Angga keluar dari ruangan Rafi, dan masuk ke dalam ruangannya. Ia mengambil jasnya yang tergantung di belakang kursinya. Ia pun langsung memakai jasnya. Setelah selesai memakai jasnya, ia merapikan mejanya. Ia pun mengambil kontak mobil dan tasnya. Kemudian, ia berjalan ke luar dari ruangannya.
Angga berjalan lurus menatap ke depan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Dia mau pergi kemana? Jam 10 nanti kan, ada rapat," gumam Rissa melihat kepergian Angga dari kaca transparan yang menjadi dinding penyekat ruangannya, sambil membuka lagi buku agenda yang baru diberikan Rafi.
Tring.. Tring....
Bunyi telepon, membuyarkan lamunan Rissa. Dengan cepat Rissa mengangkat telepon.
"Selamat Pagi," sapa Rissa menjawab sambungan telepon.
"Ris, tolong kamu kasih tau, ke seluruh kepala divisi, rapat hari ini dibatalkan. Satu lagi, tolong kamu hubungi klien-klien yang sudah ada janji sama Pak Angga juga, kalo pertemuan hari ini ditunda sementara, dan bilang saja nanti akan dihubungi kembali," jelas Angga dari sambungan telepon.
"Iya Pak," jawab Rissa.
Rafi pun mematikan sambungan teleponnya.
Rissa menarik nafas panjang, dan membuangnya perlahan.
"Baru juga kerja, kerjaan udah segini banyak," gumam Rissa, lalu menggelengkan kepalanya.
Rissa membuka buku agendanya, yang sudah terdapat nomor untuk menghubungi ruangan kepala-kepala divisi, dan juga menghubungi klien-klien yang sudah ada janji dengan Angga.
*
Angga yang sudah keluar dari dalam liftnya, berjalan menuju mobilnya yang terparkir. Ia pun masuk ke dalam mobilnya. Tak lama ia melajukan mobil sport-nya, menuju rumah orang tuanya. Yah, Angga tinggal terpisah, dengan orang tuanya. Ia tinggal di rumahnya sendiri, sejak setahun setelah ia kembali ke Indonesia.
Setengah jam kemudian mobil sport Angga sampai di depan rumah mewah milik orang tuanya. Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh. Angga memencet klakson mobilnya, agar ia dibukakan pagar rumahnya. Security pun dengan cepat menekan tombol otomatis pintu pagarnya. Mobil Angga masuk setelah pintu pagar terbuka sempurna.
Angga memarkirkan mobilnya, dan melepaskan seatbeltnya. Ia pun dengan cepat keluar dari mobilnya. Ia berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya.
"Tuan," sapa salah satu pelayan sambil membungkukkan badannya, saat melihat kedatangan putra majikannya.
"Bagaimana Mami?" tanya Angga dengan panik.
"Nyonya sudah diperiksa dokter Harun, Tuan," jawab pelayan yang bernama Surti.
Setelah mendengar jawaban dari Bi Surti, Angga langsung melangkahkan kakinya menuju kamar orang tuanya, yang berada di lantai bawah.
"Mam," Angga berjalan cepat menghampiri maminya yang berbaring di tempat tidur, ditemani papinya yang duduk di samping maminya.
"Pi.. Kenapa mami?" tanya Angga pada papinya.
"Pagi tadi, Mami kamu terpeleset di kamar mandi, jadi tensi darah Mami kamu naik. Tadi, sudah diperiksa sama dokter Harun," jelas Papi Bagus.
"Apa kata dokter Harun?" tanya Angga, sambil melihat maminya yang sudah terpejam.
"Mami kamu tidak apa-apa, hanya di kasih obat aja sama dokter Harun, untuk menurunkan tekanan darah Mami kamu," ucap Papi yang juga memandangi wajah istrinya, yang tertidur.
Angga menghela nafas sedikit lega, setelah mendengar ucapan papinya. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidur sambil memandangi wajah mamanya yang sudah mulai menua.
"Kamu dari kantor?" tanya papi Bagus. Angga menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan papinya.
Mami membuka matanya perlahan, saat mendengar suara putranya.
"A-Angga," ucap Mami Herti setelah matanya terbuka. Mami Herti pun hendak bangun dari tidurnya.
"Mami istirahat saja," ucap Angga menahan tangan maminya, untuk tetap berbaring di tempatnya.
"Gimana keadaan Mami?" tanya Angga yang nampak khawatir dengan kondisi maminya.
