..."Aku tidak pernah meminta kehadiranmu setiap saat, tapi setidaknya kala kau ada beri aku perhatian....
...***...
..."Kita pernah saling menatap lantas berkata dalam hati 'Ada apa ini?'" ...
...***...
Api unggun telah menyala sempurna, membentang kegelapan juga memberi kehangatan pada setiap insan yang berada di lingkupnya. Semua telah duduk mengelilingi api unggun dengan canda tawa yang tak henti Andrian ciptakan. Kejadian tadi sore telah membuat Bima bungkam, malu setengah mati akibat ternistai oleh Anya yang sama juga bungkam karena merasa bersalah.
"Teman-teman! Malam ini kita seneng-seneng, oke." Setelahnya Andrian tertawa kecil yang dibalas helaan napas serentak.
Bima yang ada di samping Andrian malah berbuat bak anak kecil, menggali-gali tanah menggunakan ranting seraya memasang wajah masam, bahkan sesekali melirik tajam ke arah Anya yang duduk di seberangnya tepat di samping Puji dan terus menundukkan kepala saat menerima tatapan tersebut. Bagaimana Bima tidak malu saat dirinya spontan menarik sleting dan berakhir menjerit sebab telah menjepit setengah ... ularnya yang disebut gede oleh seluruh anggota Osis SMA Bangsa.
Namun, untungnya Andrian segera menolong Bima yang telah tak berdaya dan membopong Bima ke tenda lantas membantu melepaskan sletingnya yang lumayan memakan waktu panjang sekitar satu jam lebih. Dari sana barulah Bima bisa bernapas lega namun rasa malunya tak kunjung hilang hingga sekarang, walau mungkin semuanya telah melupakan kejadian tersebut. Saat Andrian tanya pun Bima akan menjawab ketus dan memilih untuk tidak ikut menimbrung percakapan mereka. Jadilah peran ketua Osis diambil alih sementara oleh Andrian.
"Kira-kira kita lakuin apa dulu, nih... nyanyi? Atau joget perorangan?" tanya Andrian yang dibalas bermacam-macam jawaban, ada yang menyuruh bernyanyi dan joget hingga akhirnya riuh pun terjadi.
Andrian menengahi argumentasi kecil tersebut. "Oke. Kita nyanyi dulu nanti kita joget gimana?" tawar Andrian yang dijawab setuju oleh mereka tak terkecuali.
Puji melirik Anya yang malah memeluk kedua lututnya seperti frustasi. "Kenapa diam terus, masih kepikiran kejadian tadi sore?" Puji menyenggol bahu Anya hingga sang empu mendengus kesal.
"Gimana gak kepikiran terus. Orang yang jadi korbannya aja terus natap tajam. Gimana kalo nanti aku gak lulus LDK karena kak Bima dendam?" Anya meringis seraya bersandar di bahu Puji.
Puji terkekeh. "Makanya lain kali jangan excited gitu dong lihat burung!"
Anya duduk tegak dan memukul bahu Puji hingga sang empu meringis. "Enak aja! Orang aku kaget baru pertama kali untung sedikit." Anya membenarkan helaian rambutnya sambil memalingkan wajah.
Puji tertawa dan memukul bahu Anya. "Anjir! Berarti lihat dong." Puji heboh sendiri membuat semua orang menatapnya terkecuali Anya yang mendengus sambil mencubit paha Puji dan mereka berdua meringis.
"Terus siapa yang mau nyanyi? Kak Andrian gak punya suara emas adanya suara cireng alias cempreng." Andrian berkata setelah mengambil gitar.
Semuanya tertawa hingga akhirnya Puji mengajukan diri untuk bernyanyi. "Aku aja Kak!" teriak Puji yang dibalas senyuman manis oleh Andrian.
"Ya udah sini deket Kak Andrian biar enak didengarnya!" jawab Andrian yang dibalas senyuman senang oleh Puji.
