Elvan 2- 002

002

Akan Pulang

Cita-cita gue adalah membahagiakan lo, meski gue harus egois sedikit tentang keluarga.

.....

"Seminggu lagi gue ke sana," kata Elvan kepada orang di seberang sana. Matanya melirik tipis kepada Clarisa yang sedang menatapnya.

Saat ini dirinya sedang berada di kamar Elvan, mereka sengaja diperintahkan oleh Antonio untuk menghabiskan waktu bersama. Meski hanya sekadar menonton tv katanya.

"Jangan kasih tahu apa-apa tentang gue, biar gue kasih dia kejutan."

"..."

"Gue gak akan terkejut- APA?! Lo bilang apa?" teriaknya terkejut.

Elvan yang sadar ada Clarisa di sana langsung tersenyum canggung menatap gadis itu yang heran karena dia berteriak. Ini semua karena berita mengejutkan dari seseorang itu. Menyebalkan memang.

"Jangan ngibul lo!"

"..."

"Sialan! Gue pastiin Aleta kembali sama gue!"

"..."

"Kenapa sih lo pada diem aja dari kemarin sampai-sampai mereka deket?" gerutu kesal. Kini Elvan berjalan mendekati Clarisa, dia kemudian ikut duduk di sebelah gadis itu dan merangkulnya.

"Why?" tanya Clarisa menatap Elvan.

Elvan menurunkan ponselnya, menutup lubang spiker pada benda pipih itu sebelum menjawab pertanyaan Clarisa.

"Nothing."

"But you-"

"Hust ... just kidding." Elvan memberi sedikit alasan. Clarisa pun akhirnya percaya.

Elvan kembali menempelkan ponselnya di telinga. "Gue harap lo siapin semua," kata Elvan lagi kepada orang di seberang sana.

.....

"Ta makan yuk, laper nih!" rengek Aksa kepada Aleta. Gadis itu sibuk memindah catatan tentang apa yang dosen tadi jelaskan tanpa menjawab rengekan Aksa.

"Sama Marco gih, gue masih sibuk!"

"Ta, Marco 'kan ada kelas kata lo."

"Hmm."

"Kok lo cuma hmm doang?" kesal Aksa.

Aleta meletakan pulpennya keras dan menatap Aksa tajam. "Gue bentar lagi kelar, sabar!"

Aksa meringis, takut juga merasa sedikit lucu. Sahabatnya ini masih sama, sedikit emosional, manis, cantik, dan sangat profesional. Meski sudah 10 tahun mereka bersama, tak ada yang berubah dari Aleta. Sikap gadis itu masih tetap sama, kalau soal penampilan itu memang semakin waktu akan semakin berubah menjadi lebih baik dan menarik tentunya.

"Gue tungguin deh," kata Aksa akhirnya mengalah. Laki-laki itu kini bersandar pada kursi yang ada di dekat Aleta. Matanya menatap datar papan tulis di depannya yang berisi sedikit rumus dan cuplikan dari penjelasan sang dosen.

"Ta," panggilnya pelan saat sudah hampir 5 menit dirinya diam.

"Hmm?" respons gadis itu.

Aksa sedikit ragu saat ingin bersuara, tapi dia juga butuh sesuatu untuk meyakinkan keraguannya. Dia ingin memastikan sesuatu, sesuatu sejak tiga tahun lalu.

"Gimana hati lo?" tanya Aksa pelan namun menimbulkan efek tak biasa bagi Aleta.

Gadis itu menegang dan berhenti menulis.

"Entah."

"Lo masih nunggu?"

Hening sejenak saat Aleta memilih diam tak menjawab. Gadis itu menerawang jauh seolah menyelam ke dalam isi hatinya sendiri. Mencari jawaban atas pertanyaan Aksa yang selalu dan selalu tak pernah bisa ia jawab dengan perasaan mantap.

"Lo tahu gue juga masih nunggu?" Lagi, Aksa kembali bersuara lagi. Kalimat yang sebenarnya enggan Aleta dengar dan enggan ia bahas.

"Sa, lo tahu gimana isi hati gue. Lo ngerti 'kan kalau gue gak mungkin balas perasaan lo?"

Aksa terkekeh pelan. Sedangkan Aleta mengigit bibir bawahnya dengan cemas. Kenapa suasana menjadi tak enak begini? Kenapa harus ada bahasan tentang perasaan di saat seperti ini?

"Lo gak bisa balas perasaan gue, dan lo ... kasih kesempatan buat Marco?"

