, Jemima tetap salah tingkah bisa berada di dekatnya. Sayangnya dia tidak pernah tahu kalau Jemima sesenang itu bisa bertemu dengannya. Ingat sekali, setiap pulang sekolah selalu menunggunya pulang terlebih dulu. Chandra selalu pulang saat sekolah mulai sepi, tapi Jemima tetap setia menunggunya. Terkadang ada rasa penyesalan di dalam hatinya sudah menunggu lama. Pemandangan yang dilihat adalah Chandra tertawa bersama dengan kekasihnya.
Alarm milik Jemima berbunyi bersamaan dengan kerasnya rintik hujan. Ia terbangun dan meregangkan badannya yang terasa pegal. Ternyata hujan semalam belum berhenti sampai detik ini. Bila diingat hal yang terjadi kemarin, rasanya seperti hari terburuk sepanjang hidupnya. Ia harap hari ini jauh lebih baik dari kemarin. Pergi keluar kamar dan terlihat derasnya hujan dari jendela ruang tamu. Ia sempat termenung, memikirkan bagaimana berangkat ke tempat kerja kalau begini. Apalagi cuaca dingin seperti ini membuat semakin malas untuk mandi. Rasanya ingin tiduran saja sepanjang hari jika turun hujan. Namun, Ia akan berlarut dalam kesedihan jika tidak ada kesibukan. Jadi Jemima memutuskan tidak boleh bermalas-malasan lagi. Harus tetap melakukan kewajibannya yaitu sebagai pegawai. Ia baru saja selesai bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja. Tidak lupa untuk berpamitan pada Bunda.
“Bun,” Jemima memanggil Bunda, karena tidak terlihat di ruang tamu. Bunda datang dari arah dapur.
“Abang di mana? Udah berangkat duluan atau masih di kamar?”
“Tadi dia berangkat duluan pas kamu masih tidur,”
“Oh gitu, ya udah aku berangkat dulu ya Bun. Hujannya udah mulai reda juga,”
“Iya hati-hati Mima. Inget jangan ngebut sama jangan ngelamun di jalannya ya,”
“Siap Bunda,”
Jemima tidak lupa memanaskan motor terlebih dahulu. Dirasa motornya sudah cukup panas, Ia membuka gerbang dan pergi keluar rumah. Sesampainya di kantor, Ia disambut dengan meriah seperti biasa. Pertemanan di kantor ini sudah terasa seperti rumah kedua bagi Jemima. Setiap ada karyawan yang baru datang selalu disapa atau sekedar diucapkan selamat pagi. Benar-benar lingkungan yang Ia harapkan.
“Selamat pagi Jemima!”
“Tumben datengnya jam segini Je? Biasanya lebih duluan kamu dari pada aku,”
“Tar makan siang bareng ya Je!”
“Haii Jemima,”
Hanya ucapan-ucapan seperti itu pun bisa membuat Jemima bersemangat. Ia seolah-olah mendapatkan dorongan dari teman kantornya. Karena Ia pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Ketika masih berada di rumah, Jemima merasa kesal marah. Namun saat tiba di kantor, pasti ada saja hal yang membuatnya tertawa. Terkadang ada juga lawakan-lawakan tiap harinya. Jemima baru saja duduk di bangkunya, salah satu temannnya sudah menghampirinya.
“Kamu udah tau ga si Je?” tanya salah satu teman kantornya yang bernama Elena. Hobinya adalah menanyakan sesuatu hanya setengah. Membuat yang ditanya pun menjadi penasaran dan berakhir dengan gosip.
“Aku belum tau, apa emang El?”
“Bakal ada karyawan loh baru di sini,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
melody
ga rela bgt kalo posisi chandra kegantiin😔😔
2024-01-19
2
argya
"orang baru" 🤔🤔
2024-01-13
2