"Mami sudah agak mendingan. Tadi, kepala Mami pusing, dan penglihatan Mami sedikit gelap. Makanya Mami tadi, ngga bisa ngimbangi tubuh Mami saat terjatuh," jelas Mami yang masih lesu. Angga memijit pelan tangan Maminya.
"Ngga," Mami meraih tangan putranya.
"Iya Mi," sahut Angga.
"Bagaimana perusahaan kamu?" tanya Mami.
"Baik Mi," jawab Angga.
Mami menghela nafas.
"Ngga, Mami ingin sekali menimang cucu. Seperti yang kamu liat, Mami sekarang ini sudah sangat tua. Mami nggak tahu apakah umur Mami mu ini masih panjang, sampai mami bisa menimang cucu dari anak kamu? Setidaknya, Mami ingin melihat kamu segera menikah," ucap Mami lirih, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Angga menghela napas panjang lalu membuangnya secara perlahan.
Desakan-desakan inilah yang membuat Angga, lebih memilih tinggal terpisah dari orang tuanya.
"Mi.. Lebih baik Mami beristirahat dulu! Mami, jangan berpikiran yang macam-macam," jawab Angga yang menghindari pertanyaan maminya.
"Iya Ngga. Kami berdua ini sudah sangat tua. Papi juga ingin melihat kamu menikah. Kamu mau tunggu apalagi usia kamu juga sudah 32 tahun," timpal papi. Sebenarnya, papi Bagus, dan Mami Herti, juga mendengar gosip mengenai putranya seorang penyuka sesama jenis. Tetapi, mereka enggan percaya, dan berpura-pura tidak mengetahui tentang berita miring yang beredar mengenai putranya.
"Pi, untuk saat ini Angga belum ingin menikah," jawab Angga.
"Sampai kapan Nak? Usia kamu itu sudah 32 tahun," tanya Mami sembari menggenggam tangan putranya.
Angga menghela nafas panjang. Ia bingung menjawab pertanyaan maminya. Ia tidak pernah memikirkan tentang pernikahan, semenjak kejadian 9 tahun yang lalu.
"Mi.. Pi.. Angga permisi ke kantor dulu! Mami cepet sehat!" pamit Angga kepada kedua orang tuanya. Angga pun mencium tangan dan pipi kedua orang tuanya. Terlihat raut wajah sedih, dan kecewa di wajah kedua orang tuanya yang sudah mulai menua itu.
Angga pun berlalu meninggalkan kedua orang tuanya.
"Pi.. Apa menurut Papi yang dikatakan orang-orang tentang putra kita itu benar?" tanya mami lirih dengan raut wajah sedih pada maminya.
"Sudahlah Mi, Mami jangan banyak pikiran dulu. Nanti tensi Mami naik lagi!" ucap papi tegas. Papi juga kepikiran tentang putranya, tapi ia juga bingung harus berbuat apa? Mereka juga sudah mengenalkan perempuan-perempuan, anak dari kolega-koleganya pada Angga, namun Angga tak meliriknya barang sedikit pun.
Mami menghela nafas panjang.
"Gimana Mami ngga kepikiran, Pi. Kalo anak kita itu bukan pria normal, seperti yang di katakan orang-orang?" ucap Mami sedih, karena dari dulu Angga tak pernah membawa wanita masuk ke dalam rumah orang tuanya, dan jika setiap ditanya soal pernikahan, ia selalu menghindar, bahkan pergi.
"Kalo kayak gini, lebih baik Mami didatangi banyak wanita untuk bertanggung jawab karena Angga menghamili anak gadis orang, daripada seperti ini," ucap Mami yang sudah putus asa melihat putranya yang tak mau menikah.
Mami menarik nafas panjang, sembari memegangi kepalanya yang kembali pusing.
"Sudah Mi, jangan terlalu banyak pikiran! Lebih baik Mami istirahat. Nanti, kita pikirkan lagi masalah Angga, setelah Mami sehat," ucap Papi menenangkan istrinya sambil mengusap lembut bahu istrinya.
Bersambung.
Jangan lupa vote, like dan komentar 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Crystal
Berarti Angga sm Risa beda jauh dong umurnya. Kirain kk tingkatnya saat kuliah🙄
2023-06-10
0
Afnita
ok ceritanya thor...lanjuuutttt 👍👍
2021-08-12
0
Bukan author💦
likee
2021-01-12
0