Puji berdiri sambil menarik Anya agar ikut dengannya. Anya malah menolak namun Puji malah memberikan pelototan hingga akhirnya Anya menurut lantas sebelumnya melirik orang-orang yang ada di sekitarnya. Beberapa kali Anya mendengus di tengah perjalanan apalagi saat Puji memberikan celah untuk Anya duduk di dekat Bima yang terus memasang wajah masam.
Anya menganga. "Kok aku di sini?" bisiknya pada Puji.
"Udah di situ aja! Kalo aku di sana nanti gak menyatu sama gitarnya kak Andrian," jawab Puji yang dibalas dengusan, namun Anya tetap menurut dan duduk dengan hentakkan kuat.
Anya sempat melirik pada Bima yang tengah menatapnya dalam-dalam. Anya menarik napas panjang dan memilih menghadap ke arah berlawanan. Sedangkan yang lainnya mulai fokus pada Andrian yang mulai memetik senar gitar.
"Kira-kira kalian mau nyanyi lagu apa?" tanya Andrian yang berhenti memetik senar.
"Kopi Dangdut!" Bukan para anggota osis melainkan sang ketua yang sedari tadi bungkam lalu kini mengajukan pernyataan.
Andrian dan puji serentak menoleh. "Serius mau Kopi Dangdut?" Bima mengangguk antusias.
"Teman-teman. Kita nyanyi yang seru aja biar gak ngantuk. Kalian pasti hapal lagu Kopi Dangdut'kan?" Bima berdiri dan bersikap normal kembali.
Semuanya bersorak menyetujui sedangkan Anya masih geming dan tak mempedulikannya. "Kata Andrian ada acara nyanyi sama joget. Gimana kalo kita gabungin biar makin seru?" Semuanya kembali bersorak setuju.
Bima menoleh ke arah Anya membuat sang empu menatap heran. "Dan yang jogetnya adalah Anya!" kata Bima yang kini membungkukkan tubuh di hadapan Anya.
Semuanya bertepuk tangan sambil bersorak, "ANYA!" Dan sang empu malah menganga tidak percaya lantas menghadap ke arah Bima.
Anya memasang wajah tak terima sedangkan Bima malah tertawa bak iblis. "Kok, harus aku? Yang lain masih banyak Kak," protes Anya.
Bima memutar bola mata malas. "Anggap aja hukuman." Anya menatap bingung pada Bima dan tak menghiraukan teriakan teman-temannya.
"Kak Bima dendam?" bisik Anya.
Bukannya menjawab Bima justru mengulurkan tangannya. "Bukannya sekecil apapun kesalahannya harus tetap minta maaf dan mau tanggung jawab?" Bima menatap ke arah lain.
Dalam temaram malam Anya bisa melihat ekspresi jahil dari Bima hingga tanpa sadar menerima uluran tangan Bima. "Maaf Kak. Tadi cuma kaget," ujar Anya pelan dan dibalas anggukkan singkat.
Bima bertepuk tangan. "Tepuk tangan buat Anya!" teriak Bima yang membuat Anya mendengus kesal dan menghentakkan kaki setelah berdiri. Bahkan saat senar mulai dipetik Anya masih menatap ke arah Bima dengan kesal padahal baru saja ia meminta maaf dengan cara lemah, tapi Anya tetaplah Anya yang mudah emosian.
"Asik!" teriak Andrian dan Bima diiringi suara gendang dari pukulan anggota osis lainnya yang mengorbankan galon kosong.
"Kala ku pandang kerlip bintang nun jauh di sana." Puji mulai bernyanyi dengan menahan tawa sebab Anya yang menari amat kaku ditambah teriakan anak-anak yang meminta agar Anya goyang ngebor ala Inul Daratista.
"Sayup kudengar melodi cinta yang menggema... terasa kembali gelora jiwa mudaku!" Nada dangdut yang amat kentara membuat Andrian, Bima serta yang lainnya bersorak, "ASIK!"
