00.03 Sandaran Bahu Serta Perhatian Kecilnya

..."Siapa yang gak akan baper kalo dikasih perhatian sama orang yang kita kagumi meskipun masih ragu."...

...***...

Kurang lebih tiga jam menempuh perjalanan rute Jakarta-Puncak Bogor. Memakan waktu yang cukup lama membuat siapapun akan merasa lelah hingga akhirnya memilih tidur agar perjalanan tak terasa. Sama halnya dengan Anya yang nampak pulas sambil bersandar di bahu Bima yang sama pula tertidur namun tak sepulas Anya. Bima merasakan pegal di bagian bahunya sebab kepala Anya yang tak kunjung bergeser.

Sebab rasa pegal yang makin kentara, perlahan mata Bima terbuka menyesuaikan penglihatannya yang sedikit memburam lantas melirik kanan dan kiri, depan belakang yang ia dapati hanya keheningan sebab semua tertidur pulas. Akhirnya Bima melirik ke arah Anya, ia tersenyum kecil melihat wajah polos seorang Anya Dien. Wajah ketus Anya saat ini sangat manis di pandangan Bima. Seraya menatap Anya Bima membenarkan beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu. Kali ini makin manis.

Hingga adegan tersebut buyar ketika suara deheman Andrian yang lumayan keras. "Ingat Bim, nanti baper! Kalo yang sering gue tonton di teve dari adegan sandaran bahu di bis ujung-ujungnya pasti pacaran. Awas, ya, lo juga begitu. Lo, kan, Pak ketua yang harus memberikan contoh baik buat para penerusnya. Kata Pak Asep untuk sekarang gak boleh pacaran kalo udah lulus dan gak punya jabatan bodoamat mau nikah juga." Setelahnya Andrian tertawa geli.

Bima melirik tajam lantas mendengus. "Cuma nolongin biar Anya gak pegel!"

Andrian tertawa mesem. "Gak usah pake benerin helaian rambutnya dong," ledek Andrian terkikik.

Sebelum Bima menjawab suara decitan rem terdengar pertanda perjalanan telah usai. Andrian dan Bima lantas melihat ke arah jendela yang memang mereka telah berada di lokasi. Bima mengucap syukur sebab telah selamat sampai tujuan begitu pula Andrian.

"Semuanya bangun kita udah sampai!" teriak Andrian yang membuat riuh lelah seisi bis.

Bima acuh pada hal itu dan malah menepuk-nepuk bahu Anya sebab gadis itu tak kunjung bangun padahal suara toa Andrian menggema. "Anya bangun, udah sampai!" bisiknya yang dibalas gumamam malas. Bima mendengus lelah.

"Pegel, Nya. Kamu sandaran dari dua jam lalu," ujar Bima kesal.

Beban di bahu Bima sedikit ringan dan setelahnya benar-benar ringan. Bima melirik Anya yang sudah duduk tegak dengan raut wajah terkejut. "Jadi aku sandaran di bahu Kak Bima gitu?" Bima mengangguk polos.

Anya menganga. "Kak Bima gak modus lagi, kan?" Dan tanpa mereka sadari Puji melihat adegan itu dari atas lebih tepatnya mengintip dari sandaran kursi. Puji menggeleng lelah melihat kelakuan temannya itu bahkan Puji memukul jidatnya sendiri dan membenturkan tubuhnya ke kursi bis, sedangkan yang lain satu per satu keluar dari bis.

Bima melotot tak terima. "Modus apaan Anya? Aku aja tidur."

"Alasan," ketus Anya lantas berdiri dan melenggang pergi membuat Bima menggaruk kepala pusing.

Ketika Bima ingin turun tatapannya malah fokus pada jaket Anya yang tertinggal di sandaran membuat Bima inisiatif untuk memberikannya. Langkah Bima sedikit lebar untuk mengejar langkah Anya yang menuju ke bagian bagasi bis.

Saat tangan Anya akan mengambil tasnya, tangan Bima sudah lebih dulu menghentikan dengan cara menyodorkan jaket Anya. Anya menatap jaket itu lantas Bima dan diam membuat Bima heran bahkan beberapa kali Bima menyodorkan jaket tersebut tapi Anya tetap diam.

"Pake Anya! Di sini dingin entar kamu sakit," ujar Bima sambil memakaikan jaket itu pada Anya sebab kesal tak mendapat respon.

Anya melirik ke arah siswa yang lewat di belakangnya dan menatapnya penuh binar sebab Bima yang perhatian padanya. "Ma─kasih Kak Bima," lirihnya.

Bima mengangguk lalu tersenyum dan mengambil tas miliknya yang kebetulan berada di dekat tas milik Anya. "Mana tas punya kamu?" tanya Bima tanpa beralih fokus.

"Yang warna biru tua," jawab Anya yang telah menerima tasnya dari tangan Bima.

Bima melenggang ke arah Andrian sedangkan Anya ke arah Puji, dua tempat yang berbeda. Puji tersenyum sejenak ke arah Anya sebelum akhirnya fokus pada dua orang yang kini tengah berbicara. Sedangkan Anya malah berkelana pada kejadian di bis tadi. Dari mulai Bima yang jatuh ke pahanya, lantas Anya yang bersandar di bahu kukuh Bima, bahkan mungkin itu sebabnya Anya merasa nyaman tertidur di dalam bis. Ditambah perhatian kecil dari Bima yang membawa jaket juga mengambilkan tas miliknya. Pikiran itu membuat Anya tanpa sadar tersenyum bahagia.