"Sa-"

"Gue cukup paham kalau lo gak mau kehilangan gue saat kita pacaran lalu putus dan berjauhan. Tapi Ta, gue gak paham maksud lo ngasih harapan dan peluang buat Marco sedangkan lo-"

"STOP! Stop buat bilang dan bahas ini, Sa. Gue capek."

"Capek kenapa? Semua akan mudah kalau lo gak mempersulit keadaan. Lo sendiri yang buat hal ini semakin berputar tanpa ujung."

"Sa, please don't-"

"Gimana kalau seandainya dia kembali? Lo bakalan apain perasaan Marco?"

.....

"How?" Clarisa bertanya pada Elvan. Laki-laki berambut secoklat susu itu tersenyum.

"I will be back," kata Elvan mantap.

Clarisa kini ikut tersenyum. Gadis berambut pirang yang tampaknya tidak ikhlas saat Elvan berkata seperti itu.

"How about daddy?" tanya gadis itu khawatir.

"I don't know. I will still be back."

"Selfish!" cibir gadis itu.

"There is nothing selfish about love."

"Elvan!"

"Why?"

Napas Clarisa memburu menatap Elvan dengan mata nyalang. Entah kenapa dia tidak suka. Tidak suka dengan keputusan Elvan yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Tidak suka dengan Elvan yang tidak memikirkan ayahnya ataupun dirinya. Intinya dia tidak suka dengan apa yang Elvan lakukan sekarang!

"You don't need to interfere. About anything about me."

"But-"

"Stop it. Okay?"

Setelah itu Elvan meninggalkan Clarisa yang masih tampak emosi. Gadis itu terduduk lesu menatap Elvan yang semakin menjauh dari dirinya.

.....

"Gimana? Sudah siap?"

Semua yang ada di sana mengangguk berkata siap. Laki-laki manis itu tersenyum puas menatap semua anggotanya dengan bangga.

"Mungkin jabatan gue bakalan turun lagi. But it's okay. Yang kita harapkan memang ini."

"Lo yakin dia mau?" tanya seorang dari mereka penuh selidik.

Sang pemimpin tersenyum simpul dan mengangguk mantap.

"Kalaupun dia gak mau, gue ada sedikit cara biar dia mau."

"Tapi ... gimana soal Marco?"

"Bukan urusan gue. Urusan kita itu mereka kembali bersama."

"Vin!"

"Apa?" Gavin menjawab dengan nada tak kalah tinggi.

"Gue gak ngerti sama cara pikir lo. Marco itu bagian dari kita!The Charmer. Harusnya lo bersikap adil!"

Semua anggota terdiam. Membiarkan kedua pimpinan mereka berdebat sengit. Kavin si bule menatap Gavin yang kini tak kalah sinis menatapnya. Keduanya saling beradu pandang mengisyaratkan ketidakselarasan pendapat mereka.

"Gue cuma berusaha ngembaliin apa yang seharusnya bersatu," ucap Gavin tenang. Laki-laki itu tersenyum tipis menatap Kavin.

"Tiga tahun udah berlalu, Vin! Gak ada yang gak mungkin terjadi. Bisa aja mereka sudah saling suka. Maksud gue-- gimana kalau ternyata-"

"Itu yang gue maksud. Gak ada yang gak mungkin terjadi. Bisa aja dia masih nunggu."

Kavin kembali mendengus kasar. Dia sulit berbicara tentang hal ini bersama Gavin. Keduanya pasti akan berdebat sengit tanpa ujung karena mereka berasumsi berbeda.

"Vin, lo pemimpin. Lo harusnya adil sekalipun dengan Elvan."

"Gue yakin perasaannya masih sama."

"Gak ada yang bisa jamin itu!" teriak Kavin emosi. Laki-laki itu sedikit bersyukur karena Marco tidak ada di markas. Marco, dia pasti sedang bersama Aksa menemani sang tuan putri kemanapun ia pergi. Itu sudah menjadi kebiasaannya selama tiga tahun ini. Terlebih awal mereka kenal, saat Aleta masih butuh perawatan dan latihan agar bisa berjalan dengan normal.

"Gue yang jamin. Dia pasti nunggu. Gue pastiin mereka kembali bersatu."

"Vin-"

"Rapat selesai. Kalian bisa membubarkan diri dan berkeliaran sesuka hati!"

.....

Terpopuler

Comments

The books.

The books.

like kak

2020-09-28

1

Dewi ts

Dewi ts

lanjut thor, dan kasih info di elvan 1 biar pembaca yang lain tau thor. semangat 😊

2020-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!