Bima tertawa jahil kala melihat raut wajah kesal Anya. Hingga hatinya menjerit tak rela melihat Anya bergoyang kaku di depan semua orang dan akhirnya Bima kembali berdiri di samping Anya dan ikut bergoyang selincah mungkin agar suasana makin seru.
Saat Bima berdiri Anya justru diam memandang dalam-dalam seakan hatinya bertanya, "Dia yang nyuruh sebagai hukuman dia sendiri yang goyang." Tapi setelahnya Anya terkekeh apalagi saat Bima menggenggam kedua tangannya dan berjoget bersama.
"Semuanya ayo ikut joget!" teriak Bima dengan tangan ke atas, menikmati alunan musik Kopi Dangdut.
Karena tersentuh alunan lagu semerdu kopi dangdut
Api asmara yang dahulu pernah membara
Semakin hangat bagai ciuman yang pertama
Detak jantungku seakan ikut irama
Karena terlena oleh pesona alunan kopi dangdut
Semuanya ikut bergoyang sesuai perintah konyol Bima. Malam ini benar-benar penuh dengan kerlap bintang dan keceriaan. Anya yang awalnya gondok pada Bima kini justru malah menikmati sambil tertawa. Puji ikut bergoyang dan berhenti bernyanyi lantas membiarkan suara cireng Andrian serta Bima melanjutkan lirik yang tertinggal. Malam ini benar-benar hiburan yang sesungguhnya bagi para anak Osis SMA Bangsa sebelum akhirnya harus menjalani LDK.
"Ahhh!" Sebab terlalu asik mereka semua tidak sadar bahwa api unggun telah membutuhkan sosok kayu bakar namun malah teracuhkan hingga akhirnya api unggun memilih mati dan menghentikan kegiatan seru tersebut. Bahkan musik pun ikut berhenti dan menyisakan cahaya temaram dari senter kecil mereka.
Dalam kegelapan Andrian tersenyum dan mulai memetik senar gitarnya dengan nada berbeda membuat semuanya diam dan menikmati betapa melownya nada tersebut. Bahkan perlahan mereka mulai menggerakkan senter seakan-akan mini konser.
Tanpa mereka tahu Puji telah duduk di samping Andrian sambil meliuk-liukkan kepalanya menikmati alunan musik. Puji seakan-akan tahu apa yang akan Andrian lakukan setelah mengorbankan Anya terlebih dahulu.
Kupejamkan mata ini
Mencoba 'tuk melupakan
Segala kenangan indah
Tentang dirimu, tentang mimpiku
Semakin aku mencoba
Bayangmu semakin nyata
Merasuk hingga ke jiwa
Tuhan, tolonglah diriku
Entah di mana dirimu berada
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
Apakah di sana kau rindukan aku?
Seperti diriku yang s'lalu merindukanmu
Selalu merindukanmu
Tak bisa aku ingkari
Engkaulah satu-satunya
Yang bisa membuat jiwaku
Yang pernah mati menjadi berarti
Namun kini kau menghilang
Bagaikan ditelan bumi
Tak pernahkah kau sadari
Arti cintamu untukku?
(Hampa-Ari Lasso 2003)
Suara emas milik Puji serta ekspresi wajah seolah mengalami hal tersebut membuat mereka hanyut terbawa lirik sederhana yang Puji nyanyikan penuh perasaan. Di kala semua yang berdiri kembali duduk berbeda dengan Anya serta Bima yang justru saling berhadapan dengan menatap dalam-dalam hingga akhirnya mereka terkesiap akibat api unggun tiba-tiba menyala kembali yang ternyata salah satu dari mereka menyalakannya setelah nyanyian berakhir.
"Cie Kak Bima sama Anya!" Lantas sang empu malah mendengus bukannya senang atau malu.
...*** ...
...Tbc... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments