Chapter 4

Angel dan Suri melangkah riang memasuki kampus. suatu kebebasan baginya kini, semenjak ia menjadi pelayanan di taman istana.

"Mau sarapan dulu?.", tanya Anzel

" Boleh. sekalian mau lihat materi yang kemarin.", jawab Suri.

"Bagaimanapun, aku pasti tertinggal banyak materi pelajaran.", sambung nya sedikit kesal, namun di akhiri dengan saling melirik hingga, membuat mereka tertawa lagi.

Mereka terus mengobrol dengan renyah hingga sampai kantin.

" Roti bakar dan jus jeruk dua!.", teriak Anzel, begitu mereka mendapatkan kursi dan meja untuk makan.

"Siap!.", sahut Ninos, anak penjaga kantin yang juga menjadi teman satu kelas mereka.

Suri bergegas mengeluarkan laptop miliknya, disusul Anzel kemudian.

Ia fokus menyalin semua tugas dan materi pelajaran dari laptop Anzel ke laptopnya. melelahkan memang tapi, ia tidak bisa begitu saja melewatkan materi pelajaran ini.

Bagaimana ia bisa membuat ayah, ibu serta keluarga nya bangga, jika kuliah nya sampai gagal. tekadnya kuat untuk membantu ayahnya memperbaiki ekonomi keluarga mereka yang sedang terpuruk.

Untuk saat ini, ia hanya bisa membantu dengan menjadi jaminan, agar usaha dan kerja keras sang ayah tidak di gulung begitu saja oleh perusahaan- perusahaan besar yang kian modern.

----------------

Jam kuliah selesai lebih cepat hari ini. Suri, segera mengemas tas dan buku miliknya.

"Mau ke cafe Sinyo, dulu?.", tawar Anzel pada Suri, yang membuat gadis itu menggeleng cepat.

" Aku harus segera menemui ibuku.", jawabnya.

"Apakah perusahaan ayahmu masih dalam kesulitan?.",

" Hemm...", jawabnya mendadak lemas.

"Aaahhh..... ayahmu orang hebat. kau harus percaya semuanya akan segera membaik.", Anzel mengusap pundak temannya untuk memberi semangat.

" Eemm... semangat!!. ", sahut Suri. tangan nya nampak mengepal ke atas, lebih mirip presiden saat mendeklarasikan proklamasi.

" Baiklah. kalau begitu, ayo keluar kampus bersama. kita bisa berpisah di depan gerbang.", ajak Anzel, yang langsung di setujui oleh Suri.

Mereka berjalan beriringan. membicarakan banyak hal, terkadang nampak gelak tawa dari dua sahabat itu, terkadang juga mereka nampak saling menggoda.

"Baiklah. kita pisah di sini, bye!. ",

" Bye!.", jawab Suri. yang pada akhirnya membuat mereka berjalan berlawanan arah.

Setelah berjalan beberapa kilometer, akhirnya Suri sampai di depan sebuah rumah.

Rumah yang tidak terlalu megah bila di bandingkan dengan taman istana, tempat nya tinggal kini.

Dengan mantap ia memencet bel pagar, yang membuat satpam segera membuka nya.

"Nona, pulang?!.", ucap satpam yang sudah lama bekerja di rumahnya itu.

" Ibu, dirumah?!.", tanyanya. ia nampak sumringah bertemu dengan satpam yang sudah berumur itu.

"Iya.", jawabnya.

" Mari non, bapak antar.", sambung nya. satpam itu nampak tak kalah sumringah nya dari Suri.

"Ayah, ibu dan Zen, sehat-sehat kan, pak?!. ", tanyanya, menyertai iringan langkah mereka.

" Sehat.", jawab pak Jon. si satpam.

"Nona, sendiri bagaimana?.", sambung pak Jon.

" Mm..., seperti yang bapak, lihat. sehat dan selamat.", jawabnya di sertai senyuman khas miliknya.

Pintu rumah terbuka, membuat Suri membungkukkan badannya sebagai ucapan terimakasih, lalu bergegas masuk ke dalam.

Langkah nya pelan. ia nampak mengendap-endap sembari sesekali menoleh ke kanan dan kiri, memastikan kedatangannya tidak di ketahui siapapun.

Sampai ia melihat ibu beserta beberapa karyawan nya sedang berada di dapur. mereka nampak sibuk membuat adonan.

