005
Cemburu
Cemburu itu tanda cinta, sampai rasanya gue pengen lenyapin dia yang berani deketin lo.
.....
Siang ini cuaca cukup panas sangat mendukung sekali perasaan Elvan yang sama panasnya. Rasanya seperti terbakar! Mata pemuda berambut secoklat susu itu memicing tajam menatap dua orang berlawanan jenis di depan sana. Mereka tertawa bersama, terlihat begitu bahagia dan berhasil menyentil sedikit egonya.
Dulu, Aleta tak seceria itu saat bersamanya. Pacaran singkat namun menimbulkan perasaan berkepanjangan itu berhasil membuatnya gila. Gila karena menyesal! Gila karena kini dia terus saja membandingkan bagaimana Aleta dulu dengan sekarang!
Gadis itu tampak cantik, malah semakin cantik dari yang terakhir dia lihat. Rasanya sedikit kesal saat tahu rambut sebahu milik Aleta tergerai indah tertiup angin. Itu bukan tanpa sebab, karena detik selanjutnya tangan pemuda di depannya sengaja merapikan rambut si gadis.
Elvan menggeram kesal. Ingin sekali dia mematahkan tangan Marco yang berani menyentuh Aleta. Ah, dia semakin kesal saat mengingat 3 tahun ini. Pasti, tanpa perlu ditanyakan pasti Marco kerap melakukan sentuhan kecil terhadap Aleta. Dadanya semakin panas!
"Sialan!" makinya pelan.
Belum juga rasa kesal itu mereda, kini justru semakin bertambah panas saja dadanya. Itu karena kedatangan Aksa, laki-laki dengan rambut hitam itu tersenyum sambil merangkul Aleta. Aish ... Elvan ingin mematahkan tangan Aksa juga!
"Panas ya?" Pertanyaan itu datang dari sesosok gadis cantik dengan rambut yang sengaja diwarnai. Dia berkulit putih, terlebih rambutnya yang sedikit pirang kecoklatan itu menambah wajahnya semakin bersih.
"Gak." Itu jawaban Elvan. Begitu dingin dan jelas sekali tampak terganggu.
Gadis itu terkikik geli, mengambil duduk tanpa izin di depan Elvan. "Gak panas, tapi habis es tiga gelas? Wow!"
Elvan mendengus. Dia sangat malas berurusan dengan gadis semacam ini sekarang. Kalau dulu mungkin dia terlihat senang, sangat senang.
"Mau apa?" tanya Elvan dingin dengan mata tetap menatap Aleta. Gadis itu kembali tertawa renyah bersama Aksa juga Marco.
"Hanya ingin berteman. Lo gak masalah 'kan?"
"Kalau gue bilang masalah, lo mau pergi?"
"Enggak juga sih," jawab gadis itu menyengir lebar. Manis juga cantik sebenarnya.
"Gak usah tanya kalau gitu."
"Gue Gita," katanya sambil mengulurkan tangan. Senyum manis sengaja diukir selebar mungkin.
"Sialan!" Bukannya menyambut uluran tangan gadis bernama Gita itu, Elvan justru berdiri dengan rahang mengeras.
"Kenapa?" tanya Gita cukup terkejut dengan respons Elvan. Ia pikir Elvan marah karena dirinya yang ingin berkenalan.
"Bukan urusan lo!"
Setelahnya, Elvan meninggalkan kantin dengan muka memerah panas. Ini gara-gara Aleta!
"Awas aja, patah itu tangan dua bocah. Awas!"
........
"Serius kalian rangkul dia kaya gini?" tanya Aleta tertawa hingga terpingkal saking lucunya.
Marco dan Aksa yang merangkul Aleta secara bersamaan itu mengangguk kompak. Keduanya ikut tertawa renyah mengimbangi tawa Aleta.
"Serius, dia sampe jijik karena habis itu kita deketin wajah kaya gini," kata Aksa semangat dengan wajah mulai mendekat pada Aleta.
Padahal tinggal beberapa senti, tapi harus gagal karena Marco mendorong wajahnya keras.
"Modus lo!"
Aksa mendengus. "Lo 'kan bisa ikutan modus, beg*!"
"Bener juga, ah ulang!"
Aleta kembali tertawa. Gadis itu semakin memerah saking bahagianya.
"Gak ada ya!" peringatnya masih dengan tawa.
"Dah, lepas-lepas! Nanti ada yang lihat dikira aneh-aneh."
Keduanya mengangguk lemas melepas rangkulan mereka.
"Tapi masa pak Anang kalian kerjain begitu?" tanya Aleta masih dengan tawa namun tangannya memegang gelas hendak minum.