"BAIK KAK!" seru semuanya yang membuat Anya sadar akan lamunan tersebut. Anya heran apa yang mereka bicarakan sampai menjawab serentak, daripada kelimpungan lebih baik Anya bertanya pada Puji.

"Ada apa Kak?" Puji melirik dan menatap heran, ia kira Anya mendengarkan perintah dari Bima.

"Kamu gak dengerin?" Anya mengangguk. "Kata kak Bima kita jalan ke atas sana selama kurang lebih setengah jam. Tapi kita istirahat dulu sebentar di sini biar gak kecapekan. Terus nanti gak boleh pisah-pisah sama temen dan hati-hati sebab jalannya licin!" Setelah menjelaskan itu semua Puji melenggang ke arah Bima meninggalkan Anya yang diam sebagai tanda mengerti.

Kali ini Anya tidak mengikuti ke mana Puji pergi, tapi dia memilih duduk di bangku kayu seorang diri dan bersandar pada pohon sembari memejamkan mata lelah. Helaan napasnya terdengar, beberapa kali meringis sebab tas yang ia bawa lumayan berat untuk dipikul oleh badan sekecilnya.

Sambil memejamkan mata Anya berkata, "Seandainya ada cowok baik yang bersedia bawa tas berat punyaku. Akh. Pastinya raga ini akan berkata 'terima kasih pangeranku.'" Lantas Anya tersenyum bahagia.

Anya bahkan tidak sadar dengan keberadaan Bima yang kini tengah berjongkok di hadapannya dengan kekehan geli tanpa suara. "Emang seberat apa tas kamu?" Setelah berdehem Bima langsung bertanya membuat senyum Anya perlahan memudar dan matanya perlahan terbuka. Anya langsung terkesiap dan merubah posisi.

"Kak Bima!" Bima berdiri dan menyodorkan satu botol teh pada Anya.

"Semuanya pada ambil sendiri cuma kamu yang kurang mandiri kudu di anterin," ujar Bima setelah meminum teh miliknya.

Anya pun sama pula minum lantas mendengus. "Aku istirahat dululah capek tahu!"

Bima mengangkat satu alisnya. "Lebih capek aku yang nahan beban kepala kamu." Lantas Bima melenggang dengan tawa kecil.

Anya menghentakkan kakinya sambil meringis kesal hingga akhirnya Puji datang dengan tatapan keheranan. "Kenapa lagi, sih, Anya? Perasaan judes terus." Puji duduk di sampingnya.

Anya mendelik. "Kesel sama pak ketua," ujarnya yang langsung melenggang membuat dengusan lelah keluar dari mulut Puji.

Tak terasa waktu istirahat pun usai, Bima meminta semua orang untuk berkumpul dan bersiap melanjutkan perjalanan ke puncak. Banyak pesan serta himbauan dari Bima agar mereka senantiasa berhati-hati dan mengingatkan kembali untuk tidak melepaskan jaket sebab udara di puncak sangat dingin.

Setelah memberikan himbauan mereka mulai berjalan sesekali Anya tertawa kecil bersama Puji dengan Bima yang ada di belakangnya dan Andrian berjalan paling depan untuk berjaga jika ada yang lelah di bagian depan itu berarti tugas Andrian dan sebaliknya Bima. Sesekali Bima menatap punggung Anya, kembali lagi perasaan kalut itu terasa.

Bima bahkan beberapa kali mendengus dan mencoba menenangkan perasaan serta pikirannya. Sampai tak sengaja telah menabrak tubuh Anya hingga terpental ke arah jurang dan untung saja dengan sigap Bima menahan. Puji menjerit terkejut, alih-alih segera berdiri kembali Anya dan Bima justru saling menatap penuh dan tak menghiraukan tatapan terkejut semua orang.

Anya yang sadar akan tatapan teman-temannya memilih berdiri sendiri dan berpura-pura membenarkan penampilannya begitu juga Bima. "Maaf," ujar mereka serentak membuat Puji menatap geli.

Dari depan terdengar teriakan Andrian menggema. "ADA APA, KOK, BERHENTI?!"

"GAK ADA!" jawab Bima tanpa beralih dari Anya yang menunduk malu.

Yang lain kembali berjalan sedangkan Puji, Bima dan Anya masih diam di tempat. "Kita lanjut jalan lagi!" Bima memecah keheningan yang dibalas anggukkan oleh Anya dan Puji.

Dari belakang, Bima tetap memperhatikan Anya yang kini diam membisu. "Kenapa selalu ada perasaan gelisah ketika tatapan gue ketemu sama tatapan Anya? Bahkan sekedar melihat sosok Anya perasaan itu datang."

...***...

...Tbc... ...

Terpopuler

Comments

Maria Luisa

Maria Luisa

cerita ini udah bikin aku betah di rumah aja thor, terus semangat nulis yaa!

2024-01-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!