Ya, dulu keluarga nya memiliki pabrik frozen food. tapi sudah lima tahun ini, pabrik dan perusahaan ayahnya itu mengalami penurunan.

Bahkan perusahaan dan pabriknya terpaksa harus di gadaikan untuk menutup hutang dan membayar pesangon para karyawan yang di PHK sepihak oleh ayahnya, akibat persaingan dagang yang kian ugal-ugalan.

Kini, untuk bertahan dan melunasi hutang yang tersisa. ibunya, sampai harus turun tangan membuat adonan frozen food itu dengan di bantu karyawan yang tidak lain adalah tetangga sekitar yang sedang membutuhkan pekerjaan.

Ayahnya membuka gerai, agar pelanggan yang masih setia bisa menemukan dan membeli frozen food mereka dengan mudah.

Terkadang, bila harus mengantarkan. ayahnya pun tidak keberatan mengantar sampai ke rumah pelanggan.

Suri berjalan mengendap-endap. dengan perlahan ia menutup kedua mata ibunya yang tengah sibuk membuat adonan frozen food.

"Siapa ini?!.", tanya ibunya, sedikit terkejut dengan perlakuan yang di terimanya.

Kedua orang yang membantu ibu Suri juga melihat nya. mereka paham, dengan isyarat Suri agar tidak memberi tau ibunya, dan lebih memilih membiarkan ibunya menebak dirinya. dua orang itu hanya tersenyum melihat tingkah Suri.

"Ayo, tebak!. siapa?!. ", ucap Suri. ia membuat nada suara yg imut. membuat ibunya tau dan menoleh seketika.

" Baaa!!.... ", soraknya ketika sang ibu menoleh ke arahnya dan ia menarik tangannya dari kedua mata yang menutupi pandangan ibunya. membuat mereka berdua saling melempar senyum dan tawa, begitu juga dengan para asisten yang membantu ibunya.

" Kau, pulang?!.", tanya ibunya nampak tak percaya putrinya datang. Suri hanya mengangguk dan tersenyum manis.

Cepat- cepat ibunya membersihkan tangan yang penuh dengan adonan itu.

"Tolong lanjutkan!.", pintanya pada kedua orang yang membantunya. mereka pun mengiyakan, dan dengan cekatan mengambil alih wadah berisi adonan itu dari hadapan ibu Suri.

" Sudah makan?!.", tanya ibunya, sembari berdiri perlahan, menggamit tangan Suri dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Suri menggeleng pelan, menjawab pertanyaan ibunya.

"Baiklah. ibu akan membuat kan makanan kesukaan mu.",

" Tunggu disini, ya?!.", sambung nya. yang membuat Suri bersemangat menunggu di kursi meja makan, sementara sang ibu mulai mengambil bahan-bahan untuk memasak.

" Zen, kemana bu?!.", tanyanya.

" Biasanya, setelah pulang dia langsung ke kios membantu ayah mu.",

"Apakah kios selalu ramai?!.",

" Ya. dalam sehari kita masih bisa menjual 200-250 pcs.",

Suri terdiam mendengar nya. ia menoleh ke arah dua orang asisten ibunya yang tengah sibuk mencetak adonan frozen food.

200-250 pcs per hari itu, apakah cukup untuk kebutuhan sehari-hari mereka?!.

Belum termasuk modal, biaya packing dan menggaji dua orang yang membantu ibunya.

Mereka pun disini juga sesuai jam kerja, yang artinya datang jam delapan pagi, dan pulang jam empat sore.

Bila pekerjaan belum selesai, pasti ibu, ayah dan adiknya yang menyelesaikan dan memastikan adonan itu jadi, sehingga besok bisa berjualan lagi.

Pabrik pun sudah disita karena terlilit banyak hutang. entah bagaimana cerita nya?!, sang ayah bisa terlilit hutang pada perusahaan tuanya yang notabene bukan perusahaan di bidang industri pangan.

Dan karena, menyita pabrik tidak bisa menutupi semua hutang pada Vincent. maka, ia pun di jadikan jaminan.

Bukan sang ayah yang meminta nya menjadi jaminan, tapi Vincent sendiri yang menunjuknya.

Ayahnya, berusaha bernegosiasi agar mengambil surat tanah dan rumah yang tersisa sebagai jaminan.

"Rumah dan tanah ini, tidak ada nilainya di mataku. aku mau putri mu sebagai, jaminan.",

................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!