"Ya rese sih, gue ambil gorengan satu aja gak boleh."
"Bener, soalnya Aksa tu udah ngutang banyak di sana!"
"Lo juga kali!" sentak Aksa tak terima.
"Astaga, gorengan satu aja ngutang?" tanya Aleta tak percaya.
Marco dan Aksa kembali mengangguk kompak.
"Bukannya gue gak punya uang ya, Ta. Cuma, duit gue gede semua."
"Iya, waktu pertama itu mau dibayar bilangnya gak punya kembalian."
"Nah, ya udah gue sama Marco utang aja itukan, bayarnya besok kalau dah ngumpul banyak!"
"Pas ngumpul banyak, gak punya uang buat bayar!" sambung Marco.
"Mak-kaywa Pwak Awnawng mawrawh. Yaw kawn?" kata Aksa masih saja mengoceh padahal Aleta sengaja menyumpalkan satu tahu isi ke dalam mulut Aksa dan satu lagi ke Marco.
Marco menelan tahu isi itu lebih dulu, kemudian tersenyum lebar menatap Aleta. "Karena lo yang ngasih itu ke mulut kita, lo yang bayar!"
"Betul!" setuju Aksa. Setelah itu keduanya berlari meninggalkan Aleta yang sudah memelas.
Tidak hanya membayar dua tahu isi tadi, gadis itu juga harus membayar tiga gelas es kelapa muda dengan soto dua porsi.
"Sialan!" maki Aleta pelan.
.......
"Hai!"
Aleta mendengus. Gadis itu baru saja duduk dan mood-nya yang buruk semakin buruk gara-gara sapaan manis dari Elvan.
"Hai," jawabnya malas-malasan.
"Mau jalan?" tanya Elvan ringan. Sebenarnya ini termasuk keadaan siaga karena Elvan tahu kalau mood Aleta sedang buruk. Tapi, demi hati Aleta lagi, dia akan mencoba walau harus rela mendapat caci-maki.
Aleta kembali mendengus sebal. Matanya menjelajah satu kelas mencari keberadaan Marco yang kabur tadi. Bukannya mendapatkan batang hidung Marco, Aleta justru mendapatkan tatapan menilai juga tatapan sinis dari beberapa mahasiswi di kelas itu. Ini semua pasti karena Elvan yang sksd- sok kenal sok dekat.
Aleta kembali menatap Elvan. Tersenyum manis walau dipaksakan. "Bisa jangan sok kenal dan sok akrab sama gue?"
"Kenapa?" tanya Elvan bingung. Ya karena niatnya 'kan baik, silaturahmi dengan mantan. Mantan tercinta dan masih dicinta tentunya.
"Mereka ngeliatin gue sama lo. Gue gak mau ya kalau-"
"Gak akan berani mereka sama anggota BEM."
Aleta mendelik terkejut, tidak percaya bahwa Elvan tahu hal itu.
"Gimana-"
"Gue tahu apapun tentang lo."
"Lo penguntin?"
Elvan tertawa renyah mendengar pertanyaan Aleta. Dan karena itu bisik-bisik iri mulai terdengar dengan gumaman cukup gaduh di kelas itu.
"Gue gak nguntit kok, cuma jadi fans Aleta sang primadona."
"Cih, penguntit," ejek Aleta dengan raut wajah yang menyebalkan bagi Elvan.
"Gue bukan penguntit!" kata Elvan dengan nada yang lebih terlihat gemas.
"Elvan penguntit!"
"Gue bukan penguntit!"
"Elvan suka nguntit!"
"Aleta!"
"Iya?" jawab Aleta manis.
Elvan mengusap wajahnya kasar. Perssan gadis itu kemsrin begitu dingin kepadanya. Diajak berbicara saja susahnya minta ampun, tapi kenapa kini dia bersikap menkengkelkan? Ya walaupun Elvan tidak bisa berbohobg kalau dirinya merasa senang karena ini.
"Bisa bilang kalau gue bukan-"
"ELVAN PENGUNTIT!" potong gadis itu dengan suara keras.
Beberapa penghuni kelas tertawa juga ada yang terdiam secara bersamaan.
"Astaga, malu gue," gumam cowok itu sambil menatap Aleta tajam, sedangkan yang ditatap menyeringai penuh kemenangan.
"Sukurin!" ejek Aleta tertawa puas.
Sebenarnya Elvan ingin marah dan membalas ejekan Aleta. Namun, buru-buru ia urungkan. Tawa Aleta lebih berarti daripada malu yang kini nia rasakan. Akhirnya, Aleta dapat tertawa lepas juga saat bersamanya. Elvan tersenyum puas. Benar-benar sangat puas.
........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments